Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times Xplore
IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Di balik setiap helai kain yang kita kenakan, tersimpan jutaan cerita yang tak selalu seindah penampilannya. Bukan hanya tentang tangan-tangan yang bekerja keras dalam membuatnya ataupun diskon besar-besaran yang menggoda, tapi ... juga tentang limbah yang menumpuk dan bumi yang perlahan menangis. Inilah wajah asli dari fast fashion yang selama ini disembunyikan dari kita.

Halo semuanya! Kenalin, kami adalah Tim Deadliners dari SMA Kristen Immanuel Pontianak, ingin mengajak teman-teman sekalian buat mengulik bareng sisi lain dari dunia fashion yang selama ini mungkin teman-teman jarang sadari. Melalui mading kami yang berjudul "Fast Fashion: Trend or Threat" ini, kami bakal membahas bagaimana fast fashion dapat memengaruhi lingkungan, sekaligus memberikan solusi bagaimana passion kita di dunia fashion tetap bisa menjadi sesuatu yang positif, bukan menjadi ancaman bagi bumi.

Tim Pembuat Redaksi:

Guru Pendamping: Kevin Albert Setiawan, S.Kom.

Penulis : Levina Jesslyn, Natania Monica Andrians

Desainer Visual : Cindi Aulia Vernanda, Felicia Taleo Evelyn, Giovanni Kowen, Valerie Fileo Wang

Fotografer : Cindi Aulia Vernanda

Videografer : Valerie Fileo Wang

Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times

Esai: Latar Belakang

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Hayo ngaku, siapa di sini yang hobinya suka beli baju baru padahal baju lama di lemari masih banyak yang belum terpakai? Tapi, emangnya salah ya beli baju baru? Ditambah harganya murah dan modelnya cantik, siapa sih yang tidak tergiur? Beli baju baru itu gak salah kok, tapi ... setiap kali kamu membeli baju kekinian dengan harga murah, pernahkah terlintas dalam pikiranmu bahwa ada satu sudut kecil di Bumi yang menangis karenanya? 

Industri fashion bukan sekadar tentang gaya dan penampilan. Di balik layar, ia menyumbang 10% emisi karbon global, lebih besar dari gabungan emisi penerbangan internasional dan transportasi laut (UNEP, 2023). Ini bukan sekadar angka, ini adalah kenyataan pahit yang terjadi di balik gemerlap diskon dan tren fashion terkini. 

Fast fashion merupakan konsep di dunia fashion yang membuat produk serta fashion style dengan cepat tersedia dan siap dipakai, tetapi cepat berganti. Dalam proses serba cepat ini, fast fashion menghadirkan beragam pilihan busana trendi yang selalu mengikuti perkembangan zaman dan tentunya ditawarkan dengan harga terjangkau. Baju keren dengan harga murah, siapa sih yang gak mau? Tapi teman-teman tahu gak sih? Dibalik fenomena tersebut, ada potensi kerusakan alam serius yang bisa merusak ekosistem kehidupan. Industri ini mendorong konsumsi tekstil masif yang berdampak serius pada lingkungan. Mulai dari limbah kimia hasil pewarnaan yang mencemari sungai, serta emisi karbon yang tidak ramah lingkungan. Semua ini terjadi hanya demi pakaian yang mungkin akan dibuang setelah beberapa kali dipakai. 

Ironisnya, Indonesia tidak luput dari dampak ini. Tren pakaian murah menjamur di pasar daring, dari brand global hingga lokal yang mengikuti jejak sistem produksi cepat. Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022 mencatat peningkatan signifikan limbah tekstil domestik akibat konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, Indonesia juga menjadi tujuan pakaian bekas impor ilegal yang mencemari pasar dan menciptakan persaingan tidak sehat bagi UMKM lokal. 

Limbah tekstil adalah momok berikutnya. Pada 2022, berdasarkan data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) KLHK, tekstil menyumbang sekitar 2,54 persen dari total sampah nasional yang diestimasikan mencapai 1,7 ribu ton per tahun. Mirisnya lagi, hanya sedikit saja dari sampah tekstil tersebut yang dapat didaur ulang. Sayangnya, kesadaran masyarakat terhadap isu ini masih sangat rendah. Survei Katadata Insight Center (2023) menunjukkan bahwa 65% remaja Indonesia membeli pakaian baru setidaknya sebulan sekali, dengan alasan harga terjangkau dan mengikuti tren. Mereka tidak sadar bahwa setiap kali mengklik “checkout” di e-commerce, mereka turut menyumbang pada krisis lingkungan yang semakin parah.   

Lalu, mengapa fast fashion masih begitu digemari? Jawabannya kompleks. Budaya konsumtif yang dipicu oleh media sosial memainkan peran besar. Platform seperti TikTok dan Instagram dipenuhi konten #haulfashion yang mendorong pembelian impulsif. Di sisi lain, edukasi tentang dampak lingkungan dari fast fashion masih sangat kurang. Di tengah gempuran tren digital dan minimnya edukasi lingkungan, siklus konsumsi yang terus berulang (beli, pakai, dan buang). Pola inilah yang perlahan-lahan menjadikan fast fashion bukan sekadar isu gaya hidup, melainkan krisis global yang menimbulkan kerusakan nyata bagi lingkungan dan masyarakat. 

Esai: Kesimpulan

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Nah kita kan udah tau penyebabnya, yuk, masuk lebih dalam ke dampak nyata fast fashion bagi bumi kita. Industri fast fashion seringkali menggunakan poliester sebagai bahan dasar pembuatan produk-produknya. Pakaian berbahan poliester apabila dicuci akan melepaskan serat-serat mikro yang biasa disebut microfiber. Microfiber ini terbuat dari plastik dan sulit terurai. Partikel-partikel tersebut nantinya dapat bermuara ke laut dan mencemari ekosistem perairan. Menurut studi dari Pusat Riset Oseanografi Institut Pertanian Bogor, pada Februari tahun 2024 lalu, sebesar 70% bagian tengah sungai Citarum terkontaminasi oleh mikroplastik, yaitu berupa serat benang polyester. Kandungan mikroplastik tersebut mengancam kehidupan biota di aliran sungai, serta merugikan warga sekitar.  

Selain masalah bahan, Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa sampah tekstil menyumbang sebesar 2,87% dari total sampah nasional. Sampah tekstil yang dihasilkan pada tahun 2023 saja sudah mencapai angka 1,75 ton.  Umumnya limbah-limbah ini hanya akan dibakar atau dibuang. Sedangkan hanya 1% yang di daur ulang. Tidak hanya sampai di situ, industri tekstil di Indonesia merupakan salah satu industri paling boros dalam penggunaan air. Sebesar 93 miliar meter kubik air per tahunnya dihabiskan untuk menunjang kebutuhan sektor ini. Dampak lain fast fashion adalah munculnya budaya konsumerisme, yang membuat konsumen terus membeli pakaian baru tanpa memikirkan konsekuensinya.  

Dampak fast fashion ini ternyata seram banget ya, teman-teman. Nah untuk mengatasi permasalahan ini, para konsumen dapat disadarkan akan buruknya fast fashion dengan diadakannya konten-konten informatif mengenai bahaya fast fashion melalui media sosial. Kenapa melalui media sosial? Karena dapat menjangkau konsumen di seluruh negeri. Selain itu, cara ini akan efektif, mengingat sebagian besar konsumen fast fashion adalah generasi muda, terutama remaja yang terikat dengan dunia maya. Satu hal yang gak kalah penting adalah ajakan bagi konsumen untuk tidak bersikap konsumtif. Alih-alih membeli pakaian baru setiap pergantian tren, kamu bisa melakukan Swap fashion dengan teman-temanmu, loh! Jadi kamu bisa menukar item fashion milikmu yang masih layak pakai dengan item fashion milik orang lain. Hal ini dapat meminimalisir jumlah produk tekstil yang terbuang. Selain itu, kamu juga bisa menjual ulang item fashion yang kamu miliki. Cara ini dapat mendukung  Fashion yang lebih berkelanjutan dan bahkan bisa mengembangkan perekonomian lokal.  

Tidak hanya konsumen saja, semua pihak yang terlibat dalam industri fashion juga perlu diberikan sosialisasi mengenai dampak yang dihasilkan dari fast fashion dan diajak bekerja sama untuk mulai merealisasikan “Sustainable Fashion”. Sustainable Fashion sendiri menghasilkan busana yang memiliki daya tahan yang baik, serta mengutamakan kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas yang baik tentunya membuat busana yang dihasilkan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga menghemat pengeluaran dan mengurangi jumlah pakaian yang dibuang. Salah satu bentuk sustainable fashion, yaitu dengan memproduksi busana menggunakan bahan-bahan yang alami dan lebih ramah lingkungan. Sustainable fashion juga dapat diwujudkan dengan memproduksi busana berkonsep timeless, yang tidak bergantung pada pergantian trend, serta mudah dipadukan dengan item fashion lainnya.  

Fast Fashion merupakan tantangan besar bagi keberlangsungan hidup ekosistem kita. Perlu adanya kesadaran dan kerja sama dari konsumen, serta toko-toko fashion untuk menciptakan lingkup fashion yang lebih ramah lingkungan. Seluruh langkah dalam mencapai "sustainable fashion" itu berawal dari satu langkah dari kamu! Jadi yuk bersama cintai Bumi kita dan lawan fast fashion

 

Infografik

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Fast Fashion adalah konsep memproduksi pakaian dalam jumlah besar pada waktu yang singkat. Fast Fashion memiliki dampak negatif bagi lingkungan, mulai dari menyumbang limbah tekstil, pemborosan air, hingga penggunaan bahan yang sulit terurai. Penyebab Fast Fashion sendiri cukup bervariasi dan untuk melawan Fast Fashion kita bisa menerapkan JAGA. Eits, tapi tunggu dulu, memangnya penyebabnya apa aja? Lalu, JAGA itu apa sih? Yuk, ketahui lebih lanjut dalam infografis kami!

Rubrik Diskusi Pertamina

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Teman-teman tau gak sih? Negara kita masih sangat bergantung pada energi fosil, loh, yang tentunya gak ramah lingkungan dan justru semakin merusak lingkungan kita. Dampak-dampaknya, mulai dari perubahan iklim yang drastis hingga bencana global. Serem banget gak sih? Nah Pertamina, salah satu perusahaan negara yang bergerak di bidang perminyakkan turut ikut serta nih dalam mengatasi permasalahan ini.

Rubrik Diskusi Pertamina

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Salah satu langkah Pertamina untuk menjadikan bumi lebih baik adalah dengan kehadiran GES (Green Energy Station). GES bertujuan untuk mendukung transisi energi yang lebih ramah lingkungan. GES sendiri terdiri dari empat pilar utama, yaitu Green, Future, Digital, dan High Tier Fuel. Bersama GES, satu langkah, jutaan dampak!

Foto Bercerita

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Foto Bercerita

IDN Times Xplore/Deadliners_SMAK Immanuel Pontianak

Inilah potongan cerita di balik karya kami. Bukan hanya ide dan diskusi, tetapi juga tentang tawa, perjuangan, dan momen kecil yang membuat proses ini berarti. Setiap foto menyimpan perjalanan kami untuk belajar, bekerja sama, dan tumbuh bersama.

Diawali dari pencarian referensi, membahas sketsa yang sesuai dengan tema yang dipilih, dan merangkai untaian kata untuk dijadikan esai yang bermakna. Setiap ide yang disalurkan ditimbang bersama agar konsep yang muncul bisa lebih matang. Kami saling berdiskusi dan membantu satubsama lain agar prosesnya berjalan dengan lancar.

Kami menyadari bahwa hasil bisa saja sederhana, tapi proses inilah yang membuat semuanya berkesan dan layak untuk dikenang. Karya ini bukan hanya hasil akhir yang terpampang, tetapi juga cermin dari kebersamaan, semangat, dan perjalanan yang tak ternilai.

Pada akhirnya, semua akan kembali pada kita. Akankah kita terus larut dalam arus fast fashion, atau memilih langkah kecil untuk menyelamatkan bumi? Ingat, pilihan yang kamu ambil akan menentukan masa depan bumi kita. Namun, satu hal menjadi jelas. Menjaga lingkungan bukan tugas segelintir orang, melainkan panggilan bersama.

Mading ini boleh saja berakhir, tapi semangat kita untuk peduli dan berubah tidak boleh padam. Mari terus sebarkan kepedulian ini, ubah setiap pilihan menjadi langkah nyata, dan jadikan suara kita sebagai bagian dari perjuangan menjaga bumi yang kita cintai. Jika bukan kamu, siapa lagi?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎