Tendensi Merendahkan Fans KPop, Ada Kaitannya dengan Bias Gender

Ada studi menarik soal ini, baca yuk!

Kalau suporter sepak bola kerap dilabeli anarkis alias susah diatur, stereotip yang melekat pada fans KPop tak kalah mengintimidasi. Mulai dari lebay, halu (delusional), sampai obsesif. Tak pelak, KPopers sering dapat cibiran di dunia nyata maupun media sosial. Bahkan beberapa mengasosiasikan kegemaran seseorang terhadap KPop sebagai bendera merah dalam hubungan. 

Namun, bukankah menggemari sesuatu itu hak prerogatif masing-masing individu selama tidak merugikan orang lain? Jawabannya ternyata tidak sesederhana itu. Ada beberapa hal yang melandasi tendensi masyarakat meremehkan fans KPop. Mari bahas lewat sejumlah studi menarik berikut.

1. Ada studi menarik yang membandingkan penggemar KPop dengan suporter tim olahraga

Tendensi Merendahkan Fans KPop, Ada Kaitannya dengan Bias GenderBLACKPINK di tengah lautan penggemarnya (instagram.com/blackpink)

Meremehkan KPopers alias penggemar KPop ternyata berkaitan erat dengan bias gender. Kaya Mendelsohn dalam tulisannya untuk publikasi ilmiah mahasiswa New York University, Applied Psychology OPUS berjudul 'Gender in Fandom' mencoba membandingkan basis penggemar boyband KPop yang didominasi perempuan dengan suporter tim olahraga yang mayoritas laki-laki. 

Dalam studi tersebut Mendelsohn menemukan kalau banyak kelakuan suporter tim olahraga yang dinormalisasi atau dianggap biasa. Misalnya saja agresif dan ekspresif. Sebaliknya, basis penggemar boy group KPop dianggap menyalahi norma. Contohnya ketika mereka menyuarakan ketertarikan fisik atau seksual terhadap idol. Kaitannya erat dengan bias gender yang secara normatif menganggap perempuan tidak seharusnya mengekspresikan hasrat seksual tersebut secara terang-terangan. 

Penggemar KPop juga seringkali dianggap sebagai entitas yang tidak serius dan kekanak-kanakan alias labil. Itu berkaitan dengan sifat boy group yang cenderung tak langgeng (akan bubar atau hiatus setelah beberapa tahun berkarier). Beda dengan klub olahraga yang cenderung stabil, bisa bertahan hingga puluhan bahkan ratusan tahun. Hal ini secara tak langsung mendorong munculnya perasaan superior di tengah suporter tim olahraga. Ketika penggemar KPop didorong untuk merasa bersalah atas kegemaran mereka, suporter tim olahraga justru semakin bangga dengan identitas mereka. 

2. Fans KPop ternyata aktif dalam pergerakan sosial politik di media sosial

Tendensi Merendahkan Fans KPop, Ada Kaitannya dengan Bias GenderNCT berpose dengan penggemarnya saat konser di Osaka, Jepang (instagram.com/nct)

Padahal KPopers bukan komunitas yang layak diremehkan. Mereka terkenal cukup aktif berpartisipasi dalam gerakan sosial politik, terutama di media sosial. Tercatat fans KPop pernah menyuarakan isu inklusivitas ras dan gender, kesehatan mental, pemberdayaan perempuan, perdamaian dunia dan kemanusiaan, bahkan terlibat dalam kampanye politik dalam pemilu. Ini pernah terjadi pada pemilu Amerika Serikat 2020 saat mereka menyuarakan ketidaksetujuan pada salah satu calon presiden. 

Menariknya, pola serupa tampak di Indonesia jelang Pemilu 2024. Sebagian KPopers menyuarakan dukungannya pada salah satu pasangan capres dan cawapres. Bahkan menyertakan istilah dan atribut yang biasa mereka pakai untuk idol kesukaan mereka. Artinya, penggemar KPop adalah massa yang aktif dan melek isu sosial-politik. Jauh dari persepsi masyarakat yang cenderung meremehkan kapasitas intelektual dan keseriusan mereka. 

Baca Juga: 7 Idol KPop Cewek yang Ikut Audisi Bareng Temannya, Gak Sendirian!

3. Konser artis KPop juga terbukti relatif lebih tertib

Tendensi Merendahkan Fans KPop, Ada Kaitannya dengan Bias Gendersalah satu konser boy group Korea BTS (instagram.com/bts.bighitofficial)

Stereotip lain yang berhasil dipatahkan oleh fans KPop adalah bukti bahwa konser artis idola mereka relatif berjalan tertib dan lancar. Mulai dari penukaran tiket sampai hari-H, tak ada masalah yang berarti. Sedikit berbeda dengan beberapa konser artis mancanegara lain di Indonesia yang rawan masalah, terutama yang punya basis penggemar besar di negeri ini. 

Masih ingat tentunya kasus rusuhnya konser Bring Me The Horizon di Jakarta pada 2023 lalu yang disebabkan penghentian acara tiba-tiba oleh kru band karena ketidaklayakan panggung dan masalah teknis lainnya. Saat itu warga Twitter, terutama para Kpopers menyorotinya dan membandingkan dengan pengalaman mereka sendiri saat nonton konser idol yang relatif tertib serta lancar. 

Fans KPop pun bukan komunitas yang sempurna. Sebagian memang menunjukkan tanda-tanda toksik dan obsesif berlebihan. Namun, bukan berarti itu bisa jadi justifikasi untuk meremehkan bahkan menolak eksistensi mereka di masyarakat. Sebaliknya, lihat sisi positif mereka dalam pergerakan sosial politik, penggerak roda perekonomian, serta medium ekspresi serta pemberdayaan perempuan.  

Baca Juga: Dugaan Pelecehan Saat Acara Boygrup, Security Pegang Tubuh Fans

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya