Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Di balik cerita supranaturalnya, drama Head Over Heels menyuguhkan potret remaja yang tumbuh dengan luka masa lalu dan cara berpikir yang terbentuk dari pengalaman hidup mereka.

Baik Park Seong A (Cho Yi Hyun) maupun Bae Gyeon Woo (Choo Young Woo) menjalani hidup dengan tak selalu sehat, tapi terasa masuk akal karena itulah satu-satunya cara mereka bertahan.

Menariknya, drama ini tidak langsung menghakimi cara pikir mereka, tapi mengajak penonton memahami asal-usulnya. Inilah lima mindset yang paling menonjol dalam Head Over Heels, dan tidak seharusnya kita tiru.

1. Harus selalu kuat demi orang lain

cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Seong A dibesarkan dalam lingkungan yang membuatnya merasa tak boleh lemah. Sebagai dukun muda, ia percaya bahwa menjadi pilar bagi orang lain adalah tugas utama. Ia memendam lelah, rasa takut, bahkan trauma, karena merasa tidak ada ruang untuk mengeluh.

Mindset ini membuatnya tampak tangguh, tapi juga kesepian di dalam. Ia lebih sering mengorbankan diri dari pada meminta tolong. Cara pikir ini membuatnya dihormati, tapi juga terasing. Lambat laun, ia mulai sadar bahwa kekuatan sejati bukan soal menahan, tapi tahu kapan butuh ditopang.

Drama ini ingin menunjukkan bahwa mindset harus kuat tidak selalu mulia bila mengikis diri sendiri. Ini adalah cara berpikir yang ia pelajari untuk bertahan, bukan karena ia benar-benar ingin. Dan untuk sembuh, ia harus berani melepaskan peran penyelamat yang berlebih.

2. Merasa tidak berharga saat menunjukkan sisi apa adanya

cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Gyeon Woo tumbuh dengan perasaan tak diinginkan. Ia merasa satu-satunya cara agar orang bertahan di sisinya adalah dengan menjadi berguna atau setidaknya, menjadi masalah yang perlu diselesaikan. Secara tidak sadar, ia membiarkan dirinya terus-menerus ketempelan hantu, seolah hanya itu yang membuat Seong A tetap di dekatnya.

Mindset ini membuatnya pasif dalam relasi, bahkan sering menolak untuk didekati. Ia takut ditinggalkan bila mengingat pengalaman pahit. Cara berpikir ini terbentuk dari masa lalu saat ia terus menerus ditolak, dan orang lain menganggapnya biang sial.

Ketika ada yang ingin mendekat, ia jadi mempertanyakan kenapa orang itu tetap tinggal. Apakah hanya karena kasihan atau ada tujuan lain? Drama ini mengajak kita memahami bahwa semua orang butuh merasa cukup, tanpa harus menjadi objek untuk dicintai. Gyeon Woo butuh membongkar mindset ini jika ingin tumbuh, bukan hanya selamat.

3. Kesuksesan baru berarti jika diakui semua orang

cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Bae Gyeon Woo punya tekad kuat untuk sukses, ditambah ia juga punya bakat memanah. Namun sayangnya, ia terlalu fokus pada pengakuan orang lain. Baginya, pencapaian terasa sia-sia kalau tak ada pujian dan pengakuan semua orang.

Pola pikir ini sering membuat Gyeon Woo terjebak dalam rasa kecewa dan cemas. Begitu pula dengan Park Seong A yang merasanya dirinya bukan apa-apa, padahal menyimpan kekuatan supranatural yang besar.

Sukses sejati seharusnya lahir dari kebanggaan pribadi, bukan semata-mata dari validasi orang lain. Kalau terus bergantung pada pujian, kebahagiaan kita juga akan mudah terkikis.

4. Menjauhkan diri untuk menghindar dari masalah

cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Bae Gyeon Woo cukup skeptis tentang hubungan dengan orang lain. Ia sebenarnya pernah menjalani kehidupan normal dengan menjalin pertemanan atau mengungkapkan kasih sayang dengan terang-terangan.

Namun, semua itu berubah sejak ia sadar ada kutukan yang menempel padanya. Kutukan ini membuatnya kehilangan orang-orang terdekat. Mulai dari teman dekat hingga nenek yang satu-satunya jadi tempat bersandar.

Ketika mengalami kondisi tersebut, Gyeon Woo memutus hubungan dengan siapa pun. Namun, sikap itu tak mengubah apa pun. Ia justru membuang banyak kesempatan, karena banyak orang lain mau membantu dengan tulus.

5. Kegagalan menjadi pertanda buruk

cuplikan drakor Head Over Heels (x.com/CJnDrama)

Selain punya hati penolong, Seong A juga punya kelemahan lain, yaitu perfeksionisme. Ia sering kali keras pada dirinya sendiri, dan jika sekali gagal, ia langsung merasa tak layak.

Mindset ini membuat Seong A cepat menyerah dan kehilangan kepercayaan diri. Padahal, kegagalan adalah bagian wajar dari proses belajar. Ketika gagal sekali, bukan berarti ia akan gagal lagi.

Seseorang yang tak pernah gagal kemungkinan juga tak pernah mencoba hal baru. Yang terpenting adalah bangkit dan belajar dari kesalahan, bukan malah larut dalam rasa rendah diri.

Head Over Heels memperlihatkan banyak kekeliruan mindset, tapi sering terasa dekat dengan kita. Dari karakter Park Seong A dan Bae Gyeon Woo, kita belajar bahwa niat baik pun bisa jadi bumerang kalau tidak diiringi pola pikir yang sehat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team