TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Gaya Kepemimpinan Ambivert yang Patut Ditiru

Cocok untuk yang sedang belajar menjadi seorang pemimpin

Ilustrasi kepemimpinan (Pexels.com/Pixabay)

Dalam menjalankan lini bisnis dan organisasi, seorang pemimpin perlu memiliki sudut pandang helikopter di tengah situasi dan kondisi dunia yang tidak menentu. Sudut pandang helikopter artinya melihat suatu masalah dalam ruang lingkup yang luas dan besar. Tidak ada pemimpin yang dilahirkan dengan sifat dan karakter yang sempurna sesuai dengan standar masyarakat pada umumnya. Sebagai seorang pemimpin yang baik, sifat rendah hati dan keinginan belajar yang tinggi sangat penting untuk menjaga kualitas hidup. Pembelajaran sebagai seorang pemimpin pun tak akan pernah usai. 

Buat kamu yang sedang belajar sebagai seorang pemimpin, kamu bisa pertimbangkan untuk belajar dari gaya kepemimpinan ambivert. Ambivert merupakan kombinasi antara extrovert dan introvert. Melansir dari artikel yang berjudul Omnivert vs Ambivert Leader: Which Leadership Style is Better karya Abbas, N. dalam tulisannya melalui LinkedIn, seorang ambivert dinilai memiliki performansi kinerja yang baik dalam memimpin suatu bisnis atau organisasi. Ia memiliki sifat yang adaptif, wawas diri, kolaboratif, tangguh, dan pemecah masalah yang baik.

1. Adaptif

Adaptif (pexels.com/ Fauxels/)

Salah satu alasan mengapa seorang ambivert patut dicontoh dalam gaya kepemimpinannya yakni, memiliki sifat yang adaptif. Hidupnya bagaikan bunglon, yang bisa menyesuaikan diri sesuai dengan keadaannya. Beberapa alasan mengapa sifat adaptif harus mendarah daging selama kamu menjadi pemimpin:

  1. Mampu memberikan keputusan yang bijaksana di tengah-tengah kondisi dunia yang dinamis. Mengutip dari jurnal yang berjudul Adaptive Public Leadership karya Alma’arif bahwa 52 persen kemampuan adaptif dibutuhkan dalam memimpin bisnis di Indonesia;
  2. Pekerjaan menjadi lebih efektif karena sifat adaptif yang dengan cepat mampu menentukan arah ketika dihadapkan pada persimpangan jalan. Menjadi pemimpin yang efektif tentu saja dapat mengurangi hambatan pada bisnis yang sedang dijalani;
  3. Sifat adaptif akan menumbuhkan sifat inovatif. Seseorang dengan penyesuaian diri yang tinggi secara otomatis akan memberikan inovasi-inovasi untuk tetap bertahan di setiap situasi dan kondisi.

Baca Juga: 6 Tipe Gaya Kepemimpinan, Mana yang Paling Bagus?

2. Wawas diri

Mawas diri (pexels.com/Kampus Production/)

Kedua, ambivert memiliki sifat wawas diri. Seseorang dengan sifat wawas diri mampu mengendalikan dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang ambivert telah mengenali dirinya dari hal terlemah dan terburuk hingga hal terbaik selama ia hidup.

Sifat wawas diri yang baik merupakan ciri-ciri seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik. Melansir dari salah satu jurnal yang berjudul Analisis Independensi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja karya Yodareditiyo, L. dan Susilowati E. membuktikan bahwa seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Selain itu, ia dapat menciptakan situasi yang kondusif selama menjalankan tugasnya. Beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk menumbuhkan sifat wawas diri:

  1. Melakukan refleksi terhadap diri sendiri setiap hari;
  2. Mencatat dan menggarisbawahi setiap poin penting dari hasil refleksi. Catatan tersebut harus ditulis dengan jujur agar kamu mengalami perubahan yang nyata;
  3. Mencari solusi untuk setiap kelemahan dan mempertahankan setiap kelebihan.

3. Kolaboratif

Kolaboratif (pexels.com/Thirdman/)

Gaya kepemimpinan yang kolaboratif sangat dibutuhkan dalam bekerja. Setiap keputusan yang diambil perlu mempertimbangkan beberapa aspek dan dilakukan secara mufakat untuk mencapai tujuan bersama-sama. Menurut Isnawati, Ambrie, M., & Syafari, M. R. dalam jurnalnya yang berjudul Efektivitas Gaya Kepemimpinan Kolaboratif menuliskan 3 hal penting yang perlu diperhatikan selama berkolaborasi,

  1. Kemitraan. Kemitraan yakni menjalin hubungan kerja sama dengan 2 orang atau lebih. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selama bermitra yakni:
    • Berpikir berdua lebih baik daripada berpikir seorang diri;
    • Pastikan bahwa keduanya saling melengkapi dan saling membutuhkan:
    • Kontrak kerja yang jelas;
    • Visi dan misi yang sama.
  2. Kekuasaan. Kekuasaan dalam berkolaborasi artinya setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing;
    Melansir dari artikel yang berjudul How Do You Collaborate? karya Stephane M. bahwa dalam satu komunitas yang baik harus mengandung kolaborasi yang melahirkan tim. Setelah anggota dalam satu tim tersebut salah mengenal satu sama lain, dapat dipastikan setiap anggota dapat bergerak sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing. Bahkan, akan membangkitkan bakat-bakat yang baru.
  3. Akuntabilitas. Akuntabilitas dalam berkolaborasi adalah adanya suatu pelaporan dari hasil kinerja suatu komunitas yang dilakukan oleh seseorang kepada yang lain. 

4. Tangguh

Tangguh (pexels.com/Alena Darmel/)

Seorang ambivert memiliki ketangguhan dalam menghadapi permasalahan dan tekanan. Inilah mengapa seorang ambivert layak dikatakan sebagai pemimpin yang baik. Beberapa hal yang dapat kamu lakukan untuk menumbuhkan ketangguhan, antara lain:

  1. Mengembangkan potensi;
  2. Memiliki pandangan akan masa depan terkait hal-hal yang tidak direncanakan yang mungkin mengganggu rencana awal.;
  3. Mengenali risiko dari setiap pengambilan keputusan;
  4. Membuat back up plan.

Baca Juga: 5 Kelebihan Gaya Kepemimpinan Situasional di Organisasi, Terapkan!

Writer

Natalia Dewi

welcome🥰

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya