#MahakaryaAyahIbu: Tuhan Ciptakan Ayah yang Kokoh dan Kuat Tak Tertandingi

Kenangan dan pelajaran hidup dari Ayah sejak aku kecil sampai sekarang.

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik. 


Ingat sekali waktu itu aku pergi bersamanya berkereta, gagahnya dan kokoh dia dengan celana putih, jas biru dan koko serta kopiah hitam yang khas sehingga kurir menyebutnya dengan panggilan Haji. Ketika itu aku yang ada dipangkuanya. “Pak haji mau beli tembakau lagi?” sapanya ketika hendak membeli tiket. “Iya,” singkatnya yang kerepotan menggendongku. “Sini pak cucunya titip ke saya aja,” memberikan kedua tangan ke arahku. “Tidak terimakasih ngerepotin pak kurir tugas, saya juga mau berangkat sekarang,” disambung dengan. “Assalamualaikum,” tutup ayah.

Sepanjang jalan ayah ceritakan kebesaran Allah. Aku kira waktu aku kecil bahwa Allah itu temannya tapi dia belum pernah membawa aku bersilaturahmi kesana. Aku tidak tahu Allah tapi ketika dunia ini menyapaku, ayah yang memperkenalkan aku dengan suara yang begitu nyaman di kalbu. Aku datang dengan kondisi merah, kecil, dan ketika itu kecil pula hati dalam ragaku. Sangat kecil, basah dan butuh tempat yang tepat. Ayah memberi wadah yang indah yang pertama kali aku dengar di telinga kananku. Aku bandingkan dengan hati yang kecil lalu ayah membisikan bahwa yang Maha Besar hanyalah Allah ‘Allahuakbar’ sampai tiga kali aku mendengar aku semakin yakin bahwa aku di sini bukan tanpa sebab tapi karena kebesaran Allah.

Sampai pada tujuan di mana ayah mau membeli persediaan tembakaunya, arah penjual tembakau langganan ayah cukup jauh dan harus jalan kaki. Sepanjang jalan menuju penjual tembakau aku belajar berjalan. Tangan kecil kananku tak lepas dari tangannya. Aku tidak pernah lupa ketika itu, aku malah buang air besar semauku dijalan.

dm-player

Ayah terlihat sangat repot saat itu, lalu aku disulap menjadi cantik kembali karena ayah telah membersihkan aku serta membelikan baju dan kerudung baru berwarna merah muda. Tanpa ada sedikit teguran ayah malah memujiku kembali. “Cantik sayang, kamu capek dari tadi jalan?” kemudian mencubit manja pipiku dan mengendongku di belakang punggungnya.

Sampai di tempat penjual tembakau, kami sempat berisitrahat sejenak setelah membeli. Yang dingat pula bahwa pemilik toko tembakau sempat meminta aku untuk menjadi anaknya. Tapi tidak ayah berikan, ayah tetap mau bersamaku ketika itu sampai saat itu dia pergi, dan aku yang rindu padanya.

Kita pulang meninggalkan toko tembakau setelah pamit dari pemilik toko yang ramah. Aku rewel saat itu padahal ayah sudah berusaha menggendongku dengan menggoyangkan bandannya agar aku tidak rewel. Sebelum perjalanan menuju kembali ke stasiun kereta hendak pulang aku menunjuk ke arah toko yang menjual payung, aku menujuk kesana. Sengaja aku memilih yang berukuran kecil yang biasa anak kecil pakai. Ayah langsung memberikan payung warna biru itu kepadaku, aku senyum dan tetap digendong di punggungnya dengan mengenakan payung yang aku pegang.

Kokoh sekali punggungnya walaupun tulangnya sudah berusia setengah abad tapi tetap saja wajahnya senang melihat aku yang juga riang mendapatkan payung baru. Cerita yang sederhana, bukan tanpa sebab cerita ini aku ulang jika memang tanpa ada rindu yang sangat besar. Rindu ayah yang mengajarkan makna hidup perihal pengenalan Tuhan, contoh kehidupan yang tak mungkin bisa aku asingkan dalam hidup di dunia ini. Ayah yang tua membuat aku ingin menawarkan diri kepada Allah, Allah yang menciptakan ayah agar ayah lebih muda kembali. Agar ayah selalu membuat keceriaan dengan tulus.

Malam ini adalah malam yang pernah ayah ceritakan bahwa Allah memberikan karunia untuk hamba yang mau meminta. Aku meminta ayah di sana bahagia, aku meminta agar Ibu tidak cepat tua sepertinya yang begitu saja meninggalkan aku. Kalau saja ayah tahu kalau rindu ini berawal dari mimpiku, kembali berkereta ria bersamanya. Aku menyesal bangun dan meninggalkan mimpi yang begitu langka aku temui semenjak ayah pergi.

Andai ketika Rabu terakhir kau pergi aku mampu bercakap sebentar saja aku akan meneriakan kebisuanmu, ini yang aku sedihkan beserta saudaraku ketika Allah memintanya.

Salsiah Saodah Photo Writer Salsiah Saodah

Mahasiswa Televisi dan Film angkatan 2016 Institut Seni Budaya Indonesia Bandung

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya