7 Cara Hadapi Diskriminasi di Tempat Kerja ala Oh My Ghost Clients

Dalam drama Korea Oh My Ghost Clients, kisah supranatural berpadu dengan isu-isu sosial yang relevan di kehidupan nyata. Salah satunya terlihat dalam episode 5-6 yang mengangkat cerita Kim Yeong Suk (Kang Ae Shim), seorang petugas kebersihan yang meninggal mendadak karena serangan jantung. Saat diselidiki oleh No Mu Jin (Jung Kyoung Ho), sang pengacara yang terikat kontrak gaib, terkuak fakta pahit bahwa kematian Yeong Suk bukan sekadar tragedi medis, melainkan buah dari diskriminasi sistematis yang ia alami di tempat kerja. Ini bukan sekadar kisah horor biasa, melainkan sindiran keras terhadap dunia kerja yang masih abai terhadap hak-hak pekerja kelas bawah.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa diskriminasi di tempat kerja bukan hanya nyata, tapi juga bisa berujung fatal. Petugas kebersihan seperti Kim Yeong Suk dipaksa mengikuti ujian tak masuk akal, diperlakukan tak manusiawi, dan tak mendapatkan perlindungan yang layak. Melalui narasi menyentuh ini, Oh My Ghost Clients memberi pelajaran berharga bahwa setiap pekerja, apa pun profesinya, berhak diperlakukan dengan adil. Yuk, simak tujuh langkah jitu menghadapi diskriminasi di tempat kerja yang bisa kamu pelajari dari drakor ini!
1. Kenali bentuk diskriminasi sejak dini

Langkah pertama yang tak boleh diabaikan adalah mengenali berbagai bentuk diskriminasi yang terjadi di tempat kerja. Dalam drama ini, diskriminasi dialami oleh para petugas kebersihan kampus Hankuk yang dipaksa mengikuti ujian bernuansa akademik untuk mempertahankan pekerjaan mereka. Soal-soal ujian tersebut tidak berkaitan dengan tugas kebersihan, melainkan lebih cocok untuk mahasiswa jurusan hukum atau sosiologi. Hal ini tentu membuat tekanan mental semakin besar, karena ancaman pemecatan langsung mengintai jika mereka gagal.
Mengetahui bahwa perlakuan seperti ini tidak wajar adalah kunci awal untuk melawan. Diskriminasi bisa hadir dalam bentuk pelecehan verbal, beban kerja tidak adil, pelarangan menggunakan fasilitas umum, hingga pengawasan berlebihan. Begitu seseorang sadar sedang mengalami perlakuan tidak adil, ia dapat mengambil sikap dan mencari bantuan. Dalam dunia nyata, kasus-kasus seperti ini sering tidak dilaporkan karena korban tidak tahu bahwa dirinya sedang didiskriminasi. Maka penting untuk terus mengedukasi diri tentang hak-hak pekerja agar tidak menjadi korban berikutnya.
2. Dokumentasikan setiap ketidakadilan yang dialami

Salah satu kesalahan umum korban diskriminasi adalah tidak menyimpan bukti. Dalam kasus para petugas kebersihan Hankuk University, mereka tidak punya dokumen atau rekaman apapun ketika mengadu. Mereka hanya bisa bersandar pada simpati dan kesaksian lisan yang lemah. Ini membuat posisi mereka semakin rentan saat menghadapi manajemen kampus atau opini publik. Di sinilah pentingnya mendokumentasikan semua bentuk perlakuan tak adil, bahkan jika itu hanya berupa jam kerja lembur tanpa kompensasi.
Catatan seperti foto, pesan teks, email, rekaman suara, atau bahkan jurnal harian bisa menjadi senjata penting. Selain itu, dokumentasi yang rapi dapat memperkuat klaim jika suatu saat kasus perlu dibawa ke ranah hukum atau ke serikat pekerja. Langkah ini juga membantu membangun solidaritas antarrekan kerja, karena bukti konkret bisa membuka mata mereka terhadap perlakuan tidak adil yang mungkin selama ini mereka abaikan. Dengan bukti di tangan, suara kita menjadi lebih kuat.
3. Jangan takut menyuarakan kebenaran!

Ketika para petugas kebersihan mencoba menyampaikan keluhan, mereka malah dituduh mengganggu ketertiban kampus. Reaksinya menunjukkan realita banyak korban diskriminasi yang justru disalahkan saat mencoba bersuara. Namun, dalam Oh My Ghost Clients, kehadiran No Mu Jin sebagai pengacara membantu mengangkat kisah Yeong Suk ke permukaan. Ini menjadi pelajaran penting bahwa jangan pernah diam terhadap ketidakadilan! Suara yang diam tidak akan pernah didengar.
Menyuarakan kebenaran memang berisiko, terutama jika struktur kekuasaan di tempat kerja tidak mendukung. Namun, diam justru memperkuat praktik diskriminatif itu sendiri. Kamu bisa memulai dari hal sederhana, seperti menyampaikan kritik secara tertulis, bergabung dalam forum pekerja, atau berbicara langsung dengan HRD (Human Resources Development). Bila perlu, cari bantuan dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), serikat buruh, atau media untuk memperluas jangkauan suaramu. Kebenaran harus diperjuangkan, dan keberanian adalah langkah awalnya.
4. Bangun solidaritas dengan rekan kerja

Tidak ada perjuangan yang bisa dilakukan sendirian, apalagi dalam kasus diskriminasi struktural. Dalam drama, Kim Yeong Suk merasa sangat kesepian karena rekan-rekannya enggan bersuara. Mereka takut kehilangan pekerjaan, sehingga lebih memilih diam. Namun hal ini justru membuat praktik tidak adil makin mengakar. Untuk itu, membangun solidaritas dengan rekan kerja sangat penting agar perjuangan memiliki kekuatan kolektif.
Solidaritas bisa dibangun melalui obrolan ringan, grup diskusi, atau pertemuan informal di luar jam kerja. Dalam banyak kasus nyata, perubahan hanya bisa dicapai setelah banyak pekerja bersatu dan menyuarakan hal yang sama. Dengan bersatu, tekanan kepada manajemen akan jauh lebih besar. Apalagi jika semua pihak sepakat untuk menuntut hak secara serentak dan tertib. Jangan ragu menjadi pemicu perubahan! Kalau bukan kita, siapa lagi?
5. Gunakan media dan platform sosial untuk advokasi

Drama ini menunjukkan bahwa suara yang terbungkam bisa hidup kembali lewat media. No Mu Jin sebagai pengacara memanfaatkan publikasi kasus untuk membangkitkan kesadaran kolektif. Di dunia nyata, media sosial bisa menjadi alat advokasi yang sangat ampuh untuk membongkar ketidakadilan. Membagikan cerita, menyuarakan pengalaman, dan membentuk opini publik bisa menciptakan tekanan sosial yang besar kepada pelaku diskriminasi.
Namun, penting untuk menggunakan media sosial secara bijak. Ceritakan kisah dengan data, bukti, dan narasi yang menyentuh hati. Jangan sampai advokasi malah berubah menjadi ajang balas dendam pribadi! Gunakan tagar yang relevan, unggah testimoni dengan izin, dan bangun jaringan dengan aktivis atau jurnalis yang bisa membantu menyuarakan kasus tersebut. Semakin banyak orang tahu, semakin besar kemungkinan untuk perubahan terjadi.
6. Ketahui dan gunakan saluran pengaduan formal

Banyak pekerja tidak tahu bahwa mereka bisa mengadu ke lembaga resmi, baik di lingkungan tempat kerja maupun ke instansi pemerintah. Dalam drama, ketidaktahuan para petugas kebersihan soal hak-hak mereka menjadi salah satu penyebab mengapa mereka tak bisa membela diri. Maka, penting untuk mencari tahu saluran resmi yang tersedia, seperti Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan) atau Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia).
Laporkan kasus sesuai prosedur dan simpan bukti bahwa kamu telah melapor. Jika perusahaan memiliki HRD atau divisi compliance, manfaatkan kanal itu sebaik mungkin. Walaupun hasilnya tidak selalu memuaskan, setidaknya ada upaya legal yang bisa kamu tempuh. Jangan ragu untuk meminta pendamping hukum atau bantuan LSM agar kamu tidak berjuang sendiri, ya! Keberanian melapor adalah bagian penting dari perlawanan terhadap ketidakadilan.
7. Jaga kesehatan mental dan bangun daya tahan diri

Diskriminasi bukan hanya soal ketidakadilan struktural, tapi juga bisa berdampak serius pada kesehatan mental. Kim Yeong Suk dalam drama mengalami stres berat karena tekanan kerja dan ancaman pemecatan. Tak ada ruang aman bagi dirinya untuk mengadu atau sekadar bernapas. Ini menggambarkan pentingnya menjaga kesehatan mental di tengah kondisi kerja yang penuh tekanan. Berani mencari bantuan profesional adalah langkah yang tak boleh dianggap remeh.
Selain itu, bangun daya tahan dengan cara mengenali kekuatan diri. Temukan dukungan dari keluarga, sahabat, atau komunitas yang memahami kondisi kamu. Jangan biarkan diskriminasi menggerus rasa percaya diri! Ingat, kamu berharga dan pantas diperlakukan secara adil. Semangat untuk melawan ketidakadilan akan jauh lebih kuat jika kamu tetap sehat secara fisik dan mental. Jangan lupa untuk menyayangi diri sendiri, ya!
Oh My Ghost Clients bukan hanya drama misteri yang menyenangkan, tapi juga alarm sosial tentang ketimpangan di tempat kerja. Kisah hantu Kim Yeong Suk menjadi pengingat bahwa keadilan harus diperjuangkan, bahkan setelah kematian. Yuk, mulai dari sekarang, berani bersuara dan berdiri melawan diskriminasi di sekitarmu, ya!