Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang Difabel

Tak ingin penyandang difabel dipandang sebelah mata  

Meraih mimpi bisa menjadi hak siapa saja. Tak peduli usia, ras, atau dari kalangan mana, semua orang boleh menorehkan mimpinya setinggi langit. Hal ini berlaku pula bagi mereka yang memiliki keterbatasan dalam hal fisik.

Keterbatasan fisik sering membuat orang merasa tak percaya diri untuk berkarya. Takut dipandang sebelah mata selalu membayangi. Namun, semua hal itu dipatahkan oleh Elmi Sumarni Ismau.

Elmi adalah salah satu anak muda asal Kupang, Nusa Tenggara Timur yang berhasil menginspirasi banyak orang melalui kontribusi positifnya. Menjadi seorang penyandang difabel tak lantas membuatnya patah semangat.

Bersama organisasi yang dibentuk, GARAMIN, Elmi memperjuangkan hak dan kesetaraan bagi para penyandang difabel untuk terus berkarya. Berkat gerakan ini, Elmi berhasil mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards 2021 dari Astra Indonesia.

1. Berawal dari mimpi, GARAMIN akhirnya terbentuk  

Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang DifabelElmi dalam salah satu acara GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni)

Isu terkait disabilitas awalnya belum menjadi perhatian Elmi. Pergerakan terkait hak penyandang difabel sudah ada sejak satu dekade yang lalu. Bahkan, Elmi pun sempat tergabung dalam organisasi dengan visi serupa.

Namun, Elmi mulai melek dan tertarik dengan isu disabilitas saat duduk di bangku kuliah. Ia dan teman-temannya semangat mempelajari semua hal terkait isu disabilitas. Bahkan, pada 2019 Elmi pun lolos Youth Exchange Forum yang membuatnya menuliskan impian-impiannya.

"Impian saya ingin membuat organisasi difabel dan melanjutkan sekolah hingga S2. Impian ini saya ceritakan pada teman-teman, saya ingin bikin organisasi ini, tapi di Sumba. Sebab, saya melihat teman-teman difabel di Sumba itu banyak sekali," tuturnya.

Tak disangka, mimpi Elmi serupa dengan teman-temannya yang lain sehingga terbentuklah GARAMIN pada 14 Februari 2020. Kini, organisasi difabel ini sudah beranggotakan sebanyak 25 orang dengan beragam latar belakang.

"Ketika kami membentuk GARAMIN, impian kami sebagai anak muda ingin belajar jadi seorang pemimpin. Kami adalah pemimpin masa depan," tegas Elmi.

2. Elmi ingin mengubah pandangan orang terhadap penyandang difabel  

Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang DifabelElmi dalam salah satu acara GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni)

Setiap manusia pasti memiliki pandangan terhadap manusia lain. Melalui GARAMIN, Elmi ingin mengubah mindset atau pandangan masyarakat terhadap penyandang difabel, termasuk pemerintah.

Menurut Elmi, selama ini masyarakat selalu memandang penyandang difabel sebagai orang yang lemah dan membutuhkan belas kasihan. Bersama GARAMIN, Elmi ingin mengubah semua pandangan buruk tersebut. Kini difabel berdaya, mereka bisa melakukan berbagai macam hal selayaknya orang-orang nondifabel lainnya.

"Selama ini kalau kami pergi ke pemerintahan, kamu selalu dikira mau memberi proposal dan minta uang. Padahal, kamu hanya mau silaturahmi dan menjalin pertemanan," kata Elmi saat diwawancara pada Kamis (16/12/2021).

Elmi bersama GARAMIN pernah datang ke pemerintahan saat Hari Natal. Dari situlah Elmi membangun tali silaturahmi bersama pemerintah untuk berkolaborasi. Menurutnya, mengubah mindset seperti itu dengan cara menjalin pertemanan.

Baca Juga: Kisah Elmi Sumarni Ismau, Menjaga Asa dan Perjuangan Difabel

3. Memberdayakan teman-teman difabel melalui banyak pelatihan  

Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang DifabelElmi dalam salah satu acara GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni)
dm-player

Tidak hanya ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap penyandang disabilitas, Elmi bersama GARAMIN juga bertekad memberdayakan teman-teman difabel. Salah satu cara yang sudah dilakukan adalah dengan menulis.

Elmi dan teman-teman GARAMIN melakukan penelitian terkait isu disabilitas. Selama ini hanya dosen dan mahasiswa yang melakukannya dan menjadikan penyandang difabel sebagai objek. Ini menjadi bukti bahwa penyandang difabel juga bisa melakukan penelitian. Selain itu, GARAMIN juga memiliki kegiatan jurnalisme yang bekerja sama dengan IOM.

Terdapat kelas menulis bagi teman-teman pengungsi dan difabel. Adanya kegiatan menulis ini bertujuan agar teman-teman difabel bisa menceritakan aktivitas mereka.

"Dengan menulis, banyak yang tahu cerita mereka dan akhirnya menginspirasi hingga memotivasi orang lain. Publikasi tentang difabel ini bisa mengubah mindset masyarakat terhadap penyandang difabel," kata Elmi.

4. Hambatan informasi menjadi salah satu kendala Elmi menjalankan GARAMIN  

Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang DifabelElmi dalam salah satu acara GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni)

Tak selalu berjalan mulus, melakukan sebuah pergerakan tentu ada saja hambatan di tengah jalan. Hal ini juga dirasakan oleh Elmi saat merintis GARAMIN. Menurutnya, hambatan yang paling dirasakan adalah akses lingkungan.

Terdapat 5 orang difabel dalam keanggotaan GARAMIN. Ketika ada undangan, tak jarang akses yang ada sangat tidak memadai, seperti tidak ada lift dan lainnya. Hal itu menjadi kendala yang dirasakan Elmi karena dirinya menggunakan wheelchair.

Selain itu, hambatan informasi juga menjadi kendala tersendiri. Sering kali dalam kegiatan webinar atau diskusi tidak ada juru bahasa.

"Misalnya teman-teman tuli, di dalam kegiatan itu tidak ada juru bahasa isyarat sehingga sulit memahami. Begitu pula dengan teman netra. Mereka tidak bisa melihat, sedangkan materinya di di-print," jelasnya.

Tak berhenti di situ, Elmi juga merasakan sikap masyarakat yang melihat organisasinya ini sebagai ajang charity juga menjadi hambatan. Namun, Elmi sadar bahwa masyarakat tersebut masih belum paham dengan isu disabilitas yang ia tekuni.

5. Peran GARAMIN selama masa pandemik COVID-19  

Bersama GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Perjuangkan Hak Penyandang DifabelElmi dalam salah satu acara GARAMIN (dok. pribadi/Elmi Sumarni)

GARAMIN terbentuk tak lama sebelum masa pandemik COVID-19 melanda Indonesia. Saat itu, Elmi dan teman-teman sedang ke Sumba Timur dan Barat untuk membangun relasi dengan pemerintah dan LSM. Ketika kembali ke NTT, pandemik sedang berlangsung.

Meski awalnya mengaku kebingungan ingin melakukan apa untuk GARAMIN, akhirnya hadirlah kegiatan pertama di masa pandemik berupa webinar. Bertajuk "Di manakah Penyandang Disabilitas Berada saat COVID Melanda NTT," webinar ini dihadiri pemerintah, teman-teman difabel, dan LSM.

Gak hanya itu, Elmi bersama GARAMIN juga menginisiasi vaksinasi COVID-19. Kebetulan, Elmi yang menjadi koordinasi vaksinasi pada saat itu. Bersama GARAMIN, Elmi membantu dari segi administrasi, seperti surat yang dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.

Salah satu hambatan ketika pendampingan vaksinasi adalah adanya penyandang difabel yang belum punya Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Kebanyakan yang tidak punya keduanya adalah penyandang difabel mental.

"Butuh perjuangan untuk mensosialiasaikan vaksinasi pada mereka. Pelan-pelan memberitahu kalau vaksinasi itu tidak berbahaya, tapi justru membantu kita," jelas Elmi.

Selain vaksinasi, GARAMIN juga mengejarkan cara mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan memakai masker dengan benar. Semua dilakukan demi kesehatan dan keselamatan teman-teman difabel selama hidup di tengah masa pandemik COVID-19.

Kiprah Elmi bersama GARAMIN demi mendapatkan hak dan kesetaraan untuk teman-teman difabel patut diapresiasi. Kontribusi positifnya sangat nyata dan membawa dampak baik bagi banyak orang. Kini saatnya kita sebagai generasi muda merangkul sesama tanpa memandang adanya perbedaan yang berarti.

Baca Juga: Dari Korban Jadi Relawan, Mariana Yunita Beri Edukasi Seks pada Anak 

Fernanda Saputra Photo Verified Writer Fernanda Saputra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya