5 Isu Sosial di Drakor The Manipulated, Ada Ketimpangan Hukum

Jika kamu penikmat drakor thriller dengan tema yang begitu dark dan bikin tegang, The Manipulated adalah salah satu drakor yang pas untuk kamu nikmati. Alurnya yang sat-set dan tidak bertele-tele membuat drakor satu ini patut dirayakan.
Nah, di samping itu, drakor ini juga menyentil beberapa isu sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat di real life. Bagaimana kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang jahat menjadi senjata berbahaya bagi mereka yang kurang mampu nan lemah. Apa saja isu sosial yang muncul di drakor The Manipulated? Let's check them out together!
1. Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin

Karakter Park Tae Joong (Ji Chang Wook) terlahir miskin. Ia harus memutar otak untuk memanajemen waktu dengan baik demi bisa melakukan segala macam pekerjaan dari pagi hingga malam. Semua itu ia lakukan demi nafkah dirinya dan sang adik.
Namun, di sisi lain ada orang kaya dengan harta yang tidak terhingga malah menghambur-hamburkan uangnya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, yakni demi kesenangan pribadi. Misalnya, mengadakan balapan mobil antar tahanan penjara dengan iming-iming hadiah milyaran. Padahal uang itu berharga bagi siapa pun yang membutuhkan daripada dihamburkan begitu saja untuk hal yang sia-sia.
2. Manipulasi media dan opini publik

Park Tae Joong dijebloskan ke penjara bukan karena melakukan suatu kejahatan, melainkan karena manipulasi media dan opini publik. Ia adalah korban dari manipulasi media yang menggiring namanya sebagai pembunuh.
Padahal ia hanyalah seorang laki-laki biasa yang bekerja keras demi biaya sekolah adiknya. Saat ditangkap polisi, ia bingung dan tidak berdaya karena tidak tahu letak kesalahannya di mana. Ia percaya sejak awal kasusnya dimanipulasi oleh orang lain sehingga ia dijadikan tersangka.
3. Ketidakadilan hukum

Hukum bisa dibayar merupakan salah satu hightlight konflik di The Manipulated. Para penguasa bisa seenaknya melakukan berbagai kejahatan kapan pun dan di mana pun karena mereka tidak takut akan jeratan hukum. Selama punya harta yang banyak, mereka bisa bebas dari hukum dengan membayar para petugas di dalamnya, seperti jaksa, pengacara, polisi, media, bahkan hingga hakim.
Tak ada yang membuat mereka takut. Terlebih sering kali hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sementara di sisi lain, orang kurang mampu tidak bisa membela diri mereka di hadapan hukum karena kurang dukungan materi.
4. Korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat

Sudah menjadi hal yang biasa jika ketimpangan hukum berbarengan dengan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dalam drakor ini digambarkan melalui para pejabat, seperti DPR, petinggi daerah, menteri, dan lain sebagainya yang menggunakan kekuasaan mereka untuk praktik KKN.
An Yo Han (Do Kyung Soo) seorang penjahat kelas kakap bebas melenggang ke mana pun ia pergi karena ia bekerja sama dengan pejabat negara melalui KKN. Praktik suap pun ada di dalamnya agar membebaskan ia melakukan segala kejahatan yang ia inginkan.
5. Realitas kehidupan penjara

The Manipulated juga pastinya mengangkat isu bagaimana kehidupan para tahanan di penjara. Publik mengetahui dan berharap penjahat yang dijebloskan akan berubah menjadi baik dan bertobat, tapi sebenarnya malah sebaliknya. Mereka semakin bejat dan kejam, terlebih di dalam penjara mereka bertemu satu sama lain yang punya track record kelam.
Di penjara, siapa yang paling kuat dan memiliki uang paling banyak, maka dia akan berkuasa atas yang lain yang lebih lemah dan kurang mampu. Ditindas, disiksa, dirundung, diasingkan, difitnah, dijebak adalah makanan sehari-hari bagi tahanan yang lemah. Apalagi ada campur tangan para sipir dan petinggi kepolisian untuk membantu tahanan yang berkuasa. Sungguh miris!
Deretan isu sosial yang diangkat dalam The Manipulated membagikan kepada para penggemar drakor bagaimana hidup ini berjalan dan bagaimana kekuasaan bekerja. Siapa yang kaya, dialah yang berkuasa.
Tak ada yang bisa lepas dari jeratan orang-orang jahat yang memiliki kekuasaan. Alih-alih dimanfaatkan untuk kebaikan banyak orang, mereka malah berbuat seenaknya demi kesenangan pribadi. Ironis, bukan?



















