5 Tahap Perkembangan Karier yang Rentan Mengarah ke Quiet Quitting

- Tahap adaptasi panjang tanpa kepastian arah.
- Tahap kompeten tapi tidak diposisikan.
- Tahap stabil secara finansial tapi stagnan secara peran.
Perjalanan karier tidak selalu berjalan lurus ke atas, meskipun dari luar terlihat stabil dan aman. Banyak orang tetap bekerja dengan baik, menyelesaikan tugas, dan memenuhi tanggung jawab tanpa merasa benar-benar terhubung secara emosional. Di titik inilah quiet quitting sering muncul, bukan sebagai bentuk kemalasan, melainkan sebagai respons terhadap dinamika karier yang pelan-pelan melelahkan dan menguras energi batin.
Fenomena ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan tumbuh perlahan dari fase-fase tertentu dalam perjalanan profesional seseorang. Quiet quitting sering kali terasa masuk akal ketika perkembangan karier tidak lagi sejalan dengan ekspektasi pribadi maupun kebutuhan emosional. Untuk memahami hal ini lebih jauh, ada beberapa tahap perkembangan karier yang paling rentan mengarah ke quiet quitting.
1. Tahap adaptasi panjang tanpa kepastian arah

Di fase ini, pekerja sudah melewati masa belajar dasar dan memahami ritme kerja sehari-hari. Namun, jalur karier ke depan masih terasa kabur dan jarang dibicarakan secara terbuka. Tugas yang dikerjakan cenderung berulang dengan variasi yang minim, sehingga hari-hari kerja terasa berjalan di tempat.
Ekspektasi perlahan meningkat seiring waktu, sementara ruang belajar dan eksplorasi justru menyempit. Adaptasi yang awalnya terasa menantang berubah menjadi rutinitas yang datar. Quiet quitting muncul ketika usaha yang konsisten tidak lagi terasa membawa seseorang ke tujuan yang lebih jelas atau bermakna.
2. Tahap kompeten tapi tidak diposisikan

Kemampuan kerja sudah diakui oleh rekan dan atasan dalam bentuk kepercayaan. Sayangnya, kepercayaan ini lebih sering diterjemahkan sebagai tambahan beban kerja tanpa kejelasan peran. Tanggung jawab bertambah, tetapi posisi tetap sama.
Tidak ada pengakuan formal yang mengikuti peningkatan kontribusi tersebut. Seseorang mulai merasa dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan, tetapi tidak benar-benar dipertimbangkan dalam perencanaan karier. Quiet quitting menjadi respons alami saat kontribusi besar tidak diiringi dengan arah dan penghargaan yang sepadan.
3. Tahap stabil secara finansial tapi stagnan secara peran

Gaji dan benefit di tahap ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lingkungan kerja relatif aman, stabil, dan minim konflik terbuka. Dari luar, fase ini terlihat ideal dan sering dianggap sebagai posisi yang patut disyukuri.
Namun, stabilitas finansial tidak selalu sejalan dengan perkembangan peran. Tantangan baru semakin jarang muncul, begitu juga kesempatan untuk belajar hal yang berbeda. Quiet quitting hadir sebagai cara bertahan agar pekerjaan tetap berjalan tanpa harus menguras energi emosional yang semakin terbatas.
4. Tahap tanggung jawab lebih besar tanpa kontrol

Di tahap ini, seseorang mulai memikul dampak dari berbagai keputusan penting. Meski demikian, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan sering kali sangat terbatas. Risiko meningkat, tetapi kewenangan tetap berada di tangan orang lain.
Kondisi ini menciptakan tekanan yang sulit diungkapkan secara terbuka. Profesionalisme menuntut tetap bekerja maksimal meskipun kendali tidak sepenuhnya dimiliki. Quiet quitting menjadi batas personal yang dibentuk secara diam-diam agar beban mental tidak terus melebar.
5. Tahap ketidaksesuaian nilai dengan arah karier

Seiring bertambahnya pengalaman, nilai personal seseorang ikut berkembang. Hal-hal yang dulu dianggap wajar mulai dipertanyakan kembali. Arah perusahaan atau profesi terasa semakin tidak sejalan dengan prinsip yang diyakini.
Di tahap ini, konflik jarang muncul dalam bentuk penolakan terbuka. Banyak orang tetap bekerja sambil menjaga jarak emosional. Quiet quitting muncul sebagai ruang aman untuk berpikir sebelum mengambil keputusan karier yang lebih besar.
Quiet quitting sering disalahpahami sebagai tanda kurangnya etos kerja. Padahal, dalam banyak kasus, ia adalah respons terhadap fase karier yang tidak lagi memberi ruang tumbuh. Memahami tahap-tahap ini membantu melihat fenomena tersebut secara lebih adil. Karier bukan hanya soal bertahan, tetapi juga tentang menemukan makna yang tetap relevan seiring waktu.


















