5 Alasan Kang Da Wit Sempat Menolak Pimpin Tim PB di Pro Bono

- Reputasi mantan hakim terlalu berharga untuk dipertaruhkan
- Kondisi tim pro bono kacau dan minim prestasi
- Tidak tertarik menjalankan misi politik Oh Jung In
Dalam drakor Pro Bono, Kang Da Wit (Jung Kyoung Ho) mungkin dikenal sebagai pemimpin tegas dan karismatik tim pro bono di firma hukum Oh and Partners, tetapi perjalanan menuju posisi itu tidak berjalan mulus. Sebelum resmi menerima tawaran tersebut, ia sempat menolak mentah-mentah permintaan Oh Jung In (Lee Yoo Young).
Penolakannya bukan tanpa alasan. Sebab, masa lalu, reputasi, serta kondisi tim yang ditawarkan benar-benar berada jauh di bawah standar kompetensinya. Tawaran memimpin tim pro bono di firma hukum Oh and Partners terdengar seperti “penangkaran”, bukan peluang.
Ia tahu betul risiko yang menanti, baik dari segi citra maupun masa depan profesionalnya. Dari sanalah muncul sejumlah alasan kuat yang membuatnya menolak tawaran itu di awal, sebelum akhirnya takdir memaksa langkahnya berubah. Berikut lima alasan Kang Da Wit sempat menolak memimpin tim pro bono (pb) di drakor Pro Bono.
1. Reputasinya sebagai mantan hakim terlalu berharga untuk dipertaruhkan

Kang Da Wit pernah berada di posisi yang prestisius sebagai hakim muda dengan masa depan cerah. Setelah namanya tercoreng akibat situasi yang menjebaknya, ia menjadi jauh lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Ketika Oh Jung In menawarinya memimpin tim yang terkenal gagal, ia segera menilai bahwa risiko reputasi terlalu besar.
Jika tim pro bono terus kalah, publik bisa menganggapnya tidak kompeten. Bagi seseorang yang sedang mencoba memulihkan citra, hal itu terasa seperti jebakan baru. Diejek, diragukan, bahkan dipinggirkan bukan sesuatu yang ingin ia ulangi, sehingga penolakan awalnya muncul dengan sangat wajar.
2. Kondisi tim pro bono yang kacau dan minim prestasi

Penolakan Kang Da Wit juga dipengaruhi kondisi nyata tim pro bono yang jauh dari kata ideal. Tim tersebut memiliki prosentase kemenangan yang sangat rendah, hampir tidak ada kasus besar yang mereka menangkan, dan fasilitas yang disediakan pun berada di tingkat memprihatinkan.
Bekerja di ruangan bawah tanah dengan sirkulasi udara buruk, dinding berjamur, dan minim dukungan dari firma hukum utama jelas bukan lingkungan yang layak bagi pengacara sekaliber Kang Da Wit. Ia melihat tim tersebut sebagai “beban”, bukan kesempatan. Melihat kenyataan seperti itu, wajar bila ia menganggap tawaran tersebut bukan promosi, melainkan hukuman tidak langsung.
3. Tidak tertarik menjalankan misi politik Oh Jung In

Kang Da Wit paham betul bahwa pembentukan tim pro bono bukan murni untuk keadilan, melainkan kendaraan politik Oh Jung In agar mendapat legitimasi dari ayahnya. Ia tidak ingin terseret dalam agenda internal keluarga Oh yang kompleks dan berbahaya. Sebagai mantan hakim, Kang Da Wit memiliki prinsip kuat soal profesionalitas. Ia tidak ingin ambisi orang lain mencemari integritasnya.
Ketidaktertarikan inilah yang membuatnya langsung meragukan tawaran tersebut. Baginya, memimpin tim yang digunakan sebagai alat politik justru berpotensi menghancurkan kariernya sekali lagi.
4. Trauma atas kejatuhan kariernya membuatnya enggan ambil risiko

Keputusan Kang Da Wit sempat dipengaruhi trauma mendalam atas kejatuhan kariernya sebagai hakim. Pengalaman itu tidak hanya memukul reputasi, tetapi juga martabat dirinya. Ia merasa menjadi korban konspirasi yang belum diketahui akar masalahnya, dan kondisinya saat itu membuat ia sulit percaya pada siapa pun yang berada di lingkaran kekuasaan.
Memimpin tim pro bono berarti membuka peluang untuk kembali terpapar tekanan institusi hukum dan sorotan publik. Trauma itu membuatnya defensif, membuatnya cenderung menolak peluang yang terlihat sedikit saja berbahaya. Ia memilih menjaga jarak demi melindungi diri.
5. Merasa tim pro bono bukan ‘medan’ yang tepat untuk kemampuannya

Sebagai sosok dengan pemikiran strategis dan analisis hukum yang tajam, Kang Da Wit merasa keahliannya tidak cocok ditempatkan di tim yang dianggap remeh oleh kantor. Ia terbiasa menangani perkara besar dan rumit, bukan kasus-kasus kecil dengan hasil yang tidak berdampak besar pada dunia hukum.
Ketika pertama kali menilai tim pro bono, ia merasa medan itu terlalu sempit dan tidak menantang. Ia khawatir energinya terbuang sia-sia tanpa memberikan dampak nyata. Alasan ini menambah daftar panjang pertimbangannya untuk menolak tawaran yang diberikan Oh Jung In.
Pada akhirnya, jalan hidup memaksa Kang Da Wit menimbang ulang keputusan yang nyaris ia abaikan dan membawanya pada perjalanan tak terduga di drakor Pro Bono. Situasi yang tampak sebagai hukuman justru berubah menjadi kesempatan untuk membangun ulang reputasinya dan menemukan makna baru dalam profesinya.
Dengan segala keraguan dan ketakutannya, Kang Da Wit akhirnya melangkah, membuktikan bahwa keputusan besar sering kali lahir dari keadaan yang tidak ideal. Pro Bono pun memperlihatkan bagaimana pemimpin sejati teruji bukan hanya saat menerima kemenangan, tetapi ketika berani menghadapi ruang bawah tanah tempat harapan itu dimulai.

















