5 Mitos Seputar Karier Impian, Bisa Menjebak Ambisimu Sendiri

Meraih karier impian sering kali jadi narasi yang dikemas manis di media sosial, seminar motivasi, sampai meja makan keluarga. Tapi di balik semua itu, gak sedikit orang yang justru merasa terjebak dalam ekspektasi yang diciptakan oleh mitos seputar karier ideal. Mitos-mitos ini bisa jadi sumber tekanan mental, bikin overthinking, bahkan membuat seseorang kehilangan arah di tengah jalan karena merasa harus memenuhi standar yang belum tentu cocok dengan dirinya.
Karier itu bukan sekadar soal titel keren atau pekerjaan yang kelihatan wah di mata orang lain. Kadang justru yang kelihatan “impian” dari luar bisa jadi mimpi buruk yang membelenggu dari dalam. Makanya penting buat tahu mana yang fakta dan mana yang cuma mitos, supaya gak terjebak ambisi kosong yang bikin lelah sendiri. Yuk, bongkar satu per satu mitos yang sering banget dipercaya mentah-mentah!
1. Kalau kerja sesuai passion, hidup bakal bahagia selamanya

Kedengarannya ideal, tapi realitanya gak semulus itu. Bekerja sesuai passion memang bisa bikin semangat di awal, tapi ketika passion dijadikan satu-satunya bahan bakar, lama-lama bisa loyo juga. Tekanan, deadline, ekspektasi bos, bahkan rutinitas harian tetap akan hadir walau pekerjaan itu awalnya dicintai. Passion juga bisa berubah seiring waktu, dan itu normal.
Banyak orang yang justru kehilangan cintanya pada passion karena dijadikan tuntutan karier. Hal-hal yang dulu bikin hati hangat, bisa berubah jadi sumber stres kalau terus-menerus dieksploitasi demi cuan. Kadang, lebih sehat untuk menyeimbangkan passion dengan realitas hidup, bukan menjadikannya satu-satunya jalan. Passion itu bahan tambahan, bukan satu-satunya resep kebahagiaan.
2. Karier impian itu harus sesuai jurusan kuliah

Pernah denger kalimat, “Sayang dong kuliah mahal-mahal tapi kerjanya beda jurusan”? Kalimat ini udah kayak mantra yang menghantui banyak orang saat mulai melenceng dari jalur akademik. Padahal dunia kerja jauh lebih fleksibel daripada dunia perkuliahan. Banyak skill yang transferable dan bisa dipelajari di luar bangku kuliah.
Faktanya, banyak profesional sukses yang justru berkembang di bidang yang gak nyambung sama latar belakang pendidikan mereka. Bukan selalu soal ilmunya, tapi bagaimana cara adaptasi, belajar cepat, dan mengeksekusi. Karier impian gak harus linear, kadang justru yang zigzag malah lebih kaya pengalaman dan insight.
3. Semua orang punya satu karier impian yang harus dikejar mati-matian

Mitos ini bikin banyak orang merasa harus menemukan “the one” dalam karier, kayak nyari jodoh sejati. Padahal hidup itu dinamis, dan preferensi bisa berubah. Karier impian gak harus satu dan konstan, bisa jadi di usia 20-an tertarik jadi desainer, tapi di usia 30-an lebih nyaman jadi manajer proyek. Gak ada yang salah dengan berubah pikiran.
Fokus pada satu tujuan secara fanatik kadang justru bikin seseorang menutup diri dari peluang yang bisa jadi lebih cocok. Dunia kerja selalu berkembang, begitu juga dengan manusia. Bukan soal mengejar satu mimpi habis-habisan, tapi terus mengevaluasi dan menyesuaikan arah sesuai pertumbuhan diri sendiri.
4. Sukses itu kerja di perusahaan besar dan terkenal

Nama besar perusahaan memang bisa jadi kebanggaan, apalagi kalau bisa update LinkedIn dengan logo brand yang udah go international. Tapi sukses gak selalu datang dari gedung pencakar langit atau meja kerja ergonomis di coworking space hits. Banyak orang yang justru merasa kosong walau kerja di tempat bergengsi, karena ternyata bukan itu yang mereka cari.
Sukses itu sangat personal, dan tiap orang punya definisi sendiri. Ada yang merasa puas saat bisa kerja dari rumah sambil ngurus keluarga, ada juga yang bahagia saat bisa bangun bisnis kecil tapi punya waktu luang buat traveling. Perusahaan besar bukan satu-satunya indikator keberhasilan, dan gak semua orang cocok tumbuh di dalamnya.
5. Kalau belum mencapai karier impian di usia 30, berarti gagal

Tenggat waktu buatan sosial media kadang bikin orang lupa kalau tiap orang punya ritme hidup berbeda. Usia 30 sering dijadikan patokan seolah semua harus sudah settle seperti karier mapan, penghasilan stabil, mungkin juga rumah sendiri. Padahal banyak kisah sukses justru dimulai setelah usia itu, dan gak ada yang salah dengan berkembang agak belakangan.
Gagal itu bukan soal terlambat, tapi berhenti mencoba. Hidup bukan lomba lari cepat, melainkan maraton panjang yang butuh strategi, istirahat, dan adaptasi. Selama masih bergerak, masih belajar, dan masih jujur pada diri sendiri, gak ada yang perlu dikhawatirkan soal waktu.
Mitos-mitos soal karier impian bisa jadi bumerang kalau diterima mentah-mentah tanpa refleksi. Ambisi itu penting, tapi lebih penting lagi untuk tahu arah dan maknanya buat hidup secara keseluruhan. Jangan sampai ambisi jadi jebakan yang bikin lupa menikmati proses. Karier impian seharusnya jadi perjalanan yang bermakna, bukan tekanan yang menguras energi.