Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_9289.jpeg
Studium Generale dan Launching Program di BINUS @Kemanggisan Anggrek Campus, Jakarta Barat pada Sabtu (26/7/25). (IDN Times/Dina Salma)

Jakarta, IDN Times - Transformasi digital terus mendorong perubahan di berbagai lini kehidupan dan bisnis, khususnya pada bidang media serta pariwisata. Kedua sektor tersebut dituntut untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar tetap relevan dan mampu menjangkau audiens yang lebih luas.

Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times membenarkan terjadinya disrupsi besar di dunia media. Menurutnya, hal ini terjadi akibat pergeseran kebiasaan masyarakat dalam mendapatkan informasi, di mana penggunaan media sosial lebih masif dibandingkan media cetak atau TV.

Mengkaji data dari Indonesia Milennial and Gen Z Report 2025 by IDN Research Institute, generasi muda memiliki preferensi yang spesifik terhadap konten yang dikonsumsi melalui media sosial. Mayoritas Gen Z dan Milenial memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan hiburan, angkanya sebsar 76 persen. Selain itu, kedua generasi tersebut juga menggunakan platform media sosial untuk mengonsumsi konten yang informatif sejumlah 65 persen dan terakhir, media sosial digunakan untuk mendapat informasi produk sebesar 52 persen. Dapat dikatakan, media sosial kini menjadi platform yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi atau berita terkini.

"Jadi benar, media itu kenapa subtle? Kena disrupsi, diawali dengan disrupsi digital. Sekitar 20-15 tahun yang lalu, printed is dying, orang gak nonton TV lagi," ujar Uni dalam acara Studium Generale dan Launching Program di BINUS @Kemanggisan Anggrek Campus, Jakarta Barat. Pemaparan tersebut disampaikan bertepatan dengan peluncuran program studi Digital Media Communication (DMC) dan Event & Travel Business pada Sabtu (26/7/25).

1. Menghadirkan pemberitaan yang relevan bagi generasi muda dengan storytelling

Studium Generale dan Launching Program di BINUS @Kemanggisan Anggrek Campus, Jakarta Barat pada Sabtu (26/7/25). (IDN Times/Dina Salma)

Hasil riset Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025 by IDN Research Institute, ditemukan bahwa 43 persen generasi muda merasa lebih nyaman menemukan informasi melalui media sosial. Fenomena ini mendorong pelaku industri media untuk membangun strategi transformasi digital agar menjadikan jurnalisme tetap relevan di masa kini.

Menurut Uni Lubis, tantangan ini mendorong jurnalis untuk memiliki kecakapan digital. Jurnalis tak hanya bisa melaporkan suatu peristiwa, namun juga mampu mengambil gambar atau video, mendistribusikan konten, hingga storytelling.

Ia menyebutkan, "Karena content is the king, but distribution is the queen. Jurnalis biasanya cuma diajar untuk bikin konten, benar gak? Bikin tulisan, mengedit, padahal jurnalis sekarang, juga karena era media sosial, harus bisa mendistribusikan karya jurnalistiknya. Buat apa bikin karya jurnalis pintar-pintar, bagus-bagus, kalau gak ada yang baca?"

Kuncinya adalah membuat konten yang relevan dan menyentuh emosi. Tak hanya menyoal teknis, diperlukan juga kemampuan storytelling yang kuat dengan menghadirkan kepekaan memahami audiens dalam konteks sosial.

"Ini contoh-contoh bagaimana situasi ini membuat kami harus berubah, harus punya kemampuan storytelling dan bahkan storytelling ini bisa dimonetisasi. Karena media yang tidak untung, yang tidak sehat, tidak mungkin bisa menjadi media yang independen," ujarnya.

Perubahan interaksi dan cara komunikasi inilah yang mendorong jurnalis untuk mengemas berita menjadi produk digital yang digemari audiens. Jurnalis harus memahami tren media sosial, pola perilaku pengguna, serta cara kerja Search Engine Optimization.

"Dan ternyata, ada tiga jenis konten yang appeal terhadap anak muda. Satu, behind the scenes. Kedua, explainer, penjelasan karena banyak dari kalian mungkin belum lahir, sehingga ketika ada peristiwa, reformasi, segala macam, senang kalian ingin tahu. Yang ketiga adalah cek fakta. Cek fakta ini keterampilan jurnalistik. Jadi sebetulnya, basic jurnalistik itu masih relevan. Tapi, bagaimana membuatnya relevan dengan situasi yang sekarang itu challenge," papar Uni.

Uni juga berpendapat, perkembangan digital saat ini mendorong pendekatan marketing dalam memasarkan informasi. Langkah ini dilakukan agar jurnalisme tetap relevan dalam menyampaikan fakta dan peristiwa. Tantangan di sektor media inilah yang perlu didalami di bangku perkuliahan, salah satunya dalam program studi DCM di BINUS University.

"Ilmu marketing dengan segala pendekatannya terhadap perilaku audiens, kini menjadi elemen penting dalam strategi penyampaian informasi. It's a combination between journalism and marketing," tambah dia.

2. Menghadapi tantangan pemberitaan berkat kemunculan AI

Studium Generale dan Launching Program di BINUS @Kemanggisan Anggrek Campus, Jakarta Barat pada Sabtu (26/7/25). (IDN Times/Dina Salma)

Uni mengungkapkan, tantangan lain yang dihadapi oleh sektor penyiaran dan publikasi adalah AI (Artificial Intelligence). Saat ini, AI mampu memberikan overview atau ringkasan informasi yang memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi. Teknologi ini membantu banyak pekerjaan manusia, namun di sisi lain mendisrupsi kerja jurnalisme.

"Terakhir, kalau kalian sekarang melihat, saya nih melihat, Binus University, saya ketik di Google, muncul AI overview kan? Jadi, saya gak perlu datang ke artikel-artikel yang menulis tentang Binus. Cukup dari AI overview untuk tahu. Nah, itu sekarang yang membuat media seluruh dunia, gak cuma di Indonesia, struggle karena traffic-nya makin turun, kalah sama AI overview. Dan apa yang bisa membuat jurnalis dan media relevan adalah memproduksi secara konsisten artikel dan konten storytelling karena storytelling itu gak ada di AI overview," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Uni menekankan, kehadiran teknologi kecerdasan buatan harus diterima, dipahami, dan dikuasai. Akan tetapi, jangan mempercayai AI 100 persen sebab kreator AI sendiri adalah manusia sehingga kehadiran manusia itu penting.

Menjelaskan hal tersebut, ia menyampaikan contoh langsung yang diterapkan di IDN Times, "AI ini penting dan kami (IDN Times) 2018 sudah merapakan AI. Kenapa? Hal pertama yang kami anggap krusial untuk menerapkan AI karena kami punya ratusan ribu penulis user generated content. Untuk memastikan bahwa para penulis ini tidak copy paste seperti blogger-blogger itu, kan mengambil foto dari media yang lain, segala macam. Jadi, AI dipasang. Namanya plagiarism checker. Dipasang di CMS, Content Management System. Jadi, kalau teman-teman jadi anggota kami, menulis, langsung sistemnya mendeteksi 30 persen copy paste, langsung di-reject. Yang lolos dikurasi awal diedit oleh human editor."

3. Komunikasi di bidang tourism juga berubah, generasi muda lebih suka pendekatan yang personal

Studium Generale dan Launching Program di BINUS @Kemanggisan Anggrek Campus, Jakarta Barat pada Sabtu (26/7/25). (IDN Times/Dina Salma)

Pergeseran cara berkomunikasi dan pemasaran juga dialami di sektor tourism. Transformasi digital yang masif, membuat pelaku industri pariwisata harus mengubah pendekatan dalam menjangkau audiens. Bunga Swastika Putri, General Manager PT Dyandra Promosindo, mengakui saat ini orang lebih melek teknologi sehingga individu yang berkecimpung di sektor tourism dan event harus adaptif dalam berinteraksi.

"Nah, untuk bisa kita sustain, pasti kita harus adjust, harus mengikuti perkembangan zaman yang salah satunya yaitu digital story telling, teknologi, lalu digitalisasi, dan semua itu memang sangat berpengaruh kepada consumer behavior," ujar Bunga dalam acara yang sama.

Menurut Bunga, perlu ditanamkan pandangan bahwa event merupakan sebuah produk sehingga orang yang terlibat di sektor pariwisata akan berpikir untuk terus mengikuti perilaku konsumen. Tujuannya adalah membuat produk yang ditawarkan tetap digemari audiens.

Teknologi digital diakui Bunga memengaruhi cara berinteraksi dan berkomunikasi penyelenggara event dengan penonton. Berbeda dengan zaman dulu yang cenderung menggunakan TV atau media cetak untuk beriklan, saat ini bahasa komunikasinya lebih interaktif. One way communication tidak lagi banyak digunakan, namun pendekatan marketing yang diterapkan lebih personal dan menyentuh.

"Kalo anak sekarang kan inginnya disentuh secara personal, merasa ingin semuanya itu nyambung sama diri mereka. Jadi, dengan kita mengikuti perkembangan zaman, dengan kita menggunakan teknologi sama digitalisasi, berarti kita mencoba meraih calon-calon customer ini, teman-teman ini, secara personal dan secara lebih aktif," ujar Bunga seraya menekankan pendekatan ini bisa meramalkan peluang dan potensi bisnis di masa mendatang.

Editorial Team