Apa Dampak Bufron terhadap Woo So Jeong di Mary Kills People?

Bufron, sebagai obat yang digunakan dalam proses euthanasia, memiliki efek yang sangat kuat pada sistem tubuh, yaitu menginduksi kematian dengan cara memperlambat fungsi vital seperti pernapasan dan jantung. Obat ini, meskipun efektif dalam prosedur euthanasia, juga merupakan obat yang sangat terkendali dan seharusnya hanya digunakan dalam situasi medis yang sah dan sesuai dengan peraturan yang ada, serta tidak digunakan untuk meraup keuntungan pribadi.

Namun, karena penggunaan Bufron tidak didasarkan pada prosedur medis yang sah, hal ini menimbulkan masalah besar bagi Woo So Jeong. Keputusan untuk menggunakan Bufron mengarah pada tuduhan penyalahgunaan obat terlarang, yang kemudian menjadikan dirinya incaran petugas kepolisian.

Meski tidak digunakan untuk konsumsi pribadi, tetapi karena penggunaan Bufron yang tidak sah dalam prosedur euthanasia, Woo So Jeong menjadi terindikasi oleh pihak kepolisian sebagai penyalahguna obat terlarang. Polisi mulai melakukan penyelidikan terhadapnya, dan kecurigaan tentang penyalahgunaan obat ini mulai meningkat.

Meski tujuan utama euthanasia ini adalah untuk mengakhiri penderitaan pasien terminal dengan cara yang humanis, kenyataannya tindakan tersebut memunculkan persoalan hukum yang sangat serius. Penyalahgunaan Bufron, yang sebenarnya merupakan obat yang hanya boleh digunakan dalam pengawasan medis yang sah, menjadi bukti kuat bagi polisi untuk menuduh Woo So Jeong atas kejahatan terkait obat terlarang.

Kesulitan yang dihadapi Woo So Jeong semakin berat ketika dia menjadi buronan polisi. Selain harus menghadapi tuduhan melakukan euthanasia secara ilegal, dia juga harus berhadapan dengan dakwaan yang lebih serius terkait penyalahgunaan bufron.

Polisi mulai menggali lebih dalam tentang asal-usul obat tersebut, serta cara Woo So Jeong dapat memperoleh dan menggunakannya tanpa izin yang sah. Keputusannya untuk membantu pasien mengakhiri penderitaan mereka malah berbalik menjadi bumerang, membawa dia ke dalam masalah hukum yang mengancam kebebasannya.

Seiring berjalannya waktu, Woo So Jeong juga mulai kehilangan dukungan sosial, terutama dari keluarganya. Meskipun niatnya untuk mengurangi penderitaan pasien sangat mulia, keluarganya mulai meragukan tindakannya dan merasa terasingkan.

Kehilangan dukungan emosional dari orang-orang terdekat menambah beban yang harus dia tanggung, membuatnya semakin terisolasi dalam keputusan yang diambilnya. Ketegangan dengan keluarga memperburuk kondisi psikologisnya, membuat Woo So Jeong semakin sulit untuk memutuskan langkah selanjutnya.

Sementara itu, konflik moral yang dihadapi oleh Woo So Jeong semakin terasa tajam. Dia berjuang antara niat untuk mengurangi penderitaan pasien dan kenyataan bahwa tindakannya telah membawa dia ke dalam jerat hukum. Penggunaan Bufron yang semula dianggap sebagai cara yang lebih manusiawi untuk membantu pasien, justru memicu kontroversi yang besar, dan dia terjebak dalam dilema apakah ia melakukan hal yang benar atau tidak.

Selain itu, Woo So Jeong juga harus berhadapan dengan fakta bahwa ada banyak pihak yang menganggap tindakannya sebagai pelanggaran serius. Di satu sisi, dia berusaha untuk memberikan bantuan kepada pasien terminal yang sudah tidak ada harapan hidup, tetapi di sisi lain, tindakannya justru memicu pertanyaan tentang etika dan legalitas.
Penggunaan bufron sebagai bagian dari prosedur euthanasia membawa dampak besar bagi Woo So Jeong, baik dari sisi hukum maupun moral. Akibatnya, Woo So Jeong bukan hanya menjadi buronan polisi karena praktik euthanasia ilegal, tetapi juga karena penggunaan bufron yang tidak sah serta meresahkan masyarakat umum.