Ilustrasi Mekkah (https://pixabay.com/users/odien-5504562/)
Lantas apa saja ciri-ciri seorang jemaah haji pantas menyandang predikat sebagai haji mabrur? Masih berdasarkan Kementerian Agama RI, mendapatkan titel haji mabrur sendiri membutuhkan persiapan yang matang. Mulai dari pendalaman ajaran agama yang baik sampai seluruh syarat, rukun, dan wajib hajinya telah terlaksana.
Pertama, seorang jemaah haji perlu punya landasan ajaran agama Islam yang teguh. Dalam konteks ibadah haji, manasik haji merupakan salah satu cara jemaah haji untuk memahami seluruh rangkaian ibadah haji. Manasik haji adalah pelatihan atau simulasi yang diberikan kepada calon jemaah haji sebelum mereka berangkat ke Tanah Suci. Melalui manasik haji, jemaah belajar mengenai tata cara, doa-doa, dan rukun-rukun haji secara rinci sehingga mereka dapat menjalankan ibadah tersebut dengan benar dan khusyuk.
Kedua, haji mabrur juga dilihat dari alokasi biaya saat berangkat haji dimana segala biaya dan perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan ibadah haji harus berasal dari sumber yang halal. Seorang jemaah haji yang berusaha untuk memastikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan dan perlengkapan yang dibawa berasal dari sumber yang halal menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan ibadah haji. Hal ini juga merupakan bentuk tanggung jawab moral dan spiritual sebagai seorang Muslim, yang menjadikan kehalalan rezeki sebagai landasan utama dalam segala aktivitasnya, termasuk ibadah haji.
Dengan memastikan bahwa segala hal yang digunakan dalam ibadah haji berasal dari sumber yang halal, seorang jemaah haji berupaya untuk menjaga kesucian dan keberkahan ibadahnya, serta menghindari segala bentuk yang dapat mengurangi nilai ibadahnya di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, aspek kehalalan rezeki menjadi salah satu faktor penentu dalam menilai apakah ibadah haji seseorang dapat disebut sebagai haji yang mabrur atau tidak.
Ketiga, niat yang ikhlas menjadi tolok ukur jemaah haji untuk menyandang predikat sebagai haji yang mabrur. Niat ini harus tulus semata-mara karena Allah SWT. Bukan hanya haus akan validasi dan pengakuan dari manusia, tetapi kesungguhan dalam menjalankan ibadah semata karena mencari keridhaan-Nya. Jemaah haji yang memiliki niat yang ikhlas tidak terpengaruh oleh pujian atau kritikan dari orang lain, karena kesungguhan mereka terletak pada hubungan spiritual yang mereka bangun dengan Allah SWT. Hal ini mencerminkan kedalaman iman dan kesadaran akan tujuan ibadah yang sejati, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan meraih ridha-Nya. Oleh karena itu, keikhlasan dalam niat merupakan pondasi utama dalam mencapai gelar haji yang mabrur.