Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi overconsumption makeup dan skincare (unsplash.com/Jessica Johnston)

Belakangan ini, industri kecantikan semakin mirip dengan industri fashion. Mereka memproduksi barang dalam konsep fast beauty, di mana produk baru dirilis begitu cepat hingga terkadang kita tidak sempat memikirkan apakah kita benar-benar membutuhkannya. Di sisi lain, muncul banyak perdebatan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas fenomena overconsumption ini

Ada yang menyalahkan brand karena terus-menerus menggoda konsumen dengan produk baru. Ada pula yang menyalahkan influencer atau reviewer karena dianggap mempromosikan barang demi bayaran. Namun, ada juga argumen bahwa semua ini terjadi karena konsumen tidak bijak dalam memilih dan akhirnya terjebak dalam rasa takut ketinggalan (fear of missing out atau FOMO). Jadi, sebenarnya salah siapa?

1. Brand dan strategi marketing yang agresif

ilustrasi brand kecantikan (unsplash.com/Harper Sunday)

Brand kecantikan punya peran besar dalam menciptakan tren yang membuat konsumen terus merasa perlu membeli produk baru. Dengan memanfaatkan iklan yang masif di media sosial, diskon besar-besaran, dan strategi marketing lain yang berhasil menarik perhatian banyak orang. Mereka tahu bagaimana cara membuat konsumen merasa gak cukup cuma dengan satu produk. Misalnya, produk moisturizer aja sudah cukup, tetapi kini mulai berkembang dengan adanya toner, serum, booster, sampai sleeping mask. Konsumen pun jadi bingung, apakah mereka benar-benar butuh produk itu atau sekadar FOMO karena maraknya testimoni di media sosial?

Namun, gak bisa dimungkiri juga kalau strategi marketing ini emang jadi bagian dari bisnis brand kecantikan. Mereka menciptakan “kebutuhan baru” biar produk mereka tetap relevan dan laris manis di pasaran. Sayangnya, gak semua konsumen paham bahwa klaim produk sering kali dilebih-lebihkan, makanya muncul istilah overclaim. Akibatnya, banyak orang tergoda membeli produk yang sebenarnya gak sesuai kebutuhan kulit mereka. Kalau sudah begini, brand kecantikan memang berperan, tapi konsumen juga perlu lebih kritis agar tidak terus-menerus terjebak overconsumption.

2. Peran influencer dan reviewer dalam menciptakan tren

Editorial Team

Tonton lebih seru di