Siapa sih yang tidak tahu profesi mulia yang satu ini?
Sayangnya, sebagian pihak masih saja terkesan ‘menyepelekan’ profesi guru. Seperti, kasarnya, ‘Ah, jadi guru mah gampang, cuma modal ngomong aja’. Nah, asumsi negatif tersebut mugkin disebabkan dari kedangkalan pembekalan pedagogik, penguasaan keilmuan, serta kemampuan profesional oleh para awam di bidang pendidikan. Padahal, sejatinya, melakoni peran sebagai seorang guru, artinya, kamu harus bersedia memikul tanggungjawab yang berat karena ada amanat besar yang diembankan seumur hidup di pundakmu.
Akan tetapi, bagi mereka yang setidaknya bersedia meletakkan lebih banyak empati pada profesi guru, apalagi yang memang berkiprah sebagai seorang guru, tentu jelas dipahami bahwa menyandang gelar sebagai seorang Bapak/Ibu Guru bukanlah hal yang sederhana. Begitu luas kompleksitas yang harus di jelajahi oleh seorang guru.
Walaupun kamu mengetahui dengan begitu detail mulai dari sejarah penemuan hingga kandungan kimiawi dalam gula, sayangnya, kamu tidak akan pernah tahu bagaimana manis rasanya gula jika kamu belum mencicipinya dengan lidahmu langsung.
Sejalan dengan profesi-profesi lainnya, profesi guru pun memiliki tantangannya tersendiri. Oleh sebab itu, masing-masing kita pun pada hakekatnya tak mempunyai hak untuk saling melempar caci-maki. Bahkan, untuk mereka yang bernaung dalam satu profesi yang sama sekalipun. Jangan salahkan profesinya, tujuan dari profesi itu lurus untuk memanusiakan manusia, manusianya saja yang mungkin masih harus diarahkan untuk tidak melangkah menyimpang.
Satu hal yang harus diyakini adalah, dapat dipastikan akan selalu ada titik jatuh-bangun untuk apapun profesinya. Bukan bermaksud menggurui, namun, alangkah baiknya apabila kita sama-sama berintropeksi diri dan saling harga-menghargai profesi, lalu bersinergi menemukan solusi untuk masalah yang terjadi.
Nah, kamu yang sudah di panggil Bapak/Ibu Guru di usia 20-an, pasti akrab dengan hal berikut