6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasi

Ke depannya kesempatan mesti dibuka lebih lebar

Kini perempuan memang makin mendapat kesempatan untuk menduduki posisi puncak dalam organisasi atau tim. Akan tetapi, masih banyak perempuan yang andai pun ditawari posisi pemimpin masih ragu untuk menerimanya. Mereka tidak mau berkompetisi dengan kandidat lain, terutama jika ada pria.

Meski sekadar menjadi anggota juga tidak buruk, alangkah baiknya bila perempuan lebih percaya diri untuk menerima tugas kepemimpinan. Kehadiran lebih banyak pemimpin perempuan akan memberikan warna yang berbeda di sebuah organisasi atau tim. Perempuan juga memiliki keunggulan seperti terkait kecenderungan lebih teliti, kemampuan berkomunikasi, dan kepedulian pada anak buah.

Satu sisi, perempuan sendiri mesti lebih berani memanfaatkan peluang yang ada. Di sisi lain, semua orang harus siap memberikan kesempatan yang sama antara pria dengan perempuan agar tidak terjadi ketimpangan. Di bawah ini enam penyebab perempuan ragu jadi pemimpin padahal mereka layak. 

1. Kurangnya dukungan dari lingkungan terdekat

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi rapat (pexels.com/Edmond Dantès)

Untuk menjadi pemimpin, seseorang gak bisa mengangkat dirinya sendiri dari bukan siapa-siapa. Ia membutuhkan dukungan dari lingkungan yang akan dipimpinnya. Jika dukungan untuk perempuan sebagai kandidat pemimpin rendah, maka ia juga tidak percaya diri.

Bahkan bila ada kesempatan untuknya mencalonkan diri, biasanya itu tidak akan dimanfaatkan. Pikirnya simpel, buat apa dia mencalonkan diri hanya untuk kalah? Perempuan yang telah membaca arah dukungan tidak tertuju pada kaumnya memilih tetap di posisinya saja.

Butuh dukungan lingkungan yang lebih nyata agar perempuan berani bergerak menuju posisi puncak. Bukan peluang yang diberikan sekadar untuk memberikan kesan kesetaraan antara pria dengan perempuan. Tapi realitasnya dukungan tetap mengarah pada kandidat pemimpin berjenis kelamin pria sekalipun kemampuan mereka setara. Atau bahkan perempuan sebetulnya lebih unggul.

Baca Juga: Kumpulan Link Try Out CPNS 2024, Gratis

2. Diri sendiri berpikir pemimpin seharusnya pria

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi rekan kerja (pexels.com/Walls.io)

Hambatan tidak hanya datang dari lingkungan, melainkan juga dalam diri perempuan. Perempuan yang berpegang teguh pada prinsip bahwa pemimpin mesti pria tak akan melangkah lebih jauh guna memperoleh posisi tersebut. Andai pun ia dipersilakan menduduki posisi itu tanpa perlu melalui pemilihan, dia tetap menolak.

Ia baru akan menerima tawaran menjadi pemimpin apabila semua anggotanya juga perempuan. Tapi selama masih ada pria di antara mereka, maka pria itulah yang menjadi pemimpin. Tidak masalah bagi perempuan yang berkeyakinan demikian buat berada di posisi kedua seperti menjadi wakil.

Bahkan meski pemimpin pria ini kurang berkompeten, secara struktural posisinya tetap lebih ditinggikan. Perempuan yang memilih menjadi wakilnya saja bersedia untuk lebih banyak membantu. Terpenting pengambil keputusan serta penanggung jawab utama bukan dirinya. 

3. Kurangnya pendidikan dan pengalaman

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi tim kerja (pexels.com/Gustavo Fring)

Faktor ini tidak hanya menjadi penyebab keraguan perempuan dalam menduduki posisi pemimpin. Pria yang secara pendidikan serta pengalaman kurang dibandingkan teman-temannya juga pasti bakal gak siap dijadikan pemimpin. Meski segelintir orang tetap saja percaya diri.

Jika perempuan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi serta pengalamannya sudah banyak, ia menjadi lebih yakin untuk memimpin sejumlah orang. Oleh sebab itu, perempuan mesti terus mendorong diri mereka guna belajar dan menyelesaikan jenjang pendidikan yang dibutuhkan buat menjadi pemimpin.

Perempuan juga perlu sabar dalam berproses agar pengalamannya banyak. Gabungan antara latar belakang pendidikan yang baik dan jam terbang yang tinggi akan memudahkannya menjalankan berbagai tugas sebagai pemimpin. Kedua hal tersebut menghindarkan tuduhan perempuan bisa menjadi pemimpin hanya karena belas kasihan atau faktor lain seperti pengaruh kekuasaan orangtua, suami, dan sebagainya.

4. Kerap dibenturkan dengan perkara kodrat serta tugas domestik

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi rapat kerja (pexels.com/Felicity Tai)

Langkah perempuan menuju tampuk pimpinan juga terkendala seringnya jenis kelamin mereka dihubungkan dengan perkara kodrat. Seperti kodrat mengandung dan melahirkan yang dipandang akan menyulitkan perempuan dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan. Berbeda dengan pria yang tidak perlu cuti hamil dan secara fisik lebih lincah berpindah-pindah tempat serta melakukan apa saja sepanjang tahun.

Perempuan juga tersandung tugas-tugas domestik yang seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab mereka. Ketika seorang perempuan hendak menduduki posisi yang lebih tinggi di organisasi selalu ada pertanyaan, bagaimana dengan tugas-tugas rumah tangga? Sementara seorang suami sekaligus ayah gak pernah mendapatkan pertanyaan serupa. 

Penting untuk memandang kepemimpinan secara lebih luas. Bukan sekadar kehadirannya secara fisik di lapangan. Sehingga perempuan yang dalam keadaan mengandung pun tidak perlu dipandang sebelah mata dalam kemampuannya memimpin. Tugas domestik juga mestinya tidak lagi dibebankan pada perempuan saja.

5. Khawatir gak bisa menangani anak buah

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi rapat (pexels.com/World Sikh Organization of Canada)

Kekhawatiran ini lebih bersifat universal antara perempuan maupun pria. Memang tidak mudah untuk menangani anak buah. Makin banyak jumlahnya, makin besar pula tantangannya. Setiap orang memiliki pendapat masing-masing dan kadang terlibat persaingan dengan teman sendiri yang berujung konflik.

Kalau sudah terjadi konflik, maka anak buah dapat menekan pimpinan supaya berpihak pada salah satu dari mereka. Kurangnya kemampuan dalam memimpin bisa berakibat pada tercerai-berainya anggota. Kegagalan menangani anak buah juga merupakan kegagalan terbesar bagi seorang pemimpin.

Tidak ada tujuan yang dapat tercapai dengan kondisi tim yang gak solid. Kalau ada anggota yang keluar dan digantikan oleh orang lain pun belum tentu dapat mengembalikan kekompakan. Perempuan maupun pria yang tidak menguasai kemampuan memimpin dengan baik akan menghindar dari tugas tersebut.

6. Kurangnya role model pemimpin perempuan

6 Penyebab Perempuan Ragu Jadi Pemimpin, Perlu Normalisasiilustrasi pemimpin senior (pexels.com/Antoni Shkraba)

Satu pemimpin perempuan akan melahirkan pemimpin perempuan lainnya. Tentu ini jangan diartikan secara harfiah sebagai seorang ibu secara otomatis menurunkan jabatannya sebagai pemimpin kepada anak perempuannya. Namun, pemimpin perempuan bakal menjadi contoh untuk perempuan lainnya.

Adanya role model membuat banyak perempuan lebih percaya diri buat mengikuti jejaknya. Apalagi dengan berbagai prestasi yang ditunjukkan oleh pemimpin perempuan. Ia akan menjadi inspirasi besar untuk kaumnya. Sekaligus membuka mata sebagian kaum pria yang masih skeptis pada kepemimpinan perempuan.

Makin dekat keberadaan role model  pemimpin perempuan, makin mudah untuk perempuan di sekitarnya meniru. Mereka dapat belajar dari pengalaman pemimpin perempuan tersebut. Jika di suatu lingkungan atau organisasi belum pernah ada pemimpin perempuan, mesti didorong lebih kuat agar dapat menjadi contoh bagi yang lain.

Untuk mendorong munculnya lebih banyak pemimpin perempuan, mereka kudu menepis keraguan dalam diri. Begitu pula kaum pria, jangan malah menjadi salah satu penyebab perempuan ragu jadi pemimpin, ya! Kalian harus siap bila sewaktu-waktu dipimpin oleh perempuan. Jangan ada perasaan direndahkan karena baik pria maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama.

Baca Juga: 5 Cara Menggali Potensi Kepemimpinan bagi Kaum Perempuan 

Marliana Kuswanti Photo Verified Writer Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya