TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Tahap Perkembangan Psikososial Menurut Erik Erikson

Teori ini banyak disukai dan diterima oleh banyak ahli

Unsplash/ Tyler Nix

Erik Erikson adalah seorang ahli psikologi yang lahir pada tahun 1902 di Jerman. Nama Erik menjadi dikenal banyak orang setelah dia mengemukakan teorinya tentang tahap perkembangan psikososial seorang manusia dari lahir hingga tua. Teori ini diterima banyak psikolog lainnya karena dianggap sangat menggambarkan perkembangan psikososial seseorang.

Kira-kira seperti apa sih teori perkembangan psikososial tersebut? Yuk kita cari tahu bersama-sama!

1. Fase Bayi (0-18 bulan)

Pixabay/ Helena Lopes

Krisis atau konflik utama yang dialami pada fase ini adalah rasa Percaya vs Curiga, dimana pada tahap ini berperan besar dalam menentukan apakah dia akan mudah percaya atau curiga kepada orang lain. Orang yang paling berperan penting pada fase ini adalah ibu atau orang lain yang berperan sebagai ibu.

Aktivitas utama yang dilakukan pada fase ini adalah ketergantungan pada ibu dan mengekspresikan rasa frustasinya. Selain itu pada fase ini, bayi tersebut seringkali merasa takut pada lingkungan sekitar terutama yang tidak dikenalnya dengan baik.

2. Fase Kanak-Kanak (18 bulan - 3 tahun)

Unsplash/ Edi Libedinsky

Krisis utama yang dialami pada fase ini adalah Otonom vs Malu-malu, dimana fase ini banyak menentukan rasa percaya diri dari sang anak saat beranjak dewasa nanti. Pada fase ini, sosok yang paling berperan penting adalah kedua orangtua atau sosok yang dianggap orang tua.

Aktivitas utama yang dilakukan pada fase ini adala bicara, berjalan, harapan yang menonjol, dan mulai belajar untuk menunda kesenangan. Pada fase ini, anak-anak cenderung stres apabila berpisah dengan sosok ibu.

Baca Juga: Gratis! 10 Website Tes Psikologi buat Lebih Mengenali Diri Sendiri

3. Fase Awal Anak Kecil (3-5 tahun)

Unsplash/ Leo Rivas

Pada fase ini seluruh anggota di keluarga sang anak sangat berperan besar dengan pertumbuhan sang anak. Krisis emosi yang paling dirasakan pada fase ini adalah Inisiatif vs Rasa bersalah, disinilah sang anak belajar banyak mengenai apa yang boleh dan tidak boleh serta mencoba untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri.

Aktivitas atau perilaku utama yang menonjol pada fase ini adalah bertambahnya kosakata yang dikuasai dan mulai melakukan interaksi dengan kelompok sebaya. Namun, pada fase ini anak-anak cenderung merasa bersalah dan minder yang diekpresikan dengan menjauhi kelompok atau menangis.

4. Fase Anak Kecil (5-13 tahun)

Pexels/ Samer Daboul

Pada fase ini, krisis utama yang dialami adalah rasa Percaya diri vs Rendah Diri terutama ketika berada dalam kelompok sebaya. Hal ini juga didasari oleh fakta bahwa pihak yang sangat berperan adalah sekolah dan tetangga, dimana komunitas anak tersebut sudah meluas dan tidak terbatas pada anggota keluarga lagi.

Pada fase ini sang anak cenderung lebih aktif secara fisik dan lebih kompetitif sehingga mereka lebih menyukai aktifitas yang bersifat kompetitif seperti olahraga, game, dll. Namun, perlu berhati-hati karena pada fase ini sang anak akan sangat aktif dan sangat marah jika ada pembatasan. Disini orang tua harus bijak dalam mengatur aktifitas sang anak.

5. Fase Remaja (13-21 tahun)

Pexels/Anastasiya Gepp

Fase ini adalah fase paling banyak menghabiskan tenaga bagi orang tua karena pada saat ini krisis utama yang dihadapi adalah Identitas vs  Kekacauan Peran, dimana mereka sedang berusaha mencari jati diri dan memiliki emosi yang tidak stabil. Sosok yang berperan pada fase ini adalah kelompok dan model kepemimpinan, sehingga di fase ini sang anak akan mudah terbawa emosi kelompok dan nekat melakukan aksi berbahaya atas nama kelompok.

Pada fase ini juga sang anak memiliki hasrat seksual yang lebih aktif sehingga patut diberikan pengertian yang baik mengenai hubungan seksual. Selain itu, keinginan untuk mencari identitas dan menjadi sosok yang berguna membuat mereka marah jika harus tergantung pada orang lain.

6. Fase Dewasa (21-40 tahun)

Unsplash/ bruce mars

Setelah melewati fase remaja, kini sang anak telah menjadi dewasa dan memiliki emosi yang lebih stabil. Namun, pada fase ini tetaplah ada krisis yang dialami yaitu Keintiman vs Isolasi dimana pada fase ini orang tersebut sedang berusaha mencari pasangan atau justru menjauhkan dirinya dari berbagai macam hubungan, semuanya tergantung dari berbagai pengalaman yang dialaminya.

Oleh karena itu, sosok yang sangat berperan pada fase ini adalah pasangan lawan jenis dimana stres utama yang dialami pada fase ini biasanya berhubungan dengan lawan jenisnya seperti takut jika bercerai/putus. Tidak hanya mencari pasangan, di fase ini orang tersebut juga sibuk membangun karir dan mencapai tujuan hidup.

7. Fase Paruh Baya (40-60 tahun)

liveabout.com

Setelah mengalami berbagai macam hal dan masalah, di fase ini seseorang memiliki krisis utama Peduli dan Pemandu Keturunan vs Stagnansi dimana orang tersebut cenderung suka berbagi pengalaman dan ilmu, serta ingin meninggalkan suatu warisan. Namun demikian adanya kemungkinan seseorang justru merasa tidak berguna karena pernah mengalami kegagalan besar di hidupnya.

Pada fase ini keluarga kembali memiliki peran yang penting dalam hidupnya, selain itu institusi atau pekerjaan tempat dia bernaung juga berperan besar. Hal utama yang dilakukan pada fase ini umumnya adalah sibuk membuat ide untuk generasi masa depan dan mencapai tujuan hidupnya. Sedangkan, hal yang dapat membuatnya sangat stres adalah adanya interupsi pada pekerjaannya dan perpisahan keluarga.

Baca Juga: 5 Beda Ilmu Bimbingan Konseling Vs Psikologi, Serupa namun Tak Sama

Verified Writer

Deny Hung

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya