Telinga kita pasti sudah akrab dengan istilah maskulinitas toksik atau jenis maskulinitas yang tidak disarankan karena menjadi sumber berbagai malapetaka. Tindakan ini bisa ditunjukkan dengan enggan mencari bantuan saat membutuhkan, tak sudi menunjukkan rasa takut dan sedih, hingga merasa superior dibandingkan perempuan.
Sebagai lawannya, muncul ide-ide maskulinitas positif yang dikenal pula dengan istilah healthy masculinity. Dilansir Wilson, dkk dalam jurnalnya yang berjudul "Operationalizing Positive Masculinity: A Theoretical Synthesis and School-Based Framework to Engage Boys and Young Men", maskulinitas positif merujuk pada konsep yang mendorong laki-laki memanfaatkan apa yang melekat pada diri mereka (identitas, kekuatan, dan lainnya) untuk berkontribusi pada masyarakat secara positif.
Wilson, dkk menambahkan bahwa maskulinitas positif memungkinkan laki-laki untuk terkoneksi, memiliki motivasi, dan menjadi pribadi yang autentik. Intinya laki-laki bisa mengambil banyak peran di masyarakat. Tidak harus selalu menjadi breadwinner dan yang terkuat, ia juga bisa mengambil peran lain yang lebih menunjukkan empati misalnya menjadi ayah dan lain sebagainya.
Seiring dengan berkembangnya zaman, sudah mulai banyak orang yang mengadopsi konsep ini. Beberapa contohnya sudah dipromosikan lewat produk budaya pop seperti film dan buku. Deretan novel berikut dengan cerdasnya memberikan kita contoh nyata penerapan maskulinitas positif.