Banyak orang yang mengira bahwa mahasiswa sastra pasti mahir berbahasa asing, seperti mahasiswa Jurusan Sastra Jerman yang dinilai mahir menggunakan bahasa Jerman.
Anggapan tersebut mengakibatkan mahasiswa sastra disebut Kamus Berjalan. Sering kali, orang-orang melontarkan kalimat, "Tolong artikan kalimat ini, dong. Kamu, 'kan, Jurusan Sastra Inggris, pasti tahu semua arti kosakata bahasa Inggris."
Julukan Kamus Berjalan yang diberikan masyarakat kepada mahasiswa sastra cukup memberatkan eksistensi mahasiswa sastra. Julukan tersebut terkesan memaksa anak sastra untuk mahir menggunakan bahasa yang telah dipelajari selama kuliah. Padahal, mempelajari suatu bahasa bukanlah hal yang mudah.
Salah satu contohnya, seseorang yang belajar bahasa Rusia selama bertahun-tahun apakah kemampuan orang tersebut otomatis setara dengan native speaker Rusia? Belum tentu. Hal ini karena gramatika Rusia dan Indonesia memiliki konsep yang sangat berbeda.
Kedua negara ini memiliki kultur yang jauh berbeda sehingga pemahaman penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi belum tentu sama persis.
Begitu juga dengan orang-orang yang mempelajari bahasa asing lainnya, seperti bahasa Prancis yang memiliki perbedaan antara penulisan dan pelafalan atau bahasa Mandarin yang tidak mengenal alfabet latin.
Proses penerjemahan suatu bahasa ke bahasa lain tidaklah instan. Perlu adanya beberapa tahapan dalam menerjemahkan suatu teks. Proses pertama diawali dengan penerjemahan kata per kata secara harfiah.
Kemudian, dapat dilakukan penerjemahan makna secara keseluruhan sehingga hasil terjemahan mudah dipahami. Jadi, anggapan bahwa mahasiswa jurusan sastra adalah Kamus Berjalan hanyalah persepsi yang keliru.