Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
toko buku (Pexels/Esra Afşar)

Kalau tahun 2010-an produk digital seperti aplikasi ponsel berkembang pesat, pada 2020-an kita mengalami pergeseran sikap pasar yang cukup signifikan. Orang, terutama anak muda berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada gawai dan internet dengan kembali ke barang-barang analog. Salah satunya buku cetak.

Pandemik COVID-19 sampai perkembangan pesat kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) sering disebut sebagai titik baliknya. Mengapa dan apa korelasinya dengan kembalinya minat baca buku? Mari kupas lebih jauh.

1. Pandemik COVID-19 membentuk kebiasaan baru

aktivitas membaca buku (Pexels/Vlada Karpovich)

Pandemik COVID-19 saat itu memaksa orang bertahan di dalam rumah. Pada momen itulah, hobi-hobi tertentu mendadak jadi tren. Mulai dari berkebun, bersepeda, sampai memasak. Termasuk pula hobi membaca. Namun, karena kecenderungan manusia yang butuh koneksi dan validasi, kegiatan itu pun mereka bagikan ke media sosial. Fenomena itu kemudian dikenal dengan istilah BookTok dan Bookstagram merujuk pada platform yang mereka pakai untuk berbagi.

Daya tarik buku saat itu ternyata berkaitan erat dengan efek nostalgia yang mereka bawa. Buku ternyata mengingatkan banyak pengguna media sosial kalau kita pernah berada pada masa-masa indah, tanpa pandemik dan tanpa gawai. Menariknya, BookTok dan Bookstagram ternyata bertahan bahkan setelah pandemik resmi berakhir. Para pemengaruh yang dapat panggung karena tren itu masih bertahan di industri ini dengan audiens yang tak main-main.

2. Toko buku dan perpustakaan jadi third place favorit baru anak muda

Editorial Team

Tonton lebih seru di