Riset UMN Consulting: Lifestyle dan Consumption Habit Gen Z 2021

UMN Consulting, lembaga penelitian dan konsultasi idependen, melakukan serangkaian penelitian dan analisis khusus terhadap generasi muda. Hasil penelitian pertama dipaparkan dalam "Next Gen": Launching Report White Paper dengan Tema Gen Z: Lifestyle and Consumption Habits 2021 secara virtual pada Jumat (18/2/2022).
Hasil ini dengan jelas menyatakan bahwa ternyata Gen Z itu sebenarnya memiliki pendekatan dan gaya hidup yang unik. Simak beberapa informasi seputar penelitian tersebut dalam artikel ini.
1. Gen Z merupakan digital native dengan populasi terbesar di Indonesia

Penelitian ini menyasar kaum Generasi Z. Hal ini dilatarbelakangi oleh data BPS pada September 2022 yang menyatakan bahwa populasi terbesar (27,4 persen) didominasi oleh Gen Z dibandingkan Millennial yang hanya 25,87 persen.
"Gen Z ini sudah menggesar kelompok millennial sebagai generasi yang paling banyak ada dalam populasi penduduk di Indonesia. Ini dari BPS, sejalan dengan temuan yang pernah saya baca Gen Z. Mereka adalah true digital native, tentu cara mereka untuk melakukan pembelian itu akan berbeda dengan generasi sebelumnya. Kami melihat ada urgensi bahwa sangat penting untuk melihat Gen Z sebagai generasi yang unik dan berbeda," ulasnya.
Penelitian yang berlangsung sepanjang Februari-April 2022 ini ternyata berhasil meraih 1321 responden dari seluruh masyarakat Indonesia. Hasilnya pun mendukung kenyataan bahwa ada banyak Gen Z berusia 18-22 yang terbagi dalam tiga panel cohort, yakni SMA, Mahasiswa, dan Freshgraduates.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan juga bahwa cara menghabiskan waktu luang, lifestyle, dan role model itu yang membuat Gen Z lebih unik dibanding generasi sebelumnya. Elissa D. Lestari, peneliti sekaligus dosen Universitas Multimedia Nusantara (UMN), menjelaskan bahwa identitas Gen Z ini terbentuk akibat pengalaman kehidupan sehari-hari, misalnya suka menghabiskan waktu sendirian.
"Uniknya, alone ini bukan seperti gak memikirkan apa pun atau bengong. Alone menurut Gen Z itu spending time secara virtual dalam kamar. Berselancar di dunia virtual untuk bertemu teman atau komunitas mereka di dunia maya. Ketika keluar dari role itu, Gen Z di dunia nyata melihat bahwa keluarga adalah segalanya," tuturnya.
Menurut Elissa, Gen Z merupakan generasi yang punya concern tinggi terhadap global warming atau isu tentang sampah. Hal itu sangat mengganggu mereka sehingga banyak Gen Z sekarang ingin berkontribusi lebih demi masa depan.
2. Pandemik memengaruhi kebiasaan atau perilaku mereka

Sesuai dengan preferensi mereka yang menyukai waktu-waktu sendirian di rumah, Elissa menemukan fakta sebesar 66 persen respon memilih untuk di rumah saja. Sementara 34 persen responden lain memilih keluar rumah untuk melakukan hobi mereka.
Hal ini nyatanya dipengaruhi juga oleh pandemik yang membuat kita 'terjebak' di rumah demi memutus rantai peredaran COVID-19. Namun di luar itu, Elissa menjelaskan bahwa Gen Z ini suka menghabiskan waktu di tempat-tempat hits seperti mall, coffee shop, atau sport center.
Gen Z menghabiskan waktu 32 persen bersama teman-teman yang mereka kenal secara langsung maupun lewat dunia maya. 32 persen lain bersama keluarga inti. Ada pula yang memilih sendirian sebesar 15 persen. Berhubung Gen Z ini sudah terpapar dengan perkembangan teknologi yang pesat, sebagian besar mengatakan bahwa streaming itu salah satu kegiatan favorit.
"Mereka engage dengan gadget dan punya hidup sendiri di situ sehingga kegiatan favoritnya lebih ke watching dan music," tambahnya.
3. Transendensi diri merupakan nilai yang dianut Gen Z untuk bisa beradaptasi dengan hidupnya

Salah satu poin penting yang ditemukan dalam penelitian ini adalah value. Elissa menjelaskan bahwa value ini menjadi dasar atau anteseden dari perilaku konsumsi Gen Z. Artinya nilai-nilai inilah yang memengaruhi bagaimana mereka bersikap dan berperilaku.
"Value itu adalah suatu yang drive kita secara mindset, pikiran, kognitif, dan mendorong kita melakukan pengambilan keputusan. Itu adalah driver kita untuk bersikap, dan menunjukkan perilaku konsumsi tertentu," jelasnya.
Mayoritas Gen Z berusia 18-24 tahun mempunyai value yang self transcendence. Artinya, mereka mengutamakan keragaman yang membentuk jati diri dan kepribadian. Sementara usia 15-17 tahun masih lebih konservatif karena mereka masih bergantung pada orangtua dan lingkungan sekitarnya.
Value ini pula yang membuat sebagian besar Gen Z mengharapkan banyak hal baik di masa depan. Contohnya karier dan masa depan yang baik, salah satunya rumah yang bagus. Mereka pun juga sudah mulai melek investasi.
4. Ini dia perilaku konsumsi Gen Z yang berhubungan dengan lifestyle dan media sosial

Mengingat Gen Z melek teknologi, gak heran bila perilaku konsumsinya didominasi oleh hal-hal yang berbau kuliner dan lifestyle. Sejalan juga dengan temuan hobi favorit pada posisi pertama, yaitu kuliner.
Elissa menanyakan apa saja barang, produk, atau hal yang biasa dibeli dalam satu bulan. Terlihat sebanyak 71,76 persen responden banyak mengeluarkan uang untuk makanan, disusul 70,55 persen untuk fast food. Serta 62,07 persen untuk data internet guna mendukung hobi mereka streaming.
Kategori lainnya adalah lifestyle, seputar skincare, hangout, dan premium subscription. Sementara sumber informasi mereka untuk mendapatkan informasi adalah instagram.
"Gen Z juga mengatakan bahwa instagram adalah sosial media yang paling sering dikunjungi kalau mau belanja. Kebanyakan pakai mbanking, untuk umur lebih muda, mereka prefer COD karena tinggal minta ke orangtua," ungkapnya.
Menurut Elissa, Gen Z punya kemampuan lebih untuk mencari tahu suatu hal karena mereka lhir dengan paparan teknologi. Hal ini membuat mereka mahir melakukan searching untuk mencari product review.
Nilai transendensi diri itu pula yang membuat Gen Z punya berbagai macam pandangan. Mereka dikatakan setia pada suatu brand atau produk ketika kualitasnya bagus.
"Misalnya pembelian pertama, mereka akan memilih produk yang fit into their budget. Apakah kemudian mau beli lagi? Berdasarkan evaluasi mereka, alasannya bukan lagi fit to budget tapi kulialitas yang bagus," katanya.
5. Pandemik juga memengaruhi sikap berbelanja Gen Z

Monica Vionna, Head of Marketing Growth Shopee Indonesia, mengatakan bahwa Gen Z merupakan generasi yang lebih peduli dengan impact dan komunitas. Hal ini mendorong ecommerce untuk bisa menjawab apa yang jadi keinginan dan kebutuhan Gen Z.
"Elaborasi dari riset, teman-teman Gen Z peduli banget dengan impact dan lingkungan. Apa yang mereka lakukan itu mereka peduli banget. Akhirnya, pandemik ini pun akan bikin mereka think twice apakah pandemik ini worth it untuk saya belajar offline atau lebih baik stay at home. Ternyata sejalan juga kan kalau mereka lebih suka di rumah dari hasil survei," paparnya.
Dari penelitian ini, Elissa melihat bahwa Gen Z juga termasuk dalam frugal generation. Menurutnya, kekuatan mereka untuk mencari tahu informasi itu akan memengaruhi keputusan untuk membeli berdasarkan review yang ada. Sama halnya dengan kesetiaan Gen Z pada pekerjaan.
"Mereka akan setia bila mereka menemukan dan merasakan kalau lingkungan perkerjaan itu bisa memberikan kejujuran. Ada career path, mentoring yang tepat, lingkungan kerja yang non diskriminan, mereka akan sangat adore perusahaan yang seperti ini," ucap Elissa.
Frugal generation ini diasosiasikan Elisa dengan keprihatinan Gen Z terhadap kondisi ekonomi. Elissa mengatakan bahwa semua bergantung dari konteks di mana mereka tumbuh besar.
"Konteks tempat misalnya 1998 atau 2000 awal, mereka lihat orangtua struggling atau orang tua cerita susahnya cari uang. Itu bikin mereka ingin mendapatkan karier yang sukses supaya mereka bisa hidup lebih baik. Itu membentuk kepribadian dan values sehingga mereka butuh lingkungan kerja yang jujur," tutupnya.