Mengenal Sunan Kudus, Wali yang Menjunjung Tinggi Toleransi Beragama

- Sunan Kudus berdakwah tanpa kekerasan, menggunakan pendekatan sosial dan budaya untuk menyebarkan Islam di Jawa Tengah.
- Sunan Kudus lahir pada tahun 1400 M, dididik oleh ayahnya yang tegas, dan menjadi ulama serta panglima perang.
- Melalui strategi dakwahnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, Sunan Kudus berhasil mempengaruhi masyarakat Kudus untuk memeluk agama Islam.
Ketika berbicara mengenai penyebaran agama Islam di Indonesia, tentu tidak lepas dari peran penting Wali Songo. Kelompok yang terdiri dari sembilan wali ini dikenal sebagai figur utama yang berkontribusi dalam menyebarkan agama Islam di tanah air.
Sunan Kudus merupakan salah satu dari kesembilan wali tersebut yang berperan menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, khususnya di wilayah Kudus, Jawa Tengah. Sunan Kudus dikenal sebagai ulama yang menjunjung tinggi toleransi beragama.
Dalam berdakwah, beliau tidak pernah menggunakan kekerasan. Akan tetapi, lebih memilih menggunakan pendekatan sosial dan budaya, seperti kesenian, tradisi, dan bahasa untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat setempat. Terbukti, melalui strategi dakwahnya, beliau berhasil mangajak banyak masyarakat Kudus dan sekitarnya untuk memeluk agama Islam.
Ingin mengenal lebih jauh tentang sosok Sunan Kudus dan perjalanan beliau dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa? Yuk, simak pembasahannya yang telah IDN Times rangkum dari berbagai sumber berikut ini!
1. Riwayat hidup Sunan Kudus

Dikutip e-book berjudul Sejarah Wali Sanga: Sunan Kudus oleh Nabila Anwar (2020), Sunan Kudus lahir pada tahun 1400 M dengan nama asli Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan. Beliau merupakan putra dari Raden Utsman Haji atau dikenal sebagai Sunan Ngudung di Jipang Panolan dan Syarifah Dewi Rahil, putri dari Sunan Bonang.
Sejak kecil, Sunan Kudus dididik dengan tegas oleh sang Ayah, yang juga merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam di wilayah Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Berkat didikan dari sang ayah dan ketekunannya dalam belajar, Sunan Kudus tumbuh menjadi individu yang mampu menguasai berbagai bidang ilmu, seperti ilmu tauhid, hadis, sastra, mantiq (logika), dan fikih.
Bahkan, berkat kemampuan intelektualnya yang luar biasa, Sunan Kudus menjadi salah satu sosok yang disegani oleh banyak orang hingga mendapat julukan Wali al-ilmi di antara sembilan wali, yang berarti “wali yang berilmu luas”. Tidak hanya dikenal sebagai ulama, Sunan Kudus juga merupakan panglima perang sekaligus penasihat Kerajaan Demak.
2.Strategi dakwah Sunan Kudus

Dilansir buku bertajuk Walisongo: Sebuah Biografi oleh Asti Musman (2022), dalam menyebarkan ajaran Islam, Sunan Kudus mengikuti langkah dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, yaitu tidak pernah menggunakan kekerasan. Beliau lebih memilih berdakwah dengan cara yang sederhana tanpa menentang budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Sunan Kudus adalah melarang masyarakat Kudus dan sekitarnya untuk menyembelih sapi. Masih dikutip e-book berjudul Sejarah Wali Sanga: Sunan Kudus oleh Nabila Anwar (2020), dikisahkan pada masa awal berdakwah, Sunan Kudus membeli seekor sapi yang didatangkan langsung dari India menggunakan kapal.
Dikarenakan sapi tersebut berukuran sangat besar, banyak masyarakat kota Kudus yang mayoritas beragama Hindu tertarik dan penasaran ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Penting diketahui, bahwa dalam ajaran Hindu, sapi dianggap sebagai hewan suci yang dihormati sehingga dilarang untuk disembelih.
Melihat banyaknya orang yang berkerumun, Sunan Kudus pun menyampaikan ceramahnya tentang Surat Al-Baqarah di dalam Al-Qur’an yang memiliki arti sapi betina. Melalui ceramahnya, beliau juga melarang untuk menyakiti atau menyembelih sapi.
Meskipun dalam ajaran Islam menyembelih sapi diperbolehkan, namun sebagai wujud toleransi yang besar terhadap umat Hindu yang tinggal di wilayah Kudus, Sunan Kudus pun tetap memberlakukan larangan tersebut. Alhasil, banyak masyarakat Kudus dan sekitarnya yang memilih untuk memeluk agama Islam.
3.Peninggalan Sunan Kudus

Sepanjang perjalanan dalam berdakwah, Sunan Kudus tidak pernah menyerah. Beliau terus berusaha mengajak masyarakat kota Kudus dan sekitarnya untuk memeluk agama Islam. Terbukti, melalui strateginya yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, tak sedikit masyarakat di wilayah Kudus yang akhirnya memeluk agama Islam.
Di samping itu, Masjid Menara Kudus yang dibangun pada tahun 1549 Masehi (956 Hijriah) merupakan salah satu peninggalan Sunan Kudus yang terkenal sekaligus simbol akulturasi antara ajaran Islam dengan kebudayaan Hindu. Hal ini terlihat dari segi arsitekturnya, di mana Masjid Menara Kudus ini memiliki elemen khas Hindu seperti bentuk menara yang menyerupai candi serta ukiran berupa ayat-ayat Al-Qur’an yang mencerminkan perpaduan kebudayaan.
Hingga kini, Masjid Menara Kudus masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu peninggalan penting dalam sejarah dan budaya Kabupaten Kudus. Selain itu, masjid tersebut juga merupakan bukti nyata keberhasilan Sunan Kudus dalam menyebarkan ajaran Islam melalui pendekatan yang menghargai budaya lokal.
Demikianlah kisah Sunan Kudus, Wali Songo yang mempunyai nilai toleransi beragama tinggi. Melalui kisah beliau dan perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, semoga kita semua dapat terinspirasi untuk menerapkan sikap-sikap teladan beliau dalam kehidupan sehari-hari.