Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Psikiater
ilustrasi mental health specialist (pexels.com/shvets production)

Intinya sih...

  • Tugas seorang mental health specialist: Mereka memahami kondisi klien melalui asesmen sistematis, memberikan edukasi tentang kesehatan mental, dan menyusun program kesehatan mental.

  • Mengelola konseling dan intervensi sesuai kebutuhan klien: Melakukan sesi konseling, memberikan dukungan berbasis teknik psikologis, dan memonitor perkembangan klien secara berkala.

  • Skill yang wajib dimiliki: Memiliki dasar pengetahuan psikologi yang solid, skill komunikasi yang baik, analisis masalah, manajemen krisis yang baik, menjaga kerahasiaan dan punya etika kerja.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Belakangan ini, isu kesehatan mental mendapatkan perhatian yang serius. Banyak orang mulai sadar bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Di tengah kesadaran itu, profesi mental health specialist menjadi semakin relevan. Terutama karena banyak perusahaan, institusi pendidikan, hingga organisasi membutuhkan tenaga profesional yang bisa membantu individu memahami dan mengelola kondisi mentalnya.

Pekerjaan ini bukan hanya tentang memberi saran atau menjadi tempat curhat. Mental health specialist bekerja berdasarkan pendekatan ilmiah, asesmen psikologis, hingga perencanaan intervensi yang sesuai dengan kondisi klien. Jika kamu tertarik pada dunia kesehatan mental, pekerjaan ini bisa jadi pilihan yang cocok buatmu.

1. Tugas seorang mental health specialist

ilustrasi latihan berbicara (pexels.com/karolina-grabowska)

Mental health specialist bertanggung jawab memahami kondisi emosional, perilaku, dan psikologis klien melalui asesmen yang sistematis. Proses ini bisa dilakukan melalui wawancara, kuesioner psikologis, atau observasi langsung. Setelah itu, mereka menyusun rencana intervensi yang sesuai untuk mengatasi masalah perilaku tertentu.

Selain asesmen dan intervensi, tugas lainnya termasuk memberikan edukasi tentang kesehatan mental. Terkadang mereka juga bekerja sama dengan dokter, psikolog klinis, psikiater, ataupun konselor lain untuk memastikan klien mendapat penanganan yang lengkap. Mereka juga terlibat menyusun program kesehatan mental, seperti pelatihan stress management, dan pencegahan burnout di lingkungan kerja.

2. Mengelola konseling dan intervensi sesuai kebutuhan klien

ilustrasi berbicara (pexels.com/Christina Morillo)

Salah satu aspek paling penting dari profesi ini adalah melakukan sesi konseling atau counseling support. Meski mereka bukan psikolog klinis yang memberikan terapi mendalam, mereka tetap memiliki peran besar dalam memberikan dukungan berbasis teknik psikologis. Pendekatannya bisa berupa teknik cognitive restructuring, latihan regulasi emosi, atau solution focused counseling.

Pada kasus tertentu, mereka juga bertugas menentukan apakah klien perlu dirujuk ke tenaga profesional lain. Misalnya, klien dengan depresi berat mungkin perlu penanganan psikiater untuk terapi obat. Mereka juga memonitor perkembangan klien secara berkala. Setiap pertemuan biasanya melibatkan evaluasi kondisi, keberhasilan strategi yang sudah dicoba, serta penyesuaian rencana intervensi.

3. Skill yang wajib dimiliki

ilustrasi mental health specialist (pexels.com/Gustavo Fring)

Banyak orang berpikir bahwa pekerja kesehatan mental hanya butuh empati. Nyatanya, skill yang dibutuhkan jauh lebih kompleks. Kamu membutuhkan dasar pengetahuan psikologi yang solid, terutama terkait perkembangan manusia, dinamika emosi, dan gangguan mental. Tanpa pemahaman ini, kamu akan kesulitan membaca kondisi klien secara tepat.

Kamu harus punya skill komunikasi yang baik untuk bisa mendengarkan, memahami konteks, dan menyampaikan saran tanpa menghakimi. Kamu juga harus bisa menganalisis masalah, punya manajemen krisis yang baik dan juga bisa menjaga kerahasiaan dan punya etika kerja. Kombinasi hard skill dan soft skill menjadikan pekerjaan ini menantang, tapi juga sangat bermakna.

4. Pendidikan dan kualifikasi yang dibutuhkan

ilustrasi berbicara (pexels.com/Shvets Production)

Untuk bekerja sebagai mental health specialist, kamu umumnya perlu memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi, psikologi pendidikan, atau kesehatan masyarakat dengan konsentrasi kesehatan mental. Beberapa institusi juga menerima lulusan keperawatan yang sudah menjalani pelatihan kesehatan mental tambahan.

Selain gelar sarjana, pelatihan tambahan seperti mental health first aid, sertifikasi konseling dasar, atau pelatihan intervensi krisis bisa menambah nilai kamu saat melamar. Jika kamu bekerja di lembaga tertentu seperti rumah sakit, puskesmas, atau lembaga rehabilitasi, kamu mungkin membutuhkan sertifikasi khusus tergantung aturan institusinya.

5. Peluang karier dan prospek gaji

ilustrasi rekan kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Kebutuhan profesi ini semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental. Banyak tempat yang membutuhkan tenaga ini, seperti lembaga, perusahaan, rumah sakit, organisasi, pusat rehabilitasi bahkan pusat layanan masyarakat. Untuk prospek gaji, besarannya bisa bervariasi tergantung tempat kerja, pengalaman, dan tanggung jawabnya.

Di Indonesia, mental health specialist pemula bisa mendapatkan gaji sekitar Rp4–7 juta per bulan. Sementara jika sudah bekerja di rumah sakit besar atau perusahaan multinasional bisa mendapatkan sekitar Rp8–15 juta atau lebih. Jika kamu melanjutkan pendidikan ke tingkat profesional seperti psikolog klinis, prospeknya bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat, lho!

Menjadi mental health specialist bukan hanya menjadi pendengar yang baik. Profesi ini memadukan ilmu psikologi, empati, kemampuan analisis, dan tanggung jawab yang tinggi. Selain prospeknya semakin cerah, kamu bisa ikut berkontribusi menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara emosional.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team