TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demi Indonesia Lebih Baik, Alvinia Bentuk Komunitas Teman Autis  

Alvinia ingin ubah stigma individu autis di Indonesia  

Alvinia Christiany di Teman Autis (instagram.com/temanautis)

Menjalani kehidupan tentu tak jauh dari adanya stigma. Bisa dibilang, stigma menjadi hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Berkat adanya stigma, sudut pandang manusia terhadap suatu hal jadi lebih bervariasi.

Sayangnya, stigma selalu mengarah pada hal-hal yang buruk. Bukan tanpa alasan, stigma yang cenderung berkonotasi negatif sebenarnya bersumber dari konstruksi lingkungan dan masyarakat. Dampak yang diberikan pun tak main-main, bisa berpengaruh pada fisik atau nonfisik manusia.

Penyandang autis menjadi salah satu individu yang masih mendapatkan stigma buruk di Indonesia. Dilansir Simons Powering Autism Research, stigma negatif membuat penyandang autis dijauhi dari pertemanan, dirundung, bahkan dikucilkan oleh keluarga.

Hal tersebut ternyata dirasakan oleh Alvinia Christiany, co-founder komunitas Teman Autis. Melalui Teman Autis, Alvinia ingin mengenalkan autisme lebih dalam lagi bagi masyarakat Indonesia. Alvinia bermimpi menciptakan Indonesia yang lebih baik lagi untuk penyandang autis dan keluarga.

1. Teman Autis ada karena keresahan yang dirasakan Alvinia  

Teman Autis (instagram.com/temanautis)

Perkembangan stigma negatif pada individu autis di Indonesia sangat dirasakan oleh Alvinia. Pada 2017, sebelum Teman Autis terbentuk, Alvinia dan beberapa temannya kebetulan sudah mengadakan acara untuk meningkatkan kesadaran terkait autisme. Salah satunya bersama Ratih, founder Teman Autis.

Alvinia mengatakan bahwa perundungan pada individu autis marak terjadi di Indonesia. Hanya karena kondisi fisik dan mental yang berbeda, banyak orang menganggap individu autis patut dijadikan bahan bercanda. Bahkan, kata autis sendiri kerap dijadikan ledekan.

Berangkat dari fenomena tersebut, Alvina bersama rekan-rekannya menggagas untuk membentuk Teman Autis dan memperdalam ilmu terkait autisme. Pada awalnya, nama gerakan yang Alvinia buat bernama Light It Up Project, sebelum akhirnya menjadi Teman Autis.

"Kondisi autisme di Indonesia yang belum banyak diketahui membuat kita pengin sebarkan kesadarannya. Dengan mereka tahu apa itu autisme, individu autis jadi tidak dirundung lagi. Tujuan awal Light It Up adalah untuk meningkatkan kesadaran autisme," ujar Alvinia saat diwawancara pada Sabtu (26/11/2022).

Berawal dari keresahan yang dirasakan, Alvinia gencar mengadakan aktivitas bersama individu autis berserta orangtuanya, seperti mensosialisasikan autisme kepada pejalan kaki di Car Free Day Sudirman, Jakarta. Tak pernah disangka bila Teman Autis yang ia gagas sejak 2017 ini bermanfaat bagi pada individu autis dan keluarganya.

Baca Juga: Deretan Tokoh Perempuan Inspiratif Dunia Jadi Pembicara Forum R20

2. Alvinia jadikan Teman Autis sebagai wadah edukasi bagi orangtua dengan anak autis  

Teman Autis (instagram.com/temanautis)

Selama kurang lebih 4 tahun terbentuk, sudah banyak hal yang Alvinia lakukan bersama Teman Autis. Fokus utama Teman Autis awalnya untuk menyebarkan kesadaran terkait autisme di Indonesia. Namun, perlahan semakin banyak hal yang Alvinia berikan melalui Teman Autis.

Salah satu programnya yang kini sangat lancar dilakukan adalah direktori klinik terapi untuk individu autis dan komunitas yang menerima anak-anak dengan kondisi autisme. Teman Autis akan memberikan informasi terkait layanan klinik yang diminta. Hal tersebut memudahkan orangtua dengan anak autis untuk mendapatkan penanganan terbaik.

Melalui website www.temanutis.com, para orangtua dengan anak autis di seluruh Indonesia bisa mengetahui klinik yang bekerja sama dengan Teman Autis. Spesialnya, sudah ada 100 lebih klinik, tempat terapi, dan sekolah yang bisa dijumpai di website tersebut.

"Teman Autis juga membagikan artikel-artikel terkait autisme. Ada yang dari orangtua, dari ahli terkait hal-hal seperti bagaimana anak autis bisa mandiri ke toilet, dan lain sebagainya. Itu semua artikelnya ada di website," tambah perempuan yang berprofesi sebagai desainer interior tersebut.

Selain itu, Teman Autis juga melakukan sharing secara offline melalui beberapa event. Dari sana, para orangtua dan anak autis bisa mendapatkan ilmu baru yang langsung disampaikan oleh individu autis lainnya.

Gak cuma offline, Teman Autis sangat aktif berbicara melalui Instagram Live dan webinar yang dilakukan secara berkala, kurang lebih 1 bulan sekali. Menurut Alvinia, membagikan konten terkait autisme melalui media sosial, seperti Instagram dan Facebook, adalah hal paling mudah dan tepat.

3. Program konsultasi online kini sedang Alvinia kembangkan  

Teman Autis (instagram.com/temanautis)

Tak hanya sebagai sarana edukasi dan data terkait tempat kesehatan individu autis, website yang dimiliki Teman Autis semakin dimaksimalkan dengan adanya layanan konsultasi online. Memang masih dikembangkan, tetapi menurut Alvina, layanan tersebut sangat bermanfaat.

Adanya layanan konsultasi online di website Teman Autis digagas setelah Alvinia mendapat cerita dari salah satu orangtua dengan anak autis. Karena Teman Autis berbasis di Jakarta, para orangtua yang tinggal di luar kota tidak bisa bertemu secara langsung.

"Ada orangtua yang sempat bertanya pada admin Instagram terkait klinik (untuk individu autis) terbaik di Jakarta. Orangtua tersebut berasal dari luar Pulau Jawa dan akan terbang dari Sumatra ke Jakarta untuk terapi anaknya," cerita Alvinia.

Berkat cerita tersebut, Alvinia memiliki gagasan terkait konsultasi online antara orangtua anak autis dengan mitra kesehatan yang bekerja sama dengan Teman Autis. Jembatan baik ini sedang dikembangkan lebih baik lagi dan dalam tahap testing. Kalau sudah rapi, Teman Autis akan segera merilisnya.

4. Stigma masyarakat terkait penyandang autisme jadi tantangan tersendiri  

Teman Autis (instagram.com/temanautis)

Perjalanan Teman Autis membangun sebuah gerakan tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Di awal terbentuknya, Teman Autis yang masih "pemain baru" di dunia gerakan autisme terkendala dari segi membangun kerja sama dengan mitra dan sumber daya manusia.

Kedua kendala di atas bisa dihadapi dengan baik oleh Teman Autis. Namun, tantangan yang sebenarnya adalah pemikiran negatif masyarakat terkait autisme yang sampai saat ini masih mengakar. Alvinia dan tim Teman Autis merasa orang seperti itu masih belum mengenal dan mengetahui individu autis secara mendalam.

"Mungkin mereka (masyarakat) melihat anak autis ketika sedang tantrum, marah, nangis, sehingga dianggap bandel. Padahal, mereka tantrum karena kesulitan mengekspresikan emosinya dengan baik. Orang awam belum tahu sampai situ dan langsung menghakimi," tambah Alvinia.

Alvinia mengaku kesulitan menghadapi orang yang langsung menghakimi tanpa tahu sebab di baliknya. Namun, sudah jadi panggilan hati Alvinia dan Teman Autis untuk terus menyebarkan pemahaman dan mencoba memperlihatkan teman-teman autis secara nyata.

Baca Juga: Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang Difabel

Verified Writer

Fernanda Saputra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya