Chief of Corporate Human Capital Development PT Astra International Tbk, Aloysius Budi Santoso di acara Real Talk with Uni Lubis pada Senin (21/07/2025) (IDN Times/Alya Achyarini)
Future of Jobs Report 2025 melaporkan bahwa perubahan teknologi, green transition, ekonomi, dan demografi akan membentuk pasar tenaga kerja secara global. Setidaknya, 39 persen key skills yang dibutuhkan pasar kerja, akan berubah pada tahun 2030. Keterampilan teknologi diproyeksikan akan mengalami peningkatan pesat dibanding skill lain, termasuk kecerdasan buatan (AI) dan big data.
Saat ini, organisasi memperkirakan 34 persen tugas yang berkaitan dengan bisnis dilakukan oleh mesin, sementara sisa 66 persen dilakukan manusia. Diperkirakan, tingkat otomatisasi tugas akan semakin bervariasi pada tahun 2027, termasuk untuk tugas penalaran, pengambilan keputusan, hingga pemrosesan informasi dan data.
Lantas, apakah pekerjaan yang sifatnya repetitif akan digantikan oleh AI? Dalam lingkup PT Astra, Budi menyebutkan otomatisasi telah terjadi dan ini telah terjadi sebelum kemunculan AI, "Sebetulnya kalau sifat repetitif pun, bukan karena AI. Sebagai contoh, kami barusan establish namanya pabrik baru di Astra Daihatsu Motor yang quote unquote bisa sampai 98 persen otomasi. Jadi, output yang sejenis itu jumlah sumber daya manusia tinggal 20 persen orang. Bahkan, bisa dikurangi lebih lagi. Jadi, this is not AI, this is about the automation, digitalization, dan seterusnya. Dan itu udah real, kalau kami udah real. Pabrik-pabrik baru kami dengan input yang sama di Astra Honda Motor, di Astra AeroMotor, dan segala macam, sumber daya manusia tinggal 40 persen, terbaru mungkin tinggal 20 persen. Not AI."
Budi menilai, tugas manusia yang digantikan oleh mesin telah lama diimplementasikan. Akan tetapi, bagaimana mesin dan algoritma menggantikan tugas manusia sepenuhnya, bukanlah proses yang sederhana dan memerlukan modeling yang spesifik.
"Jadi, repetitif sebetulnya bukan AI sih. Menurut saya otomasi aja, digitalisasi, itu sudah bisa menggantikan. Nah, AI teoritis menjadi lebih canggih. Tapi real-nya, dalam pengalaman saya sekarang mengimplementasikan lagi dalam pilot, itu exercising-nya tidak sederhana. Belajar prompting dan sebagainya. Modeling terhadap case, misalnya case interview recruitment, itu gak bisa pakai ChatGPT," terangnya lagi.