Kemenkominfo bersama GNLD Siberkreasi Meluncurkan 58 Buku Kolaborasi
Buku kolaborasi ini merupakan seri literasi digital
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bali, IDN Times - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digital) Siberkreasi dan mitra jejaring nya meluncurkan 58 buku kolaborasi Literasi Digital di Titik Temu Coffee, Seminyak, Bali. Ada tujuh mitra jejaring yang berkolaborasi dalam peluncuran buku ini, yaitu CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada, Common Room, Hipwee, Klinik Digital Universitas Indonesia, ICT Watch, MAFINDO, dan Relawan TIK. Kegiatan tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat bisa menggunakan buku-buku Literasi Digital secara masif untuk pendidikan. Buku-buku Literasi Digital yang telah diluncurkan, bisa diunduh secara bebas dan gratis melalui situs literasidigital.id.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021, saat ini Indonesia masih menduduki kategori “sedang” dalam hal kapasitas literasi digital dengan nilai angka sebesar 3.49 dari 5.00. Oleh karena itu, Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi dan mitra-mitra meluncurkan 58 buku kolaborasi seri Literasi Digital.
Baca Juga: Budaya Digital Membaik, Indeks Literasi Digital Indonesia Naik
1. Buku-buku yang diluncurkan merupakan bentuk dari riset tentang perubahan-perubahan sosial
Donny Budi Utoyo, selaku Dewan Pengarah Siberkreasi dalam sambutannya yang sekaligus membuka kegiatan peluncuran 58 Buku Kolaborasi Seri Literasi Digital menyatakan toleransi yang ada saat ini adalah hasil dari tingkat literasi yang tinggi serta kebebasan berekspresi. Tingkat toleransi semakin tinggi jika apresiasi dan etika ini ada ketika berpendapat. "Kebebasan berekspresi ini nggak bisa dipisahkan dengan etika dan toleransi. Mereka ini harus jadi satu. Jika tidak, bisa menimbulkan masalah bahkan bisa berujung ke ranah hukum. Alangkah indahnya jika ada perbedaan pendapat, ya diberikan juga tempat untuk berdiskusi secara baik,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Amelinda Kusumaningtyas dari CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa buku-buku yang diluncurkan merupakan bentuk dari riset tentang perubahan-perubahan sosial yang disebabkan oleh transformasi digital. "Buku yang kami buat ada tentang ekonomi digital yang menjelaskan tentang pemanfaatannya seperti apa, implikasi ke pemberdayaan perempuan dan inovasi digital apa yang terbentuk ketika COVID-19 terjadi. Buku yang kedua membahas tentang ketidaksetujuan kami dengan doxing. Apapun alasannya, perundungan di dunia maya bukan suatu hal yang bisa dijustifikasi. Dari situlah kami membahas kira-kira langkah apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan awareness dan mencegah cyberbullying," jelasnya.
Baca Juga: Kemenkominfo Mengadakan Seminar Literasi Digital untuk Pesantren