ilustrasi palu dan timbangan hukum (pixabay.com/succo)
Konsep hak prerogatif bukanlah hal baru. Bayu mengatakan bahwa hak istimewa tersebut merupakan warisan dari zaman kerajaan dahulu. Pengaruhnya melekat hingga sekarang dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia. Karena sudah ada sejak lama, tentu pengaplikasiannya kian mengalami perubahan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Pasal 14 UUD 1945, presiden dapat memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Ketentuan tersebut sempat berubah selama era UUD Sementara 1950.
Dari laman hukumonline.com, Pasal 107 UUDS 1950 menjelaskan bahwa pemberian grasi, amnesti, dan abolisi harus dengan kuasa undang-undang dan pertimbangan dengan MA.
Namun, setelah amandemen UUD 1945, ketentuannya lebih diperinci dengan grasi dan rehabilitasi harus memerhatikan pertimbangan MA, sedangkan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.
Selain itu, selama masa UUDS 1950, amnesti dan abolisi sempat diatur dalam UU Darurat No. 11 Tahun 1954. Akan tetapi, aturan tersebut sudah tidak berlaku. Hal ini karena, menurut Bayu, norma konstitusi yang menjadi rujukan undang-undang darurat tersebut sudah gugur dengan Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 setelah amandemen.
Itulah tadi penjelasan mengenai hak prerogatif presiden yang ternyata punya tujuan untuk membagun kesejahteraan masyarakat. Semoga bermanfaat, ya!
Penulis: Fria Sumitro