Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cuplikan drakor Head Over Heels (dok.tvN/Head Over Heels)

Dalam drama Korea Head Over Heels (2025), Park Seong A (Cho Yi Hyun) bertemu dengan cinta pertamanya, Bae Gyeon Woo (Choo Young Woo), ketika bekerja menjadi dukun. Saat itu, Gyeon Woo dipaksa neneknya (Gil Hae Yeon) untuk ikut serta ke shaman. Sayangnya, di awal pertemuan, Gyeong Woo menunjukkan rasa gak sukanya secara terang-terangan.

Hal ini terus berlanjut ketika Gyeon Woo bertemu dengan Seong A. Dia bahkan sangat marah ketika neneknya kembali ke tempat Seong A bekerja. Gyeon Woo menganggap jika para dukun hanyalah seseorang yang mencari peruntungan dengan memeras orang lain.

Sayangnya, Gyeon Woo punya alasan valid untuk membenci para dukun yang ditemuinya. Lalu, kenapa Gyeon Woo sangat gak menyukai para dukun di drakor Head Over Heels?

Peringatan, artikel ini mengandung spoiler.

1. Merasa tertipu oleh dukun yang telah didatanginya

Cuplikan drakor Head Over Heels (dok.tvN/Head Over Heels)

Sejak kecil, Bae Gyeon Woo seakan dibayangi oleh kesialan dan bahaya yang ingin merenggut kematiannya. Kondisi ini terus berlanjut hingga kedua orangtuanya menyerah akan dirinya. Dia akhirnya dirawat oleh sang nenek dan dijauhi seluruh anggota keluarga.

Sayangnya, selama itu, neneknya berusaha mencari jalan keluar akan masalah hidup Gyeon Woo. Dia telah mendatangi para dukun dan orang pintar di penjuru dunia. Namun, perjuangan dan perjalanan tersebut gak membawakan hasil yang signifikan.

Hidupnya terus dianggap sebagai biang masalah dan peristiwa bahaya di sekitar. Imbasnya, banyak orang yang gak ingin berteman dengan Gyeon Woo. Hal ini membuat Gyeon Woo merasa muak dengan janji yang telah diberikan oleh para dukun tersebut.

2. Merasa muak dengan jimat dan ritual yang telah dilakukannya sejak kecil

Cuplikan drakor Head Over Heels (dok.tvN/Head Over Heels)

Menjadi objek ritual membuat Gyeon Woo cukup tertekan. Sejak lama, orangtuanya juga melakukan ritual terhadapnya untuk menghindarkan marabahaya yang menimpa Gyeon Woo dan orang di sekitarnya. Sayangnya, segala ritual ini gak membuat dirinya aman.

Semua ritual tersebut bahkan bisa saja memberi tekanan lebih terhadap mental Gyeon Woo kecil. Dia bukanlah anak yang kerasukan roh jahat maupun arwah penasaran. Sayangnya, Gyeon Woo, yang merasa hidupnya baik-baik saja, harus menjalani segala prosesi tersebut.

Namun, jimat dan ritual yang telah dilakukan Gyeon Woo gak membuahkan hasil. Bahkan, orangtuanya juga menggunakan dukun agar Gyeon Woo gak bisa mendekati keluarganya sendiri.

3. Neneknya telah menghabiskan seluruh hartanya untuk mencari kesembuhan Gyeon Woo

Cuplikan drakor Head Over Heels (dok.tvN/Head Over Heels)

Gyeon Woo dan Neneknya hidup dengan penuh kesederhanaan. Ketika Seong A dan Pyo Ji Ho (Cha Kang Yoon) bertamu, nenek Gyeon Woo bahkan gak sanggup membeli daging untuk disajikan. Gyeon Woo juga bukan sosok anak yang hidup berkecukupan.

Ketika neneknya meninggal dunia, paman dan bibi Gyeon Woo mengatakan jika neneknya telah menghabiskan banyak hartanya untuk mencari solusi bagi Gyeon Woo. Awalnya, neneknya bisa bepergian ke luar negeri demi mendatangi para orang pintar di penjuru dunia. Di Korea sendiri, nenek Gyeon Woo juga menghabiskan banyak uang untuk membeli jimat dan melakukan ritual bagi Gyeon Woo. 

Kondisi ini membuat Gyeon Woo cukup skeptis dengan jimat yang ditawarkan oleh Seong A sebagai dukun. Gyeon Woo menganggap jika jimat tersebut merupakan sebuah penipuan karena mereka bisa mematok harga fantastis untuk sebuah jimat yang belum terbukti ampuh.

Dengan pengalaman tersebut, rasa benci Gyeon Woo bisa divalidasi, lho. Namun, Gyeon Woo juga gak bisa menerapkan kebencian tersebut ke seluruh dukun, terutama Seong A. Menurutmu, apakah ada alasan lain yang membuat Gyeon Woo benci terhadap dukun di drakor Head Over Heels?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team