Sutradara Ungkap Keunikan Drakor Pro Bono dari Drakor Hukum Lain

- Makna Pro Bono diterjemahkan ke dalam plot cerita dengan konkret
- Memberikan layanan bagi kaum marginal
- Karakter Kang Da Wit menjadi pemantik masalah sekaligus harapan solusi
Drama bertema hukum identik dengan ruang sidang megah, dialog teknis hukum yang rumit, dan duel argumen antarpengacara atau hakim yang dingin dan kaku. Penonton ada yang menikmati ketegangan tersebut, namun ada juga yang merasa bingung dan merasa asing. Di tengah drama hukum yang menegangkan, drakor satu ini justru datang dengan pendekatan yang lebih hangat dan down to earth.
Melalui tangan sutradara Kim Seong Yun, Pro Bono menghadirkan cerita hukum yang unik, lho. Tidak hanya soal menang atau kalah, melainkan juga menyentuh sisi humanis. Drakor ini menengok sisi hukum yang jarang disorot, seperti orang yang terpinggirkan, terlupakan, bahkan tidak memiliki akses untuk memperjuangkan haknya. Dilansir ChosunBiz, saat konferensi pers, Kim Seong Yun banyak bercerita tentang keunikan drakor ini, lho. Yuk, simak!
1. Makna Pro Bono yang diterjemahkan ke dalam plot cerita dengan konkret

Istilah pro bono mungkin terdengar asing bagi sebagian penonton. Namun bagi sutradara Kim Seong Yun, istilah ini adalah roh utama dalam plot cerita. Ia menjelaskan bahwa pro bono berasal dari bahasa Latin yang berarti demi kepentingan publik, sebuah prinsip yang menempatkan kepentingan manusia di atas keuntungan materi. Makna ini kemudian diterjemahkan ke dalam plot cerita dengan cara yang sangat konkret, lho.
Dalam konferensi pers, ketika sutradara Kim Seong Yun ditanya tentang perbedaan drama ini dengan drama bertema hukum lainnya, ia berkata, "PROBONO berasal dari bahasa Latin. Artinya 'untuk kepentingan umum.' Frasa itu sekarang diartikan sebagai pengacara yang memberikan konsultasi hukum gratis setiap tahun. Saat ini juga sering digunakan untuk merujuk pada para profesional yang menyumbangkan bakat mereka secara cuma-cuma. Dalam drama kami, firma hukum diharuskan menangani sekitar 20 hingga 30 jam litigasi kepentingan umum setiap tahun, jadi kami mengumpulkan semua itu ke dalam tim khusus dan menyebut tim itu PROBONO," ujarnya, dilansir ChosunBiz.
Sang sutradara menjelaskan bahwa dalam drakor Pro Bono, firma hukum diharuskan menangani sekitar 20 sampai 30 jam litigasi kepentingan umum per tahun. Dari sini, penonton diajak merasakan bahwa hukum bukan sekadar sistem, melainkan jembatan yang seharusnya hadir bagi semua kalangan, terutama mereka yang paling membutuhkan.
2. Memberikan layanan bagi kaum marginal

Salah satu keunikan paling mencolok dari drakor Pro Bono terletak pada kasusnya yang dialami kaum marginal. Drakor ini justru membuka cerita dengan tokoh yang sering dianggap tidak penting. Misalnya saja, di episode pertama menghadirkan anjing liar sebagai pusat konflik.
Sutradara Kim Seong Yun melanjutkan, "Perbedaannya dengan drama hukum lainnya adalah kasus-kasus kepentingan publik ini memberikan layanan bagi masyarakat marginal yang tidak mampu membayar jasa hukum. Episode 1 dan 2 menampilkan seekor anjing liar sebagai protagonis; episode 3 dan 4 menampilkan seorang anak penyandang disabilitas sebagai protagonis; dan episode 5 dan 6 menampilkan seorang menantu perempuan pekerja asing sebagai protagonis. Dari protagonis dengan kisah-kisah yang begitu menyakitkan, kisah-kisah tersebut berkembang dan mengangkat isu-isu dalam masyarakat Korea."
Melalui drakor Pro Bono, penonton dapat melihat bahwa hukum bukanlah sebuah barang mewah, melainkan sesuatu yang dapat dijangkau oleh semua kalangan, bahkan untuk hewan. Kisah-kisah ini tidak disajikan untuk memancing iba semata. Penonton pun dapat merenung tentang empati yang kadang terabaikan.
3. Karakter Kang Da Wit menjadi pemantik masalah sekaligus harapan solusi

Karakter Kang Da Wit menjadi elemen penting yang membedakan drakor Pro Bono dari drama hukum lain. Ia bukan sosok idealis yang membela kepentingan publik sejak awal, melainkan hakim ambisius yang terbiasa hidup nyaman dan mengejar status sosial. Sutradara Kim Seong Yun menegaskan bahwa karakter Kang Da Wit adalah sosok pemicu isu.
"Secara khusus, karakter Kang Da Wit adalah tokoh yang memicu isu. Peristiwanya sebenarnya sangat kecil, tetapi kami mengembangkannya menjadi sebuah episode yang mengguncang seluruh negeri. Proses pengembangan itulah yang terasa menegangkan, jadi saya berharap penonton menyimaknya dengan saksama,” ujarnya.
4. Naskah yang menyenangkan hingga membuat sang sutradara menangis

Alasan terbesar sutradara Kim Seong Yun menggarap drakor Pro Bono adalah kekuatan naskahnya yang menyenangkan. Bahkan, sampai membuat sang sutradara menangis saat syuting, lho, tepatnya saat mendengar putusan hakim. Menurutnya, Pro Bono adalah jenis cerita yang ingin didengar banyak orang karena menunjukkan betapa kuatnya sebuah narasi yang berpihak pada kemanusiaan.
Sutradara Kim Seong Yun berkata, "Yang memotivasi saya untuk membuat drama ini adalah naskahnya yang sangat menyenangkan. Tidak hanya karakter-karakternya yang hidup, tetapi juga pandangan hangat dan harapan penulis terhadap masyarakat tersampaikan. Ini pertama kalinya saya menangis saat syuting drama; saya sampai meneteskan air mata saat putusan hakim. Saya pikir ini mungkin jenis cerita yang ingin didengar orang. Naskah ini menunjukkan kekuatan sebuah cerita, dan harapan itu disampaikan melalui Park Ki Ppeum (So Joo Yeon). So Joo Yeon memiliki ketulusan yang hanya dimiliki Ki Ppeum. Karena Ki Ppeum ada, bahkan ketika hakim materialistis Kang Da Wit (Jung Kyoung Ho) melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, cerita tetap mempertahankan pusat gravitasinya dan dapat dinikmati dengan menyenangkan. Naskahnya ditulis dengan sangat baik," katanya.
5. Pertama kali menyutradarai drakor bertema hukum

Kim Seong Yun mengakui bahwa drakor Pro Bono adalah salah satu proyek tersulitnya. Format episodik dengan kasus berbeda membuat drama ini menuntut pembangunan karakter yang intens dalam waktu terbatas. Belum lagi proses casting yang sulit. Setiap episode memperkenalkan wajah-wajah baru, latar belakang yang kompleks, dan sentuhan emosi yang harus langsung terasa.
Fun fact-nya adalah ini pertama kalinya sutradara Kim Seong Yun membina drakor hukum, lho. Ia mengatakan, "Setiap kali mengerjakan sebuah drama, saya selalu merasa itu sangat sulit. Awalnya saya pikir drama ruang sidang akan lebih mudah-bukankah cukup syuting di dalam ruang sidang saja? Namun, drama ini justru sangat sulit karena bersifat episodik. Selain itu, karena tokoh utamanya adalah pihak-pihak dalam perkara kepentingan publik, banyak orang yang belum dikenal muncul. Ada banyak hakim, pengacara, dan kasus baru, sehingga membangun karakter menguras banyak energi. Proses casting juga sulit, tetapi untungnya para aktor yang sesuai dengan perannya akhirnya bergabung, dan itu sangat melegakan," ungkapnya.
Pro Bono membuktikan bahwa drakor hukum tidak harus dingin, kaku, dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Harapan selalu ada. Satu tindakan baik dapat memberi arti, sekecil apapun itu.


















