Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AI Makin Canggih, Mungkinkah Mengancam Pekerjaan Manusia?

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.09 (2).jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)
Intinya sih...
  • Pekerjaan manusia akan tergantikan oleh AI, namun Budi menilai ini masih terlalu dini.
  • Pekerjaan repetitif akan digantikan oleh AI, namun otomatisasi sudah terjadi sebelum kemunculan AI.
  • Spesialis AI dan Machine Learning diprediksi mengalami pertumbuhan pesat, namun perlu effort untuk menggantikan tugas manusia.

Jakarta, IDN Times - World Economic Forum merilis Future of Jobs Report 2025 pada Januari lalu yang memprediksi sejumlah pekerjaan akan berkembang pesat. Hasil laporannya turut didorong oleh kemajuan peran Artificial Intelligence (AI). Pekerjaan yang mencakup spesialis big data, insinyur fintech, serta spesialis AI dan pembelajaran mesin, diprediksi akan mengalami pertumbuhan pesat.

Aloysius Budi Santoso, Chief Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk menanggapi perkembangan AI di Indonesia yang digadang-gadang mampu menggeser sejumlah pekerjaan dan peran manusia. Menurutnya, masih terlalu dini untuk bicara pengaruh AI terhadap sumber daya manusia.

"Jadi, buat saya terlalu dini untuk mengatakan berapa besar dampak daripada AI ini terhadap bisnis, terhadap human capital," ujarnya dalam program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times yang berlangsung di Studio IDN Times, Jakarta, Senin (21/7/2025). Budi menilai secara implementasi dalam industri, AI masih belum dapat diterapkan sepenuhnya, terlebih untuk menggantikan tugas manusia.

1. AI akan menggantikan pekerjaan manusia, Budi menilai ini masih terlalu dini

Ilustrasi AI. (pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi AI. (pexels.com/cottonbro studio)

Penerapan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia dinilai masih berada pada tahap yang sangat awal, terutama jika dikaitkan dengan akurasi hasil yang dibutuhkan untuk implementasi di sektor industri. Meski demikian, proses digitalisasi dan otomasi telah diterapkan dan terus dikembangkan. Di lingkungan PT Astra, transformasi digitalisasi dan otomatisasi telah diinisiasi sejak 2017 dengan inovasi Astra Digitalization Initiative.

Langkah ini menunjukkan, digitalisasi dan otomatisasi telah dilakukan secara konsisten sejak beberapa tahun lalu, termasuk dalam aspek human capital. Karenanya, telah banyak pekerjaan manusia yang diambil alih oleh digitalisasi sebelum AI mulai ramai menjadi sorotan.

"Masif kita melakukan digitalisasi dalam berbagai macam aspeknya, termasuk dari human capital. Jadi, otomatisasi digitalisasi. Nah, masuk ke dunia AI, kami sangat seksama melihat hal ini. Dalam arti gini, kita tidak mau mengimplementasikan hanya karena tren. Everything, termasuk yang kemarin dijelaskan, kita harus yakinkan bahwa ini creating the added value," jelas Budi.

Budi mengaku, proses penerapan dan perkembangan AI telah dipelajari dengan seksama. Berbagai pilot project juga telah dicoba. Akan tetapi, hal ini masih dalam proses peninjauan lebih lanjut. Menurutnya, implementasi AI tidak sederhana, banyak sekali teknikal, kemudian kepastian bahwa hal tersebut memang memberikan dampak, bukan sekadar efek halo. Terlebih, bagaimana AI merefleksikan sense of culture, itu lebih susah lagi.

"Jadi, kayak gitu-gitu saya kira, kalau konteks Astra dan saya yakin Indonesia, AI masih relatif dini. Tidak sesederhana kita baca-baca, AI bisa hebat begini-gini, real-nya ini yang sekarang kami sedang implementasi. Real-nya tidak sederhana itu. Kalau implementasi gampang, untuk meyakinkan betul-betul bahwa akhirnya ini memang bringing the added value, not only trend AI, we have to assure bahwa ini create the added value, bukan sekedar tren," tegas Budi. Ia juga menambahkan masih terlalu dini untuk mengukur berapa besar dampak AI terhadap bisnis, khususnya human capital.

2. Pekerjaan yang repetitif akan digantikan dengan AI, mungkinkah ini terjadi?

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.09 (1).jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)

Future of Jobs Report 2025 melaporkan bahwa perubahan teknologi, green transition, ekonomi, dan demografi akan membentuk pasar tenaga kerja secara global. Setidaknya, 39 persen key skills yang dibutuhkan pasar kerja, akan berubah pada tahun 2030. Keterampilan teknologi diproyeksikan akan mengalami peningkatan pesat dibanding skill lain, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan big data.

Saat ini, organisasi memperkirakan 34 persen tugas yang berkaitan dengan bisnis dilakukan oleh mesin, sementara sisa 66 persen dilakukan manusia. Diperkirakan, tingkat otomatisasi tugas akan semakin bervariasi pada tahun 2027, termasuk untuk tugas penalaran, pengambilan keputusan, hingga pemrosesan informasi dan data.

Lantas, apakah pekerjaan yang sifatnya repetitif akan digantikan oleh AI? Dalam lingkup PT Astra, Budi menyebutkan otomatisasi telah terjadi dan ini telah terjadi sebelum kemunculan AI, "Sebetulnya kalau sifat repetitif pun, bukan karena AI. Sebagai contoh, kami barusan establish namanya pabrik baru di Astra Daihatsu Motor yang quote unquote bisa sampai 98 persen otomasi. Jadi, output yang sejenis itu jumlah sumber daya manusia tinggal 20 persen orang. Bahkan, bisa dikurangi lebih lagi. Jadi, this is not AI, this is about the automation, digitalization, dan seterusnya. Dan itu udah real, kalau kami udah real. Pabrik-pabrik baru kami dengan input yang sama di Astra Honda Motor, di Astra AeroMotor, dan segala macam, sumber daya manusia tinggal 40 persen, terbaru mungkin tinggal 20 persen. Not AI."

Budi menilai, tugas manusia yang digantikan oleh mesin telah lama diimplementasikan. Akan tetapi, bagaimana mesin dan algoritma menggantikan tugas manusia sepenuhnya, bukanlah proses yang sederhana dan memerlukan modeling yang spesifik.

"Jadi, repetitif sebetulnya bukan AI sih. Menurut saya otomasi aja, digitalisasi, itu sudah bisa menggantikan. Nah, AI teoritis menjadi lebih canggih. Tapi real-nya, dalam pengalaman saya sekarang mengimplementasikan lagi dalam pilot, itu exercising-nya tidak sederhana. Belajar prompting dan sebagainya. Modeling terhadap case, misalnya case interview recruitment, itu gak bisa pakai ChatGPT," terangnya lagi.

3. Budi menilai ChatGPT banyak halunya, butuh effort untuk gantikan tugas manusia

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.08.jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)

Spesialis AI dan Machine Learning diprediksi akan menjadi pekerjaan yang mengalami pertumbuhan paling pesat. Disebutkan dalam Future of Jobs Report 2025, pekerjaan dengan bidang teknologi akan mengalami tren kenaikan. Sementara mayoritas pekerjaan yang akan menunjukkan penurunan signifikan adalah pekerjaan administrasi atau kesekretariatan, seperti teller bank, petugas pos, kasir, dan petugas tiket.

Ia mengemukakan, "Kalau lihat di media, itu kan secara ekstrem, bahkan sampai pekerjaan konsultasi pun katanya bisa digantikan oleh AI. Let's see, real-nya apa. Karena saya coba AI sendiri, saya coba secara personal dalam konteks Astra, pekerjaan ya, bukan ChatGPT, itu banyak halunya. Banyak halunya. Jadi, even not only belajar prompting-nya, tapi creating modeling-nya dan segala macam, itu kalau mau real create add value, itu butuh effort, butuh database, dan perlu diuji berkali-kali."

Pekerjaan yang muncul dan menjadi sorotan akan sangat berkaitan dengan teknologi, masih menurut laporan Future of Jobs. Budi menjelaskan bahwa dalam konteks Astra, perusahaan akan merekrut talenta yang sudah memiliki spesialisasi di bidang AI atau pun mengembangkan kemampuan tersebut secara internal.

"Basically sih both. Basically kami punya strategi dua-duanya. Tapi seperti tradisi Astra, men-develop orang internal kami utamakan, tapi pro hire yang memang various specific, yang kalau kita develop itu butuh waktu lama, kita lakukan. Kira-kira tetap mekanisme dan strateginya seperti itu."

Ia menambahkan, "Karena di luar pun juga relatif yang benar-benar tahu AI juga belum terlalu banyak, yang benar-benar ahli."

4. Bahaya AI mengancam anak muda, bahkan ada yang lakukan tahap rekrutmen pakai AI

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.09.jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)

Efektivitas AI tidak terlepas pada prompting atau teknik memberikan instruksi yang spesifik untuk memperoleh informasi baru. Metode ini perlu dikaji secara mendalam untuk menghasilkan analisa yang baik.

Budi mencontohkan, level akurasi tools AI yang dibuat khusus HR dengan ChatGPT yang umum, memiliki tingkat keakuratan berbeda. Sebab, tools AI yang dibuat khusus untuk sektor yang spesifik, lebih fokus mengembankan kebutuhan bidang tersebut, sehingga develop AI dan repository kian spesifik. Baginya, AI harus diajarkan secara terus-menerus untuk menghasilkan output yang diinginkan.

Ditanya apakah AI mungkin menghasilkan analisis yang sangat akurat, Budi berpendapat, "Yes, kalau, tools-nya sudah sangat canggih dan modeling-nya memang sudah di-exercising untuk case tersebut."

Selain menanggapi perkembangan AI yang kian mutakhir, Budi juga menyoroti bahaya yang membayangi generasi muda.

"Yang paling bahaya dengan dia adalah anak sekarang itu kan gak terlalu banyak yang suka deep. Bahkan kami pernah rekrut itu pakai alat-alat gitu. Begitu kita cecar, what is the rational behind argumentasi itu, mati dia. Itu yang lebih bahaya sebetulnya," ujarnya.

5. Lantas bagaimana The Future of Work? Art dipercaya memegang elemen penting di masa depan

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.09 (2).jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)

Dunia kerja turut mengalami pergeseran seiring waktu. The Future of Work mengacu pada pandangan strategis yang bertumpu pada tren global dan kebutuhan bisnis pada masa depan. Pandangan ini mencakup bagaimana pekerjaan akan berubah sehingga tenaga kerja dan tempat kerja dapat mempersiapkan diri.

Budi menjelaskan, The Future of Work menjadi istilah yang muncul dari proses revolusi industri 4.0. Ia mengungkapkan, revolusi industri 4.0 itu menjadi tema besar tahun 2016 di World Economic Forum dan section sumber daya manusia itu yang disebut sebagai The Future of Work.

"Sebetulnya, The Future of Work itu sudah kita alami sekarang. Bagaimana kemudian tadi berkembang teknologi-teknologi dalam konteks sumber daya manusia. Bagaimana pola kerja itu kemudian juga bisa bervariasi. Mulai daripada offline, hybrid, sampai pada online. Di mana kemudian masalah skill itu berkembang dengan pesat, terutama mendukung advanced technology yang basisnya adalah STEAM," paparnya.

Budi menegaskan pertumbuhan pekerja akan semakin berkonsentrasi pada keterampilan berbasis STEAM, yakni Sains, Teknologi, Engineering, Art, dan Matematika. Ya, art menjadi elemen penting dalam The Future of Work. Inilah yang menjadikan pekerjaan tetap humanis.

"Secara kajian pada waktu itu di World Economic Forum dan segala macam, kan revolusi industri 4.0 itu penggeraknya adalah advanced technology. Advanced technology, create disruption. Nah, kemudian teknologi sangat konteksual terhadap science, matematik, dan sebagainya. Tapi, jangan sampai orang jadi robot. Maka, kemudian tetap harus dikembangkan art-nya sehingga dia tetap be a human," papar dia.

6. Pada akhirnya, pekerjaan terbaik adalah yang sesuai talenta dan passion

WhatsApp Image 2025-07-21 at 17.40.10.jpeg
Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)

Di tengah perubahan dan perkembangan teknologi, kebutuhan tenaga kerja mungkin turut terpengaruh. Akan tetapi, Budi beranggapan bahwa pekerjaan terbaik bukan semata-mata soal jenis profesi atau jurusan kuliah yang dipilih. Ia menekankan bahwa talenta dan passion adalah kunci utama yang akan membuat seseorang tetap relevan.

Budi berpesan, "Buat saya, at the end, dia (pencari kerja) harus mempertajam passion, dia mempertajam talentanya, dia melihat di mana dia betul-betul akan menjadi yang terbaik. Karena menurut saya, di mana pun akan tetap punya tempat. Profesi apa pun akan punya tempat. Asal dia menjadi yang terbaik."

Mengakhiri sesi Real Talk with Uni Lubis by IDN Times, Budi optimis berbagai pekerjaan akan tetap eksis dengan adaptasi. Misalnya, profesi jurnalis akan tetap ada puluhan tahun mendatang, namun mungkin akan mengalami adaptasi terhadap mediumnya.

"At the end I, believe bahwa setiap orang akan tampil dengan paling masimal kalau dia berjalan sesuai dengan talentanya, dengan passion. Walaupun dalam real life kadang-kadang gak seindah itu ya," tutup Budi seraya tertawa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us