5 Dilema Moral yang Ada dalam Film The Great Flood

The Great Flood memadukan tema bencana alam dengan konsep khas genre fiksi ilmiah. Film ini sendiri menyoroti kisah perjuangan Gu An Na (Kim Da Mi) yang berusaha mencari putranya yang hilang saat air banjir menenggelamkan komplek apartemen tempat tinggal mereka.
Menceritakan soal bencana banjir menjelang kiamat, banyak konflik nilai yang digambarkan terjadi sepanjang film The Great Flood. Para tokohnya mengalami konflik perihal moralitas dan etika saat menjadi korban bencana. Seperti apa dilema moral yang dialami oleh mereka?
Perhatian, artikel ini mengandung spoiler.
1. Membiarkan manusia punah dan menciptakan manusia baru

Para peneliti yang tergabung dalam Darwin Center dari berbagai negara sudah memprediksi terjadinya banjir besar akibat tabrakan asteroid. Bencana ini akan menenggelamkan bumi dan membuat manusia punah. Namun, karena bencana ini tak bisa dicegah, mereka memutuskan untuk membiarkan dan merahasiakannya dari publik.
Alih-alih menyelamatkan manusia yang ada, mereka menciptakan manusia buatan di lab. Mereka bahkan mengembangkan Mesin Emosi untuk menyempurnakan manusia artifisial ini. Setelah eksperimen usai, mereka mengirim manusia-manusia buatan ini untuk tinggal di bumi.
2. Eksperimen mengembangkan manusia buatan = melanggar kodrat?

Eksperimen yang melibatkan manusia, termasuk kloning dan dalam film ini berupa manusia buatan sering dikaitkan dengan pertanyaan mengenai kodrat. Peneliti dinilai melanggar kodrat dan bersikap seperti Tuhan yang menciptakan makhluk hidup.
Terlebih dalam proses eksperimen itu sendiri, bisa merugikan dan menelan korban jiwa. Dalam film ini, peneliti bahkan membunuh Shin Ja In (Kwon Eun Seong) yang sudah menyerupai manusia asli demi dapat mengekstrak emosinya demi kepentingan penelitian.
3. Menolong orang lain atau menyelamatkan diri sendiri

Dilema moral yang paling tampak dalam The Great Flood adalah momen Gu An Na saat menuju atap gedung apartemen untuk menyelamatkan dirinya dan Shin Ja In dari air banjir. Ia juga tahu helikopter penyelamat hanya datang untuk membawanya pergi sehingga penghuni apartemen lainnya tak ikut dievakuasi.
Saat proses evakuasi ini, Gu An Na bertemu dengan orang-orang yang butuh bantuan. Ada anak yang terjebak di lift, ibu hamil yang akan melahirkan, hingga sepasang lansia. Awalnya, ia berniat membantu mereka. Namun, pada akhirnya, ia memilih pergi untuk menyelamatkan dirinya.
4. Melakukan penjarahan saat bencana

Dalam kondisi kesulitan akibat banjir yang semakin naik ke lantai atas apartemen dan menenggelamkan semua yang dilewati, banyak orang kesulitan mendapatkan pakaian bersih maupun obat. Akibatnya, mereka mengambil milik orang lain, tapi bukan dengan tujuan mencuri melainkan terdesak oleh keadaan. Hal ini yang juga dialami Gu An Na.
Ia pergi ke satu unit apartemen kosong dan mengambil jaket di sana. Selain itu, ia juga masuk ke apartemen yang ditinggali dua lansia lalu mengambil tanpa izin bahan obat yang diperlukan putranya yang sekarat. Meski bukan termasuk kejahatan berat, apa yang dilakukannya tetap termasuk penjarahan.
5. Merahasiakan potensi bencana untuk mencegah kepanikan massal

Seperti yang dibahas di poin pertama, pihak peneliti dalam film ini merahasikan tentang prediksi bencana banjir bandang akibat asteroid. Salah satu tujuannya adalah untuk mencegah kepanikan massal yang dapat mengacaukan situasi di masyarakat.
Di sisi lain, keputusan tersebut merugikan publik sebab orang-orang tidak sempat memikirkan untuk proses evakuasi. Selain itu, sekalipun bencana ini menyebabkan kiamat, mereka jadi tidak dapat berpamitan kepada orang-orang tersayang karena bencana tiba-tiba datang dan menewaskan banyak orang.
Film The Great Flood tidak hanya menyajikan kisah seorang ibu yang berjuang menemukan dan menyelamatkan anaknya saat bencana banjir. Namun, film ini juga membahas dilema moral yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Apa yang digambarkan di sini juga bisa dijadikan sebagai bahan diskusi perihal situasi dilematis saat bencana.


















