Bupati dan ribuan penari menari remo boletan di Alun-alun Jombang. IDN Times/Zainul Arifin
Tari remo diciptakan oleh seniman asal Jombang yang dikenal dengan nama Cak Mo. Cak Mo pernah menjadi Gemblak dari sebuah grup Reog di Ponorogo. Saat musim kemarau, Cak Mo mencari pemasukan dari sumber lainnya, salah satunya menari. Dengan bermodalkan keahlian menari, pakaian ala jathilan tanpa anyaman bambu, dan iringan musik sepasang kenong yang ditabuh istrinya, Cak Mo menari berkeliling desa.
Mengadopsi gerakan jathilan, warok, dan tayub, serta menyanyikan kidung tembang, Cak Mo disukai penonton. Ia bersama istri diundang ke Surabaya untuk bergabung dengan tim kesenian Ludruk sebagai pembuka. Tarian yang ditarikan oleh Cak Mo mirip dengan tarian Reog Ponorogo, sehingga orang-orang mengenal tarian tersebut dengan tarian Reyoge Cak Mo yang disingkat remo.
Secara kultur dan makna, tari remo merupakan tarian yang hanya dibawakan oleh penari laki-laki. Hal ini karena lakon yang dibawakan pada tarian ini mengisahkan tentang pangeran yang berjuang dalam pertempuran. Oleh karena itu, dibutuhkan sisi maskulin untuk menyampaikan perjuangan dari seorang pangeran.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, tetapi juga penari wanita. Saat ini, sudah banyak muncul jenis tari remo putri. Salah satu perbedaannya dengan tari remo pria adalah kostum yang digunakan.