Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
cuplikan drakor Money Game (x.com/CJnDrama)

Intinya sih...

  • Luka masa lalu membuka ruang empati

  • Penokohan misterius, dekat dengan realita

  • Keterbatasan pilihan sang villain

Drama Korea terkenal dengan kemampuannya menciptakan karakter antagonis atau villain yang sulit dibenci. Bukan cuma itu, drakor juga kerap membuat kita bingung harus di pihak protagonis atau iba pada mereka. Penonton justru lebih sering ingat luka masa lalu sang villain dari pada tindakan kejamnya. Dari penceritaan yang detail dan emosional, drakor mengajak kita melihat lebih dalam bahwa kejahatan tidak lahir dari tangan kosong.

Hal ini mungkin lebih dari sekali dialami para pencinta drakor. Semua itu ada alasannya, kok. Inilah jawaban untuk kamu yang kerap bertanya mengapa banyak orang mudah simpati pada villain di drakor. Simak ulasannya, yuk!

1. Luka masa lalu yang membuka ruang empati

cuplikan drakor The Smile has Left Your Eyes (x.com/CJnDrama)

Salah satu trik paling efektif dalam drama Korea adalah memperlihatkan masa lalu sang antagonis. Penonton diajak melihat langsung bagaimana trauma, kehilangan, atau penolakan membentuk mereka jadi sosok yang keras dan penuh kebencian.

Sebut saja antagonis yang tumbuh dalam keluarga penuh kekerasan. Mereka seringkali menunjukkan kejahatan dengan cara yang sama saat dewasa. Bukannya membenarkan tindakan mereka, drakor justru membuka ruang empati tentang bagaimana kalau aku yang ada di posisi dia?

Nah, pendekatan ini membuat penonton tak hanya menilai dari tindakan sekarang, tetapi juga dari proses yang membentuknya. Luka batin inilah yang kerap memicu simpati, meskipun sadar bahwa perilaku mereka tetap salah.

2. Penokohan yang misterius, tapi dekat dengan realita

cuplikan drakor Alchemy of Souls: Light and Shadow (x.com/CJnDrama)

Tokoh antagonis di drakor jarang digambarkan sepenuhnya hitam atau putih. Sebaliknya, mereka seringkali abu-abu. Mereka punya sisi baik yang muncul di momen-momen tertentu hingga kita tersentuh dengan semua itu. Mungkin mereka menyayangi satu orang, setia pada sahabatnya yang terluka, atau punya kelemahan yang tidak diketahui orang lain. Sisi abu-abu inilah yang membuat penonton sulit untuk benar-benar membenci.

Di real life pun, tidak ada orang yang sepenuhnya jahat atau baik. Karakter seperti ini terasa realistis dan dekat dengan penonton. Bahkan jika mereka berakhir kalah atau hancur, kita tetap merasakan kehilangan.

3. Keterbatasan pilihan sang villain

cuplikan drakor Money Game (x.com/CJnDrama)

Drakor juga sering mengungkap latar belakang psikologis yang mendalam dari sang villain. Mulai dari gangguan kepribadian, trauma masa kecil, atau luka pengasuhan yang berasal dari faktor eksternal. Kita diperlihatkan bahwa mereka ada pada posisi tanpa pilihan, sehingga tindakan mereka sekarang bisa dipahami sebab akibatnya. Penonton yang mengikuti ceritanya sejak awal akhirnya merasa seperti mengenal sang antagonis.

Pemahaman ini memicu rasa iba dan simpati, meski tidak serta-merta memaafkan semua kejahatan. Kita jadi ingat bahwa perilaku jahat pun sering lahir dari pengalaman hidup yang penuh luka.

4. Menyentuh loss aversion penonton

cuplikan drakor Tale of the Nine Tailed 1938 (x.com/CJnDrama)

Penonton cenderung mudah tersentuh ketika melihat perbedaan drastis antara masa lalu dan masa kini sang antagonis. Misalnya, mereka yang dulu polos dan penuh harap, kini tak lebih dari sosok dingin yang hanya percaya pada kekerasan. Kontras inilah yang membuat tragedi mereka terasa lebih menyakitkan, sehingga untuk membenci pun rasanya tidak tega. Kita tidak hanya melihat penjahat, tapi juga melihat kehilangan apa saja di balik versi baik mereka. Dalam psikologi, ini disebut loss aversion, di mana kita lebih tergerak oleh sesuatu yang hilang dibandingkan sesuatu yang belum pernah kita miliki. Drakor memanfaatkan ini dengan sangat baik untuk membangun empati.

5. Kesempatan kedua yang memancing harapan

cuplikan drakor My Name (x.com/NetflxKR)

Tampaknya, menyisakan secercah harapan bahwa antagonis bisa berubah, menebus kesalahannya, atau menemukan jalan keluar menjadi tujuan drakor pada akhirnya. Penonton pun diam-diam berharap nantinya mereka sadar dan berhenti sebelum terlambat. Harapan ini muncul karena cerita tidak hanya memberi mereka label seorang penjahat secara keseluruhan, tapi juga memberi ruang kesempatan kedua. Di saat yang sama, ketika antagonis akhirnya menolak momen itu dan jatuh lebih dalam, penonton merasa dikhianati.

Ini karena penonton tenggelam dalam kecewa, marah, tapi juga tetap kasihan. Karena sudah mengenal dalam sang karakter sejak awal, penonton merasakan sendiri rasa kehilangan itu. Di sinilah kita tahu kalau drakor sukses membuat kita peduli, bahkan pada tokoh yang seharusnya kita benci.

Penonton drama Korea dibuat jatuh hati atau setidaknya luluh pada tokoh antagonis. Mudah simpati pada villain di drakor bukan berarti mendukung kejahatan yang mereka lakukan, melainkan terjebak dalam drakor yang turut menunjukkan sisi lain dari villain itu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team