ilustrasi perekrut mewawancarai (pexels.com/RDNE Stock project)
Sebanyak 24 persen pekerja Indonesia merasa bahwa bias atau diskriminasi dalam proses rekrutmen telah menghambat kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang tepat. Lebih banyak pekerja berusia 18-24 tahun (27 persen) yang merasa bahwa bias atau diskriminasi dalam proses perekrutan menghalangi mereka memperoleh pekerjaan yang sesuai.
Sementara itu, 14 persen pekerja Indonesia percaya bahwa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka untuk aktif mencari peluang kerja baru. Persentase yang lebih tinggi ditemukan di kalangan pekerja berusia 55 tahun ke atas (19 persen), merasa hambatan budaya atau diskriminasi menghalangi mereka mencari peluang kerja baru.
Hambatan utama yang dihadapi pekerja Indonesia dalam mencari pekerjaan yang sesuai adalah keterbatasan akses terhadap informasi lowongan kerja yang relevan dengan keterampilan yang dimiliki (37 persen) dan proses melamar pekerjaan yang rumit serta sulit (35 persen).
Hal ini sejalan dengan temuan dalam Laporan Eksklusif Jobstreet by SEEK "Decoding Global Talent 2024: GenAI Edition", yang menyebutkan bahwa faktor utama penyebab penolakan tawaran pekerjaan adalah proses rekrutmen yang dijalani oleh kandidat. Faktor tersebut, antara lain; kesan negatif saat proses wawancara, seperti pertanyaan diskriminatif (54 persen) dan pengalaman rekrutmen yang buruk, seperti proses yang lambat (38 persen).
SEEK mendukung pasar kerja Indonesia dengan memanfaatkan teknologi AI melalui platform Jobstreet by SEEK untuk meningkatkan pencarian dan pencocokan pekerjaan. Jobstreet juga berkontribusi dalam menciptakan lowongan kerja di seluruh Indonesia melalui gerakan #NextMillionJobs, yang mengajak publik untuk optimis terhadap peluang kerja yang semakin terbuka.