IDN Times Xplore/Jurnalispatu_SMAN 41 Jakarta
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi kenyataan bahwa pemanasan global bukan lagi soal masa depan, tetapi sudah menjadi masalah nyata yang sedang dirasakan masyarakat sekarang. Data dari Climate Central yang dirilis melalui Bisnis.com mencatat bahwa 48,6 juta penduduk Indonesia, atau sekitar 17% populasi di Indonesia, mengalami paparan panas ekstrem sepanjang Desember 2024 hingga Februari 2025. Bahkan Jakarta sedang dalam kondisi mengkhawatirkan, dengan catatan 69 hari panas ekstrem yang berdampak pada kesehatan, aktivitas harian, serta kualitas hidup masyarakatnya.
Situasi ini sejalan dengan laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang dimuat oleh Kompas TV Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu global, dengan rata-rata suhu bumi mencapai 1,55°C di atas era praindustri. Di Indonesia sendiri, suhu rata-rata nasional menembus 27,52°C, angka tertinggi sejak 1981. Pemanasan global merupakan penyebab utama musim penghujan bergeser, udara terasa semakin panas, dan risiko bencana meningkat, mulai dari kekeringan, kebakaran hutan, hingga penurunan kualitas udara.
Aktivitas manusia merupakan penyebab utama pemanasan global, terutama pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan emisi gas rumah kaca. Selain itu, penggunaan plastik sekali pakai, pembakaran sampah terbuka, dan penggundulan hutan untuk pemukiman, pertambangan, dan perkebunan sawit memperparah kondisi bumi, karena hal tersebut meningkatkan kadar karbon di atmosfer sekaligus mengurangi kapasitas bumi menyerap emisi. Sumber lain seperti sektor pertanian dan peternakan juga menghasilkan gas metana yang berasal dari kotoran ternak serta nitrogen oksida yang berasal dari penggunaan pupuk kimia, dan tentunya lebih berbahaya daripada karbon dioksida dalam menjebak panas di bumi.
Masalah pemanasan global ini tidak hanya terlihat pada data nasional, tetapi juga terasa dekat di lingkungan sekolah. Contohnya, sampah plastik sering menumpuk dan sulit dikelola. Kebiasaan penggunaan plastik sekali pakai, seperti botol minum atau kemasan makanan, memperburuk persoalan lingkungan. Jika tidak ada pengelolaan yang baik, sampah ini akan berakhir di tempat pembuangan atau bahkan dibakar, yang justru menambah emisi gas rumah kaca ke udara. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan besar di tingkat global sesungguhnya bermula dari kebiasaan kecil yang kita lakukan sehari-hari.
Akibat dari kondisi tersebut, bumi kita sedang menghadapi masalah besar yang tidak bisa lagi diabaikan. Pemanasan global membawa dampak nyata terhadap kehidupan. Masyarakat menjadi rentan terhadap penyakit terkait suhu yang tinggi, aktivitas ekonomi menurun karena produktivitas terganggu, nelayan kehilangan sumber daya laut karena ekosistem rusak, dan petani kesulitan dengan pola tanam yang tidak menentu. Dapat disimpulkan, pemanasan global sangat merugikan aspek kesehatan, sosial, maupun ekonomi bangsa Indonesia.