Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi petai (pixabay.com/endri yana yana)

Intinya sih...

  • Monoftongisasi adalah proses perubahan diftong menjadi monoftong dalam bahasa Indonesia.
  • Fenomena ini terjadi karena pengucapan yang lebih sederhana dan efisien dalam komunikasi sehari-hari.
  • Perubahan fonologis seperti monoftongisasi dipengaruhi oleh faktor sosial, lingkungan, dan kebiasaan berbicara dalam suatu komunitas.

Khazanah bahasa Indonesia dipenuhi dengan berbagai hal unik, termasuk dalam aspek fonologi. Salah satu fenomena menarik dalam fonologi adalah monoftongisasi.

Menurut KBBI, monoftongisasi merupakan proses perubahan diftong (vokal rangkap) menjadi monoftong (vokal tunggal). Banyak kosakata dalam bahasa Indonesia mengalami proses ini karena pengucapan yang lebih sederhana dan efisien.

Untuk memahami monoftongisasi dengan lebih baik, mari kita bahas terlebih dahulu dasar-dasar fonologi, mulai dari vokal, konsonan, semivokal, diftong, hingga monoftong sebelum melihat contoh-contohnya.

1. Fonologi (tata bunyi)

ilustrasi membaca buku (pixabay.com/wal_172619)

Fonologi atau disebut juga sebagai tata bunyi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji sistem bunyi dalam suatu bahasa dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut berfungsi dalam proses komunikasi. Mengutip buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia IV (2017), istilah ini dijelaskan sebagai sistem bunyi bahasa yang membentuk satuan bahasa seperti kata, frasa, dan kalimat. 

Misalnya, dalam beberapa dialek bahasa Indonesia, terdapat variasi pengucapan yang berbeda dari bentuk bakunya. Perubahan bunyi seperti monoftongisasi terjadi sebagai bentuk adaptasi linguistik yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi sehari-hari. Berbeda dari fonetik yang menitikberatkan pada aspek fisik bunyi, fonologi berfokus pada fungsi bunyi dalam komunikasi.

Perubahan fonologis seperti monoftongisasi sering kali dipengaruhi oleh faktor sosial, lingkungan, serta kebiasaan berbicara dalam suatu komunitas. Seiring waktu, perubahan ini dapat berkembang menjadi bagian dari variasi bahasa yang diterima oleh masyarakat luas. Fenomena ini mencerminkan bagaimana bahasa selalu beradaptasi dengan kebutuhan komunikasi para penuturnya.

2. Huruf vokal

ilustrasi menulis (pixabay.com/Luci Goodman)

Vokal adalah bunyi yang dihasilkan tanpa hambatan berarti dalam saluran suara. Dalam bahasa Indonesia, terdapat lima vokal utama, yaitu a, i, u, e, dan o. Vokal dapat berdiri sendiri atau membentuk diftong, yakni kombinasi dua vokal dalam satu suku kata, seperti pada kata satai dan bangkai.

Keberadaan vokal sangat menentukan struktur kata sekaligus memengaruhi cara pengucapan dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, perubahan fonologis seperti monoftongisasi sering kali melibatkan vokal, terutama dalam upaya menyederhanakan pengucapan.

3. Huruf konsonan

ilustrasi membaca buku (pixabay.com/Victoria)

Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan hambatan dalam saluran suara yang dilambangkan sebanyak 21 huruf dalam bahasa Indonesia, yakni b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, npqrstvwxy, dan z. Bunyi ini berperan sebagai pendamping vokal dalam membentuk kata yang bermakna.

Meskipun tidak langsung terlibat dalam monoftongisasi, konsonan tetap berkontribusi dalam perubahan bunyi yang terjadi dalam bahasa. Struktur kata yang mengombinasikan vokal dan konsonan dapat mengalami perubahan seiring kebiasaan berbahasa masyarakat.

4. Huruf semivokal

ilustrasi menulis (pixabay.com/picjumbo.com)

Semivokal adalah bunyi yang memiliki karakteristik antara vokal dan konsonan, seperti w dalam wayang dan y dalam sayur. Kendati terdengar seperti vokal, semivokal sering berperan seperti konsonan dalam pembentukan kata.

Dalam proses monoftongisasi, semivokal bisa berubah atau bahkan menghilang, tergantung pada pola pengucapan yang digunakan oleh masyarakat. Perubahan ini semakin menunjukkan sifat dinamis bahasa yang terus bertransformasi sesuai kebutuhan komunikasi.

5. Diftong (vokal rangkap)

ilustrasi satai (unsplash.com/R Eris Prayatama)

Diftong adalah kombinasi dua vokal yang diucapkan dalam satu suku kata secara berkesinambungan. Dalam bahasa Indonesia, terdapat empat jenis diftong utama, yaitu /ay/, /aw/, /oy/, dan /ey/, yang tidak dapat dipisahkan dalam satu suku kata (Badan Bahasa, 2017). 

Contohnya dapat ditemukan dalam kata satai, bangkai, dan petai. Berbeda dari vokal tunggal, diftong memiliki pergeseran artikulasi dalam pelafalannya. Keberadaan diftong dalam bahasa Indonesia sering kali mengalami perubahan akibat pengaruh dialek dan kebiasaan pengucapan masyarakat.

6. Monoftong (vokal tunggal)

ilustrasi membaca buku (pixabay.com/WOKANDAPIX)

Monoftong adalah bunyi vokal tunggal yang tidak mengalami perubahan artikulasi dalam satu suku kata. Jika diftong memiliki dua vokal dalam satu pengucapan, monoftong tetap stabil dan tidak mengalami pergeseran bunyi.

Contoh kata yang menggunakan monoftong, antara lain sate, bangke, dan pete. Pergeseran dari diftong ke monoftong dalam beberapa kata inilah yang disebut sebagai monoftongisasi.

7. Contoh monoftongisasi dalam bahasa Indonesia

ilustrasi keramaian (pixabay.com/efes)

Monoftongisasi banyak terjadi dalam bahasa Indonesia, terutama dalam ragam percakapan informal. Fenomena ini berkembang seiring dengan kecenderungan masyarakat untuk menyederhanakan pelafalan kata agar lebih mudah diucapkan dalam komunikasi sehari-hari.

Secara historis, perubahan ini dipengaruhi oleh kontak bahasa, variasi dialek, serta kebutuhan efisiensi dalam berbicara. Berikut beberapa contoh kata yang mengalami perubahan dari diftong menjadi monoftong:

  1. Bangkai → Bangke
  2. Cabai → Cabe
  3. Cerai → Cere
  4. Kalau → Kalo
  5. Pakai → Pake
  6. Panau → Panu
  7. Petai → Pete
  8. Pisau → Piso
  9. Ramai → Rame
  10. Satai → Sate

Fenomena monoftongisasi mencerminkan bagaimana bahasa terus beradaptasi dengan kebiasaan para penuturnya. Dalam bahasa baku, perubahan ini sering dianggap sebagai penyederhanaan yang berdampak pada standardisasi pengucapan. Bisa dilihat pada contoh di atas, sebelah kiri ialah penulisan baku, sedangkan sebelah kanan tergolong ragam cakapan.

Di sisi lain, dalam percakapan sehari-hari, monoftongisasi menunjukkan fleksibilitas bahasa dalam menyesuaikan diri dengan penggunanya. Bahasa lisan lebih dinamis dibandingkan bahasa tulis, terutama dalam konteks komunikasi informal.

Dengan memahami perubahan ini, kita bisa melihat bagaimana bahasa Indonesia terus berkembang. Apakah kamu sering menggunakan kata-kata hasil monoftongisasi dalam percakapan sehari-hari? Yuk, bagikan pendapatmu di kolom komentar!

Referensi: 

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi IV). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team