TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Seputar Gratifikasi, Anak Muda Wajib Tahu dan Pahami

Gratifikasi dapat memunculkan konflik kepentingan!

ilustrasi uang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pernahkah kamu mendengar istilah gratifikasi? Apa sebenarnya gratifikasi itu? Secara garis besar gratifikasi merupakan pemberian hadiah dari seseorang kepada orang lain. Gratifikasi yang dilarang menjadi salah satu bentuk dari tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal ini karena gratifikasi tersebut dilakukan dengan harapan dapat memengaruhi keputusan maupun kebijakan dari birokrat. Jika demikian tujuannya, berarti pemberian hadiah tersebut tidak lagi sekadar tanda terima kasih atau tanda kebaikan, bukan?

Gratifikasi memang wajar terjadi dan banyak praktiknya di negara kita. Namun, yang menjadi persoalan ialah gratifikasi ilegal. Supaya kamu mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai gratifikasi, yuk, simak penjabaran berikut!

1. Apa itu gratifikasi?

ilustrasi hadiah (pexels.com/Porapak Apichodilok)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gratifikasi bermakna pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Pengertian gratifikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tentu berbeda maknanya dengan pengertian gratifikasi menurut Undang-Undang negara. Gratifikasi dijelaskan dalam pasal 12B dan 12C Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, bukan hanya berbentuk uang, melainkan meliputi pemberian barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Gratifikasi yang ilegal dimaksudkan supaya pihak petugas layanan dapat tersentuh hatinya, sehingga di kemudian hari bisa mempermudah tujuan pihak pengguna jasa, tetapi hal tersebut tidak diungkapkan secara langsung pada saat pemberian terjadi. Gratifikasi ilegal inilah yang menjadi permasalahan dalam suatu negara.

2. Pembagian gratifikasi

ilustrasi orang bersalaman (unsplash.com/Sebastian Herrmann)

Pada dasarnya, gratifikasi dikategorikan menjadi dua, yakni gratifikasi positif dan gratifikasi negatif. Gratifikasi positif merupakan pemberian hadiah yang dilakukan dengan niat tulus tanpa mengharapkan balasan apa pun serta tidak menyinggung tugas dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi (pemerintahan maupun perusahaan). Sedangkan, gratifikasi negatif merupakan pemberian hadiah yang dilakukan dengan tujuan pamrih dan mengharapkan balasan tertentu. Gratifikasi jenis inilah yang dilarang dalam negara.

Gratifikasi positif memang wajar dilakukan oleh seseorang karena bisa dikatakan sebagai bentuk tanda kasih, berbeda dengan gratifikasi negatif yang menjadi persoalan karena dapat memicu terjadinya konflik kepentingan yang berakibat pada ketidakprofesionalan dalam bekerja. Berdasarkan pembagian gratifikasi tersebut, maka kita dapat memahami bahwa gratifikasi tidak selalu bermakna negatif, tergantung konteks bagaimana gratifikasi tersebut dilakukan serta niat pemberi gratifikasi. Meskipun demikian, dalam praktik di lapangan, sulit bagi seseorang memberikan sesuatu tanpa adanya pamrih terlebih di kalangan birokrat.

Baca Juga: Apa Itu Gratifikasi, Dugaan yang Dilayangkan kepada Rafael Alun?

3. Gratifikasi memicu terjadinya konflik kepentingan

ilustrasi orang bersalaman (unsplash.com/Cytonn Photography)

Sebagaimana telah dijelaskan di awal mengenai pengertian dari gratifikasi, maka gratifikasi dapat memicu terjadinya konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini, jika tidak ditangani dengan baik, maka bisa menyebabkan korupsi serta memunculkan kerugian bagi negara. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia menyatakan bahwa konflik kepentingan merupakan situasi ketika seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap pengguna wewenang yang dimilikinya sehingga dapat memengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.

Penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima gratifikasi dari pihak yang memiliki hubungan afiliasi (misalnya: atasan-bawahan dan kedinasan) bisa terpengaruh dengan pemberian tersebut, yang awalnya tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap kewenangan dan jabatan yang dimilikinya menjadi memiliki kepentingan pribadi dikarenakan adanya gratifikasi. Jika konflik kepentingan ini terjadi, maka dapat merugikan negara, bukan?

4. Sanksi dari tidak melaporkan gratifikasi yang diterima

ilustrasi hadiah (pexels.com/Max Fischer)

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi mendapatkan hukuman yang cukup berat. Sanksi yang diterima penerima gratifikasi dijelaskan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun sanksi tersebut ialah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimum empat tahun dan maksimum dua puluh tahun serta pidana denda minimum Rp200 juta dan maksimum Rp1 miliar.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka penerima gratifikasi yang tidak melaporkan adanya pemberian gratifikasi terbilang hal yang sangat serius. Sebab, hal itu menjadi bentuk dari tindak pidana korupsi. Jika gratifikasi dianggap wajar dengan dalih hanya sekadar tanda terima kasih karena sifatnya yang "tanam budi", hal tersebut cepat atau lambat akan memengaruhi pegawai negeri atau penyelenggara yang bersangkutan, termasuk dapat memengaruhi objektivitas dan penilaian profesional mereka.

Baca Juga: KPK: Dugaan Gratifikasi Andhi Pramono Miliaran Rupiah

Verified Writer

Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya