ilustrasi keramaian (pixabay.com/efes)
Monoftongisasi banyak terjadi dalam bahasa Indonesia, terutama dalam ragam percakapan informal. Fenomena ini berkembang seiring dengan kecenderungan masyarakat untuk menyederhanakan pelafalan kata agar lebih mudah diucapkan dalam komunikasi sehari-hari.
Secara historis, perubahan ini dipengaruhi oleh kontak bahasa, variasi dialek, serta kebutuhan efisiensi dalam berbicara. Berikut beberapa contoh kata yang mengalami perubahan dari diftong menjadi monoftong:
- Bangkai → Bangke
- Cabai → Cabe
- Cerai → Cere
- Kalau → Kalo
- Pakai → Pake
- Panau → Panu
- Petai → Pete
- Pisau → Piso
- Ramai → Rame
- Satai → Sate
Fenomena monoftongisasi mencerminkan bagaimana bahasa terus beradaptasi dengan kebiasaan para penuturnya. Dalam bahasa baku, perubahan ini sering dianggap sebagai penyederhanaan yang berdampak pada standardisasi pengucapan. Bisa dilihat pada contoh di atas, sebelah kiri ialah penulisan baku, sedangkan sebelah kanan tergolong ragam cakapan.
Di sisi lain, dalam percakapan sehari-hari, monoftongisasi menunjukkan fleksibilitas bahasa dalam menyesuaikan diri dengan penggunanya. Bahasa lisan lebih dinamis dibandingkan bahasa tulis, terutama dalam konteks komunikasi informal.
Dengan memahami perubahan ini, kita bisa melihat bagaimana bahasa Indonesia terus berkembang. Apakah kamu sering menggunakan kata-kata hasil monoftongisasi dalam percakapan sehari-hari? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar!
Referensi:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi IV). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.