Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Banyak yang beranggapan bahwa jurnalis adalah pekerjaan yang hebat. Menjadi jurnalis bisa membawamu bertemu dengan orang-orang hebat seperti pengusaha, menteri, hingga presiden. Menjadi jurnalis juga bisa membuatmu menjelajahi negeri untuk mendapatkan informasi yang dicari.
Tapi, menjadi jurnalis sebenarnya tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak pengorbanan yang harus dilakukan untuk bisa menciptakan pemberitaan yang besar. Apalagi pemberitaan yang isinya mengungkap skandal atau konspirasi.
Jadi mau tahu, bagaimana sulitnya menjadi jurnalis?
1. Harus paham kode etik jurnalistik
Dalam dunia jurnalistik, setiap wartawan atau jurnalis harus paham bagaimana mereka harus bekerja. Ada aturan yang harus dipatuhi dalam pencarian berita. Aturan-aturan tersebut sudah diatur dalam kode etik jurnalistik.
Hal-hal yang berkaitan dengan etika jurnalistik itu banyak. Mulai dari etika saat mengejar narasumber, di mana wartawan tak boleh memaksa narasumber untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Atau saat mengambil foto untuk keperluan pemberitaan. Seorang jurnalis dilarang mengambil foto secara diam-diam saat narasumber tengah berada di area pribadinya. Misal, jurnalis tak boleh diam-diam mengambil foto narasumber saat sedang asyik membaca koran pagi di halaman rumah.
2. Kerja gak kenal waktu
Pexels.com/Frans Van Heerden Menjadi seorang jurnalis berarti harus siap mengorbankan banyak waktu. Di dunia jurnalistik tak ada yang namanya office hours atau jam kerja. Karena jenis pekerjaannya adalah menulis berita, maka sudah pasti kamu akan terus bekerja sampai berita yang diperlukan sampai ke meja redaksi.
Selain itu, menjadi jurnalis juga harus siap ditugaskan kapan pun dan ke mana pun. Bahkan, penulis sendiri pernah bekerja 7 hari penuh tanpa libur karena harus mengejar pemberitaan. Apalagi jurnalis yang mendapat tugas mengungkap skandal, konspirasi, atau pemberitaan mendalam suatu peristiwa, kurang tidur sudah menjadi teman setia.
Di samping itu, jurnalis pun hampir tak pernah mendapatkan uang lembur karena biasanya memang tidak tertuang di kontrak kerja. Kemudian, bagi para pemula atau fresh graduate, sudah pasti, upah yang diterima kecil di balik hactic-nya pekerjaan yang dijalani.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Wisata buat Wartawan, Traveling Nambah Wawasan
3. Harus terbiasa dikejar deadline
Deadline sudah menjadi teman setia juga bagi para jurnalis di media mana pun itu, entah di televisi, media online, atau cetak sekalipun. Untuk media online, biasanya mengejar untuk menulis 5-7 berita per hari sudah menjadi kewajiban. Jadi, jangan heran kalau mobilitas jurnalis pun sangat tinggi.
4. Tidak mengenal kata 'tidak bisa'
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Seorang jurnalis dilarang untuk mengucap kata ‘tidak bisa’ saat ditugaskan membuat suatu pemberitaan. Jangan harap kamu bisa melanjutkan bekerja sebagai jurnalis di sebuah media bila melontarkan kalimat tersebut saat ditugaskan.
Betapa pun sulitnya tugas yang diberikan, seperti diminta mengupas informasi soal mafia bola di tubuh PSSI, seorang jurnalis diwajibkan untuk mencobanya lebih dulu walau tahu itu pekerjaan sulit.
5. Dimarahi atasan sudah jadi makanan sehari-hari
Jurnalistik bisa dibilang sebagai dunia yang perfeksionis. Di sini sangat sulit untuk bisa memberi toleransi kepada kesalahan kecil. Jadi, jangan heran kalau jurnalis sering dimarahi atasan. Terutama bagi yang baru atau fresh graduate.
Tapi, jangan takut untuk hal satu ini. Karena dimarahi atasan itu memang diperlukan jurnalis untuk mengasah mental. Kalau baru dimarahi saja sudah menyerah, bagaimana bisa mengejar narasumber dan mendapatkan pemberitaan yang fenomenal?
Bahkan, jurnalis sekaliber Putra Nababan, Najwa Shihab, Andi F. Noya, atau Kang Maman pasti pernah melewati fase seperti itu sebelum akhirnya bisa sebesar sekarang.
6. Harus cerdik mencari celah mendapatkan informasi dan data yang valid
IDN Times/Fitang Budhi Adhitia Membuat sebuah berita tentu bukan pekerjaan remeh. Seorang jurnalis harus bisa mendapatkan informasi yang valid kebenarannya sebelum kemudian bisa diberitakan untuk dikonsumsi oleh publik. Sebab jika informasi yang disampaikan tidak valid, maka sudah pasti kredibilitas media menjadi taruhannya.
Tapi, proses untuk bisa mendapatkan informasi yang valid itu tak mudah. Untuk menemui narasumber saja, jurnalis harus lebih dulu menghubungi dan membuat janji. Jika narasumber menghindar, jurnalis harus lebih cerdik membuat narasumber luluh dan mau bertemu. Dan andaikan narasumber gagal dimintai keterangan, maka jurnalis harus mencari informasi ke tempat lain atau sumber data lainnya.
Baca Juga: Ini Lho 5 Film tentang Perjuangan Seorang Wartawan yang Wajib Ditonton