Liputan "IWF 2021 - MasterClass Hybrid Working & Wellbeing”, Senin (27/9/2021). IDN Times/Tyas Hanina
Tahun kedua masa pandemik COVID-19 memberikan banyak pelajaran. Salah satunya bagi Silvia adalah kesadaran bahwa hidup semua orang menjadi gak seimbang. "Mungkin kita gak merasa kita lagi gak seimbang. Tapi, udah pasti hidup gak seperti sembelumnya. Rumah sudah menjadi sekolah, kantor, sekaligus day care center," pungkasnya.
Baginya hal ini juga menjadi pengaruh besar terhadap tekanan emosi yang lebih dahsyat. Ia mengatkaan, "Emosi yang sekarang kita rasakan pun lebih intens dibandingkan sebelum pandemik. Seakan kita dipaksa untuk menghadapi problem yang bermunculan".
Ia memberi contoh, mungkin ada orang-orang yang sejak lama merasa gak cocok dengan pasangannya. Tetapi, permasalahan hubungan mereka bisa jadi lebih parah ketika mereka 'terjebak' untuk beraktivitas di dalam rumah. Kemudian, emosi yang intens ini juga bisa merembet kepada hal lainnya, amarahnya bisa terbawa saat sedang mengurus anak atau menyelesaikan pekerjaan kantor.
"Banyak sekali emosi kemarahan, kesedihan, sampai kekesalan yang sering kita lewatin dan bikin sakit hati. Tapi, banyak juga dari kita yang memilih untuk ngumpetin emosi-emosi itu dan berharap perasaan itu gak muncul lagi," ujarnya. Emosi yang terpendam membuat alur kehidupan kita semakin berjalan gak seimbang.
Untuk berdamai dari perasaan itu, ia menyarankan untuk banyak melakukan refleksi dan belajar mengekspresikan diri sendiri. "Di dalam pikiran dan tubuh kita itu ada konflik. Pernah gak kita merefleksikan kenapa semua ini terjadi? Penyebabnya karena kita terlalu banyak mikir dan gak mendengarkan isi hati kita," tambahnya.