IDN Times Xplore/OtakAtik_SMAN 1 Jakarta
Dari GEMA untuk Bumi, Gairahkan Edukasi dan Teknologi
Waktu boleh berganti musim dan generasi, tapi kantong plastik yang dibuang hari ini akan tetap duduk diam, menunggu lebih lama dari usia manusia.
Kalimat tersebut menyuarakan kembali bahwa satu kantong plastik yang kita buang hari ini, bisa bertahan lebih lama dari hidup masing-masing orang. Ia akan tetap ada saat kita lulus, menikah, menua, dan mungkin sampai saat cucu kita lahir. Hal ini bukan hanya kemungkinan. Namun, fakta tajam yang diperkuat dengan pernyataan bahwa sejak tahun 1950 manusia telah menghasilkan lebih dari 8 miliar ton plastik dan sebagian besar dari jumlah itu masih ada di sekitar kita hingga saat ini.
Ironisnya, saat ini dengan mudah kita membuka bungkus snack, menyobek kemasan baru, atau menyeruput minuman dengan sedotan plastik lalu membuangnya tanpa pikir panjang. Semua terjadi dalam hitungan detik. Sementara yang sering luput kita sadari adalah benda-benda itu tak benar-benar hilang. Mereka menetap. Diam-diam menyusup ke laut, ke tanah, bahkan ke tubuh ikan dan manusia. Semakin disayangkan bahwa kini bumi mulai sesak menahan semua yang kita tinggalkan.
Program Lingkungan PBB (UNEP) menyatakan bahwa dunia saat ini memproduksi lebih dari 430 juta ton plastik per tahun dan sekitar dua pertiganya adalah plastik sekali pakai yang hampir tidak pernah didaur ulang. Lebih dari itu, laporan The Plastic Waste Makers Index tahun 2023 menyebutkan bahwa hanya 9 dari setiap 100 plastik di dunia yang berhasil didaur ulang. Sisanya? Menumpuk di tempat pembuangan akhir, hanyut ke laut, atau dibakar, dan mencemari udara yang dihirup.
Di tengah krisis lingkungan yang makin nyata, seperti suhu global naik, sampah menumpuk, dan udara mulai sulit dihirup bersih. Kita, generasi muda, justru berada di titik paling krusial. Kita bukan hanya penonton dari kerusakan ini. Kita juga pewaris, sekaligus penentu akan seperti apa wajah bumi di masa depan?
Namun, tak seperti generasi sebelumnya, GEMA — Generasi Muda Alam memiliki dua senjata ampuh yang bisa kita gunakan, yakni edukasi dan teknologi. Dua hal yang tak hanya akrab, tetapi juga menyatu dalam keseharian kita. Tumbuh di antara layar, jaringan, dan informasi cepat membuat kita tahu bagaimana sesuatu menjadi viral. Maka, kenapa tidak menjadikan penyelamatan bumi sebagai hal yang layak untuk diviralkan? Apalagi, kesadaran lingkungan hari ini tidak cukup hanya lewat teori. Ia harus menjadi bagian dari kebiasaan, dari cara kita berpikir, memilih, dan bertindak. Di sinilah Go Green dan Generasi Muda Alam (GEMA) menemukan maknanya yang lebih luas.
Go Green bukan hanya soal menanam pohon dan membawa tumbler. Ini tentang mengubah pola pikir. Tentang menjadikan kesadaran lingkungan sebagai bagian dari gaya hidup. Kita bisa memulainya dengan cara yang sederhana namun berdampak, misalnya dengan membuat konten edukasi lingkungan di TikTok, menyebarkan poster yang mengutarakan aspirasi keadilan lingkungan lewat Instagram Story, atau membuat podcast santai yang membahas fakta-fakta soal sampah plastik. Edukasi hari ini bisa terjadi di mana saja, bahkan dari balik kamera depan ponsel. Ditambah lagi, teknologi juga memberi kita ruang untuk bergerak lebih cerdas. Contohnya saja, kota Bandung dan Surabaya mulai uji coba sensor pengisi sampah yang mengirim notifikasi ke petugas saat sudah penuh agar pengangkutan lebih efisien dan tidak menumpuk. Semua langkah ini bukan mimpi muluk. Ini adalah realita yang bisa kita mulai hari ini juga.
Sama halnya dengan SMAN 1 Jakarta, Go Green bukan sekadar tren, melainkan bagian dari gerak bersama yang nyata. Lewat program Jumpa Bulan yang digagas oleh OSIS, tiap kelas diberi tantangan mengumpulkan botol plastik bekas. Bukan soal siapa yang paling banyak, namun bagaimana siswa bisa belajar memilah sampah, menyadari dampaknya, dan bekerja sama. Menariknya, setiap kelas juga mendapat apresiasi dari hasil kumpulan mereka sebagai bukti bahwa peduli lingkungan bisa sambil berkontribusi dan berprestasi.
Kesadaran warga sekolah juga tumbuh melalui keberadaan Harmony of Enviroment (HEAVEN), sebuah komunitas siswa yang secara aktif meningkatkan atensi dan kepedulian pelajar terhadap lingkungan SMAN 1 Jakarta. Komunitas ini telah melaksanakan berbagai kegiatan, mulai dari composting sampah, zero plastic campaign, penempatan papan nama ilmiah berbagai tanaman, hingga produksi sabun ecoenzym. Salah satu anggota HEAVEN, Calista Victoria Manik, mengungkap besar harapannya terhadap peningkatan kesadaran dan komitmen masyarakat serta peran pemerintah dan sekolah dalam memfasilitasi gerakan positif ini. Kolaborasi antarunit sekolah pun jadi dominasi kuat di sekolah ini, seperti yang terlihat dalam kegiatan edukasi literasi lingkungan yang diselenggarakan di lapangan oleh tim Duta Baca dan Sahabat Perpustakaan di mana seluruh siswa diajak melakukan pelestarian dan pengelolaan terhadap lingkungan.
Tidak berhenti sampai di situ, SMAN 1 Jakarta menjadi bagian dari program Sekolah Adiwiyata yang mendorong seluruh warga sekolah menjadikan cinta lingkungan sebagai budaya hidup. Serangkaian kegiatan dilakukan termasuk pemilahan sampah, penanaman hidroponik, gerakan hemat air dan listrik, serta hal-hal lain yang serupa. Semua itu dilakukan dengan satu semangat. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Kita tidak perlu menjadi aktivis besar, menunggu gelar sarjana, atau punya panggung megah untuk membuat perubahan. Perubahan nyata sering kali dimulai dari aksi sederhana yang dilakukan dengan niat yang tulus. Saat dilakukan bersama, langkah kecil bisa menjelma jadi gelombang besar. Terinspirasi dari Jerhemy Owen, seorang konten kreator muda di Tiktok, yang memulai gerakan menanam sepuluh ribu pohon menuai banyak pujian dari masyarakat sekaligus mendorong rasa kepedulian terhadap lingkungan.
Hari ini, kita bisa memilih untuk duduk diam atau berdiri mengambil peran. Kita bisa mengeluh tentang betapa rusaknya lingkungan atau kita bisa mulai mempertanyakan apa yang bisa kita lakukan hari ini untuk membuatnya lebih baik? Lewat edukasi yang cerdas dan pemanfaatan teknologi yang bijak, GEMA tidak hanya mampu bersuara, tetapi juga menciptakan perubahan. Pada akhirnya, bumi ini bukan warisan dari generasi sebelumnya, tapi titipan untuk generasi yang akan datang. Dan tanggung jawab itu ada di tangan penerus bangsa, yakni kita sendiri.