5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-beda

Beda sebutan, beda makna dan filosofinya #LokalIDN

Bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu untuk masyarakat Jawa menjadi bagian dari kawruh basa atau pengetahuan tentang bahasa. Dalam kawruh basa sendiri terdapat istilah yang menjelaskan asal-usul dari bahasa atau kata yang dipakai. Salah satu yang cukup menarik adalah istilah untuk kata perempuan. Gak hanya mengungkap asal-usul, kata perempuan sendiri memiliki sebutan lain dalam bahasa Jawa lengkap dengan maknanya. 

Berikut beberapa sebutan untuk kata perempuan dalam masyarakat Jawa beserta filosofinya. 

1. Wanita

5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-bedaUnsplash.com/BBH Singapore

Meski secara penulisan sama dengan bahasa Indonesia, tapi pelafalan dalam bahasa Jawa menjadi wanito. Dalam kreta basa Jawa, wanita terdiri dua unsur kata yaitu, wani (berani) dan ta: tata (tata atau teratur). Artinya, perempuan itu harus mau diatur, terlebih jika menyangkut norma-norma dan stigma dalam masyarakat.

Misalnya, perempuan itu gak boleh keluar larut malam, maka dia harus manut (menurut). Atau ada juga konsep pingitan, yang sudah mengakar dalam budaya Jawa yang membuat perempuan tidak boleh melawan sekalipun tidak suka.

Selain itu, diartikan juga bahwa perempuan harus berani mengatur. Pemahaman ini mengarah pada kemampuan perempuan untuk meng-handle semua urusan rumah tangga. Namun, secara lebih luas dan mendalam, unsur kata wani dan tata juga bisa dimaknai bahwa wanita itu sosok yang multiperan. Gak hanya mampu mengatur urusan domestik, tapi juga berani mengaktualisasikan diri. 

2. Wadon

5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-bedaUnsplash.com/Jonathan Borba

Istilah wadon diadaptasi dari bahasa Kawi Wadu yang berarti kawula atau abdi. Dalam hal ini, perempuan diartikan sebagai abdi bagi laki-laki yang dalam konsep pernikahan merujuk pada suami. Alhasil, perempuan pun diwajibkan untuk taat pada apa pun yang diperintahkan laki-laki.

Kesan patriarkal memang cukup berpengaruh untuk pemaknaan ini yang sebenarnya juga masih banyak berlaku dalam masyarakat. Namun, dalam pemaknaan yang lebih luas dan seimbang, makna 'abdi' bagi perempuan juga bisa merujuk pada dedikasi atas setiap hal yang mereka lakukan dan cintai.

Seperti pada pekerjaan yang gak jarang menjadi passion hidup, atau saat perempuan sudah menjadi ibu dan mengabdikan diri untuk mengurus serta mendidik anak-anaknya. Rasanya gak berlebihan jika 'abdi' yang seperti ini juga mendapat apresiasi dan penghargaan.

Baca Juga: Unik, 5 Kata Bahasa Jawa Ini Ternyata Berasal dari Bahasa Belanda

dm-player

3. Estri

5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-bedaUnsplash.com/Derek Owens

Masih dari bahasa kawi, estri diambil dari kata estren atau pengestren yang berarti pendorong. Secara tata bahasa, perempuan dianggap sebagai sosok yang mampu memberi dorongan. Pemaknaan ini bisa juga merujuk pada ungkapan "di balik laki-laki hebat, ada perempuan hebat.” 

Baik perempuan sebagai ibu maupun istri, peran supporting person selalu diemban dan punya pengaruh besar. Gak berhenti di lingkup keluarga dan rumah tangga, peran perempuan sebagai pendorong juga tampak dalam berbagai sektor kehidupan.

Mulai dari pendidikan, perekonomian, sampai politik, perempuan mampu menjalankan peran sesuai kapasitasnya. Baik sebagai pendukung di balik layar ataupun tampil langsung dan bekerja sama dengan laki-laki. 

4. Putri

5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-bedaUnsplash.com/Laura Chouette

Secara harafiah, putri berarti anak perempuan. Sedangkan dalam kawruh basa yang dikonsepkan oleh masyarakat Jawa, putri disandingkan dengan akronim putus tri perkawis. Penyandingan istilah ini kerap merujuk pada makna kedudukan perempuan yang dituntut untuk merealisasikan tiga kewajiban wanita (tri perkawis), yaitu sebagai wanita, wadon, dan estri

5. Kanca wingking lan garwa

5 Sebutan untuk Perempuan dalam Masyarakat Jawa, Filosofinya Beda-bedaUnsplash.com/Jessica Rockowitz

Kedua istilah ini akan otomatis disandang perempuan saat sudah menikah alias menjadi istri. Kanca yang berarti teman dan wingking yang berarti belakang kemudian dipahami dengan konsep teman di belakang yang linier dengan status istri sebagai makmum laki-laki. Meski kerap diartikan dalam strata kedua, tapi sebenarnya perempuan sebagai kanca wingking juga lekat dengan peran pendorong dan pendukung yang selalu siap membantu baik berupa tenaga maupun pikiran. 

Sedangkan garwa berasal dari kata gar: sigar (belahan) dan wa: nyawa (nyawa). Garwa, yang juga identik dengan istri, kemudian dimaknai sebagai belahan jiwa. Dalam hal ini, perempuan memegang peran yang setara dengan laki-laki dan menjadi teman hidup yang sejiwa. 

Nah, itu tadi lima sebutan untuk perempuan yang ada dalam masyarakat Jawa beserta filosofinya. Meski melekat dengan konsep budaya patriarki, tapi dalam perkembangan di era modern ini perempuan menjalani peran yang terbilang sentral dan setara. 

Baca Juga: Ngoko hingga Krama, Inilah 4 Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jawa

T y a s Photo Verified Writer T y a s

menulis adalah satu dari sekian cara untuk menemui ketenangan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya