7 Kritik Dunia Kerja di Drakor Oh My Ghost Clients, Sesuai Realitas?

Oh My Ghost Clients mungkin sekilas tampak seperti drama Korea bergenre misteri biasa dengan bumbu supranatural. Namun, di balik kisah kontrak gaib No Mu Jin (Jung Kyoung Ho) dan para arwah penasaran, tersimpan deretan kritik sosial yang menyayat hati. Drama ini tak segan menyingkap sisi gelap dunia kerja yang sering disembunyikan, seperti ketidakadilan, eksploitasi, diskriminasi, hingga pengabaian terhadap kesehatan mental. Setiap kasus yang diselidiki oleh Mu Jin bukan hanya soal siapa yang bersalah, tetapi juga tentang sistem yang telah lama menciptakan korban-korban tak terlihat.
Kasus siswa magang yang tewas di pabrik, perawat yang meninggal karena bullying, hingga petugas kebersihan yang dipaksa mengikuti ujian tidak masuk akal, semuanya disajikan dengan nuansa realisme yang menghantui. Drama ini membuka mata penonton bahwa kekerasan struktural bukan hanya cerita fiksi, melainkan bagian dari kehidupan nyata yang sering kali kita abaikan. Kalau kamu belum nonton atau ingin tahu lebih dalam, simak sederet kritik sosial pedas dalam dunia kerja yang disuarakan Oh My Ghost Clients. Siap-siap terenyuh dan berpikir ulang soal keadilan!
1. Eksploitasi tenaga magang yang tidak dilindungi

Salah satu kasus paling memilukan dalam Oh My Ghost Clients adalah kematian Lee Min Uk (Park Soo Oh), siswa magang di sebuah pabrik. Selama masa magangnya, ia tidak mendapatkan pelatihan memadai dan justru diajari menggunakan mesin usang yang sering rusak. Saat mesin itu berhenti bekerja, ia dipaksa memperbaikinya sendiri tanpa bantuan teknisi. Bahkan, ketika mengalami cedera dan kesakitan selama berjam-jam, manajemen mengabaikan kondisinya. Tragisnya, ia meninggal di tempat kerja dalam situasi yang sebenarnya bisa dicegah.
Kasus ini menjadi kritik sosial tajam terhadap sistem magang yang belum memiliki standar perlindungan yang layak. Banyak siswa magang dianggap sebagai tenaga kerja murah yang bebas dieksploitasi. Mereka sering dipaksa lembur, tidak diberi libur saat hari besar atau hari raya, dan tak diberi akses ke hak-hak dasar pekerja. Drama ini menyadarkan kita bahwa praktik seperti itu bukan hanya tidak etis, tetapi juga berbahaya. Perlindungan terhadap tenaga magang harus menjadi prioritas, bukan sekadar formalitas belaka.
2. Perundungan di tempat kerja dalam dunia medis

Kematian Choi Eun Yeong (Hwang Boreumbyeol), seorang perawat muda, menyoroti realitas kelam yang jarang diekspos dalam dunia medis, seperti bullying dan fitnah oleh sesama rekan kerja. Di rumah sakit tempatnya bekerja, Eun Yeong diperlakukan dengan tidak adil oleh senior dan dokter yang semestinya menjadi teladan. Ia menjadi sasaran rumor jahat, dimusuhi secara sistematis, dan kehilangan kepercayaan diri. Tekanan mental itu pada akhirnya menyebabkan kematian tragis yang mengejutkan banyak pihak, termasuk penonton.
Drama ini dengan berani membongkar bagaimana hierarki yang kaku dalam sistem rumah sakit bisa menjadi ladang subur bagi kekerasan psikologis. Para junior kerap tidak punya ruang untuk membela diri, karena pelaku adalah atasan yang memiliki kuasa. Oh My Ghost Clients menyoroti pentingnya empati dan komunikasi sehat di lingkungan kerja, terutama dalam sektor vital seperti kesehatan. Lingkungan yang toksik bukan hanya menghancurkan karier, tetapi juga nyawa seseorang.
3. Diskriminasi struktural terhadap pekerja kelas bawah

Kim Yeong Suk (Kang Ae Shim) adalah petugas kebersihan yang meninggal karena serangan jantung setelah bertahun-tahun mengalami diskriminasi di tempat ia bekerja. Ia dan rekan-rekannya tidak hanya dibebani tugas di luar tanggung jawab, tetapi juga dipaksa mengikuti ujian yang sama sekali tidak relevan dengan job description mereka. Ujian ini bahkan diadakan saat hari libur tanpa upah tambahan, dan mereka yang gagal akan langsung dipecat. Keputusan ini mencerminkan ketidakpekaan total terhadap kondisi fisik dan psikologis pekerja lapisan bawah.
Drama ini memotret betapa sering pekerja kelas bawah dipandang sebelah mata dan diperlakukan tidak manusiawi. Mereka dilarang menggunakan fasilitas seperti lift, harus membawa peralatan berat naik-turun tangga, dan kerap diremehkan oleh orang lain. Oh My Ghost Clients menyentil kita semua untuk lebih menghargai para pekerja yang selama ini menopang kenyamanan fasilitas publik. Mereka bukan sekadar background. Mereka juga manusia yang punya martabat.
4. Kegagalan sistem pengawasan dan kepemimpinan

Kematian para karakter dalam drama ini memperlihatkan bagaimana sistem pengawasan yang lemah dan pimpinan yang tidak peduli dapat menciptakan lingkungan kerja yang mematikan. Dalam kasus Lee Min Uk, direktur pabrik tidak mengindahkan kondisi siswa magang yang jelas-jelas membutuhkan pertolongan. Di rumah sakit, para atasan membiarkan perundungan terhadap Eun Yeong berlangsung begitu saja. Sementara di kampus, manajemen tidak pernah mendengar keluhan para petugas kebersihan.
Kritik sosial yang disampaikan dalam drama ini sangat jelas bahwa ketika pemimpin tidak bertindak, kekacauan akan menjadi norma. Kepemimpinan bukan sekadar memerintah, tapi juga melindungi, mendengarkan, dan bertanggung jawab atas keselamatan bawahannya. Tanpa kontrol yang adil, tempat kerja berubah menjadi arena kekuasaan yang menindas. Drama ini menyadarkan penonton bahwa sistem bukan sekadar struktur formal, melainkan harus dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan.
5. Normalisasi ketidakadilan sebagai hal yang biasa terjadi

Salah satu hal paling mengganggu dalam Oh My Ghost Clients adalah bagaimana karakter-karakter pendukung menerima ketidakadilan sebagai sesuatu yang biasa. Magang lembur tanpa dibayar? Biasa. Diperlakukan kasar oleh atasan? Sudah biasa. Dipaksa ikut ujian tidak masuk akal? Anggap saja syarat kerja. Pola pikir ini yang diam-diam melanggengkan ketidakadilan struktural di berbagai sektor. Padahal, normal bukan berarti benar.
Drama ini menantang penonton untuk mempertanyakan ulang nilai-nilai yang selama ini diterima begitu saja. Jika ketidakadilan dibiarkan hanya karena “semua orang mengalaminya”, maka perubahan tidak akan pernah terjadi. Oh My Ghost Clients secara cerdas menunjukkan bahwa kritik sosial bisa disampaikan melalui kisah supranatural, sekaligus mengajak penonton untuk tidak apatis. Kita perlu berani berkata, "Hal ini tidak seharusnya dibiarkan terjadi."
6. Ketidakpedulian institusi terhadap kesehatan mental pekerja

Selain kekerasan fisik atau diskriminasi struktural, Oh My Ghost Clients juga mengangkat isu penting yang sering diabaikan, seperti kesehatan mental para pekerja. Karakter Choi Eun Yeong, seorang perawat muda, menghadapi tekanan psikologis luar biasa akibat lingkungan kerja yang tidak sehat. Ia dijadikan kambing hitam atas kesalahan yang bukan tanggung jawabnya, diboikot oleh rekan kerja, dan bahkan mendapat perlakuan tidak adil dari dokter senior. Perlahan tapi pasti, tekanan itu menghancurkan semangat hidupnya. Tidak ada sistem dukungan yang memadai dari rumah sakit, hingga akhirnya ia kehilangan harapan untuk hidup.
Isu ini menyoroti minimnya perhatian institusi terhadap kesejahteraan mental para karyawannya. Di banyak tempat kerja, gangguan mental masih dianggap sebagai bentuk kelemahan pribadi, bukan sebagai akibat lingkungan yang merusak. Drama ini mengingatkan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Pekerja butuh ruang aman untuk berbicara dan menyampaikan keluh kesah tanpa takut akan stigma. Tanpa perlindungan, korban bullying dan tekanan psikologis akan terus berjatuhan secara diam-diam.
7. Kontrak kerja tak manusiawi dan penyalahgunaan kekuasaan

Dalam episode ke-5, drama ini mengungkap sistem kontrak kerja yang tidak adil dan cenderung manipulatif. Para petugas kebersihan di Universitas Hankuk terpaksa mengikuti ujian tak relevan sebagai syarat perpanjangan kerja. Jika gagal, mereka tidak hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga dimasukkan dalam daftar hitam yang menghalangi mereka melamar di tempat lain. Semua dilakukan di bawah tekanan dan tanpa penjelasan yang layak. Ini menjadi bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh manajemen kampus terhadap pekerja yang tidak punya daya tawar.
Kondisi ini mencerminkan kenyataan pahit di dunia kerja nyata, terutama di sektor informal dan pekerja lepas. Banyak pekerja tidak punya pilihan selain menerima kontrak yang merugikan demi bertahan hidup. Drama ini menunjukkan bahwa sistem kerja yang semestinya melindungi malah dijadikan alat penindasan. Penyalahgunaan kekuasaan atas nama “peraturan” hanya memperdalam jurang ketimpangan antara atasan dan bawahan. Lewat kasus ini, Oh My Ghost Clients menyuarakan pentingnya regulasi ketenagakerjaan yang adil dan berpihak pada kemanusiaan.
Oh My Ghost Clients lebih dari sekadar drama horor dengan nuansa hukum. Di balik kemunculan arwah-arwah penasaran, tersimpan kritik sosial yang menggugah nurani. Saat menyaksikan kisah mereka, kita diingatkan bahwa keadilan harus diperjuangkan, bukan hanya ditunggu.