ilustrasi sembahyang (dok. hippopx.com)
Dilansir laman Pemerintah Kabupaten Buleleng, terdapat beberapa rangkaian kegiatan pada perayaan Hari Raya Galungan, di antaranya:
1. Tumpek Wariga
Hari Tumpek Wariga atau yang juga dikenal dengan Hari Tumpek Wariga Ista Dewata, masyarakat Bali akan merayakannya dengan menyuguhkan banten atau sesaji yang terdiri dari bubuh (bubur) sumsum dalam berbagai warna yang menyimbolkan beberapa produk pertanian, seperti:
- Bubuh putih sebagai simbol umbi-umbian
- Bubuh bang sebagai simbol padang-padangan
- Bubuh gadang sebagai simbol jenis pohon yang berkembangbiak secara generatif
- Bubuh kuning sebagai simbol jenis pohon yang berkembangbiak secara vegetatif
Pada Hari Tumpek Wariga ini semua pepohonan akan diciprati dengan tirta wangsuhpada atau air suci yang dimintakan di sebuah pura dan diberi banten berupa beberapa bubur sumsum yang disertai dengan canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, dan diisi sasat. Setelah semuanya siap, pemilik pohon akan mengetuk atau mengelus batang pohon sambil mengucapkan,
Dadong- Dadong I Pekak anak kija
I Pekak ye gelem
I Pekak gelem apa dong?
I Pekak gelem nged
Nged, nged, nged
Kalimat di atas memiliki makna agar pohon tersebut segera menghasilkan buah yang dapat digunakan untuk upacara Hari Raya Galungan. Hari Tumpek Wariga memang ditujukan untuk memuja Sang Hyang Sangkara atau Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-Tumbuhan. Upacara ini biasanya dilaksanakan 25 hari sebelum Galungan.
2. Sugihan Jawa
Rangkaian kegiatan kedua Galungan ini berasal dari kata sugi yang memiliki arti bersih dan suci dan kata jawa yang artinya luar. Berdasarkan dari pengertian kedua kata tersebut, Sugihan Jawa merupakan hari pembersihan atau penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri Bhuana Agung atau manusia.
Pada hari Sugihan Jawa ini akan dilakukan upacara Mererebu atau Mererebon yang bertujuan untuk mengusir hal-hal negatif pada Merajan atau pura keluarga dan rumah masing-masing. Di wilayah pura biasanya akan membuat babi guling yang setelah upacara akan dibagikan untuk masyarakat sekitar. Sugihan Jawa ini dirayakan setiap hari Kamis Wage atau Wuku Sungsang.
3. Sugihan Bali
Kebalikan dari Sugihan Jawa, Sugihan Bali memiliki makna untuk menyucikan atau membersihkan diri sendiri. Sugihan Bali terdiri dari dua kata, yakni sugi yang memiliki arti bersih dan bali yang diartikan sebagai dalam.
Pelaksanaan Sugihan Bali ini dilakukan dengan cara mandi dan memohon Tirta Gocara pada Sulinggih sebagai simbolisasi penyucian jiwa raga untuk menyambut Hari Raya Galungan. Sugihan Bali biasanya dilaksanakan setiap hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang.
4. Hari Penyekeban
Hari Penyekeban merupakan simbolisasi dari menahan diri. Di hari tersebut, umat Hindu harus mengekang diri masing-masing agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Hari Penyekeban ini dilaksanakan setiap hari Minggu Pahing Wuku Dungulan.
5. Hari Penyajan
Hari yang dilaksanakan setiap Senin Pon Wuku Dungulan ini terdiri dari kata 'saja' yang memiliki arti benar atau serius. Hari Penyajan ini memiliki makna agar umat Hindu memantapkan diri dalam perayaan Hari Raya Galungan. Berdasarkan kepercayaan, pada Hari Penyajan tersebut, umat Hindu akan digoda oleh Bhuta Dungulan agar melanggar perintah agama.
6. Hari Penampahan
Pada Hari Penampahan ini, umat Hindu akan disibukkan dengan pembuatan penjor. Hiasan khas Galungan tersebut dibuat dari batang bambu melengkung yang nantinya akan diisi hiasan sedemikian rupa. Penjor ini merupakan ungkapan syukur atas anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Tidak hanya penjor, umat Hindu juga akan menyembelih babi yang dagingnya digunakan sebagai pelengkap upacara. Penyembelihan babi tersebut merupakan sebagai simbolisasi membunuh semua hawa nafsu yang ada dalam diri manusia.
Masyarakat Bali percaya bahwa di Hari Penampahan ini, para leluhur akan mendatangi keturunannya. Oleh sebab itu, masyarakat Bali juga menyediakan suguhan kecil untuk para leluhur, seperti nasi, lauk-pauk, buah, kopi, rokok, air, dan lekesan (daun sirih dan pinang).
7. Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan biasanya diawali dengan sembahyang di rumah masing-masing hingga ke pura yang ada di sekitar lingkungan. Pada hari raya umat Hindu ini terdapat tradisi pulang kampung, yakni umat Hindu yang berada di luar Pulau Bali akan menyempatkan diri untuk sembahyang ke daerah kelahiran masing-masing.
Nah, bagi umat Hindu yang masih memiliki anggota keluarga dengan status makingsan di pertiwi atau masih dikubur (belum diaben) maka anggota keluarga yang masih hidup wajib membawakan banten atau sesajen ke kuburan. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah mamunjung ka setra kuburan.
8. Hari Umanis Galungan
Pada Hari Umanis Galungan, umat Hindu akan melakukan sembahyang yang nantinya akan dilanjutkan dengan tradisi dharma santi, yakni tradisi saling mengunjungi saudara atau pergi dengan keluarga ke tempat wisata.
Selain itu, ada tradisi unik yang dilakukan oleh anak-anak, yakni ngelawang atau menarikan barong yang disertai musik gamelan dari rumah satu ke rumah yang lainnya. Nah, rumah masyarakat yang didatangi anak-anak tersebut biasanya akan membawa canang dan sesari atau uang.
Menurut kepercayaan, tradisi ngelawang ini bisa mengusir segala jenis aura negatif. Rangkaian kegiatan Galungan ini akan dilaksanakan pada hari Kamis Umanis Wuku Dungulan.
Itu dia sejarah lengkap Hari Raya Galungan beserta makna dan rangkaian kegiatannya. Selamat Hari Raya Galungan untuk yang merayakan!