Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak perempuan membaca buku (unsplash.com/Josh Applegate)

Intinya sih...

  • 39 persen siswa SD/Sederajat belum memiliki kemampuan minimum dalam literasi
  • Kemampuan literasi dan numerasi bukan hanya tanggung jawab guru Bahasa Indonesia atau Matematika, tapi juga orangtua dan seluruh pemangku kepentingan
  • Mengajarkan keterampilan literasi pada anak bisa dilakukan sedini mungkin dengan mengajari anak kemampuan memahami, seperti "kesadaran cetak"

Gak bisa dipungkiri, kemampuan literasi dan numerasi masih jadi tantangan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2023 menunjukkan, 39 persen siswa SD/Sederajat masih belum punya kemampuan minimum dalam literasi dan 54 persen belum memiliki kemampuan minimum dalam numerasi.

Galih Sulistyaningra, Praktisi Pendidikan yang juga peraih gelar Master bidang Educational Planning dari University College London (UCL), mengungkapkan, kemampuan literasi dan numerasi ini bukan hanya sekadar baca, tulis, dan hitung (calistung). Lebih jauh lagi, melibatkan kemampuan anak dalam memahami pelajaran.

Menurut Galih, tanggung jawab dalam melatih literasi dan numerasi gak hanya untuk guru Bahasa Indonesia atau Matematika saja, melainkan seluruh guru, orangtua, dan pemangku kepentingan. Bahkan, kemampuan ini harusnya jadi fondasi sebelum anak belajar calistung. Berikut ada beberapa tipsnya!

1. Mulai dengan memperkenalkan simbol dan gambar

ilustrasi anak di kelas (pexels.com/Artem Podrez)

Mengajarkan literasi pada anak bisa dilakukan sedini mungkin, jauh sebelum ia memasuki usia sekolah. Langkah pertamanya yakni dengan mengajari anak kemampuan memahami. Galih menyampaikan, ada yang namanya "kesadaran cetak", yaitu dengan mulai mengajari dari simbol atau gambar.

"Tipsnya, memulai dengan membaca gambar. Walaupun ada tulisannya, tapi membaca gambar. Kita bisa mulai dari gambar. Untuk buku anak usia dini, gambar lebih besar dan perlu bercerita," ujarnya.

Sementara untuk numerasi, masih banyak yang keliru dan menganggap kemampuan ini sebagai kemampuan matematis yang kompleks. Padahal, mengajari numerasi bisa didorong dengan melakukan teknik one to one correspondence. 

Maksudnya, jangan hanya ajarkan simbol atau gambar angka pada anak, melainkan ajarkan juga dengan benda konkret. Misalnya, 'satu' itu satu benda (mainan/barang lain), 'dua' itu dua benda, dan sebagainya. Dengan begitu, anak terbiasa dan bisa membayangkan jika angka semakin besar, maka jumlahnya akan semakin banyak.

2. Lakukan interaksi dengan anak

ilustrasi pelajar SD (unsplash.com/ Husniati Salma)

Galih berpendapat, mengajarkan anak keterampilan numerasi dan literasi harus disampaikan dengan berbagai cara, bukan hanya sekadar membaca huruf atau angka. Lebih jauh dari itu, libatkan juga keterampilan melihat, mendengar, berbicara, serta menulis. Caranya melalui keterlibatan solid orangtua dengan guru untuk melakukan interaksi intens dengan anak.

Di sekolah, guru harus mempunya metode mengajar kreatif yang bisa menarik minat literasi anak. Ini bisa dengan metode permainan interaktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa, atau menggunakan media lain. Begitu pula orangtua di rumah, hendaknya meluangkan waktu khusus untuk melatih anaknya dengan cara-cara yang gak kalah kreatif.

3. Lakukan upaya untuk tingkatkan dan pertahankan minat literasi dan numerasi anak

ilustrasi ibu dengan anak perempuan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Selain mengajari anak tentang literasi dan numerasi, penting juga untuk mengajak dan membimbingnya supaya bisa mempertahankan minat pada bidang tersebut. Kamu mungkin sudah gak asing dengan keberadaan Pojok Baca yang kerap dibuat di sekolah dengan tujuan agar anak gemar membaca buku. Sebenarnya, langkah ini gak buruk, namun umumnya gak bertahan lama dan hanya beberapa minggu saja.

Untuk itu, Galih merekomendasikan, Kkalau mau sustain (berkelanjutan), harus memanfaatkan buku fisik dan digital yang lebih banyak pilihan, sekarang banyak platform yang menyediakan buku-buku gratis. Misalnya Kemendikbudristek di platform Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI), lalu ada juga Letsreadasia.org (untuk buku bahasa Inggris) yang bisa diakses gratis oleh murid maupun guru".

Sementara untuk peningkatan kemampuan numerasi perlu skema pengajaran numerasi yang mengasyikkan, sehingga siswa gak takut atau bahkan bisa menikmati pelajaran matematika. Salah satu inisiatif Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Tanoto Foundation (organisasi filantropi independen di bidang pendidikan) yakni dengan mengembangkan skema sistem Guru Kreatif Matematika Asyik (Gureametiks).

4. Disiplin

ilustrasi kelas untuk toddler (pexels.com/Naomi Shi)

Yang terpenting dalam melatih literasi dan numerasi pada anak adalah disiplin. Sophie Navita, public figure yang aktif membagikan tips parenting di akun media sosialnya, menyebut bila disiplin jadi kunci utama dan yang terberat dalam mengajarkan pengajaran literasi dan numerasi.

Menurut Sophie, pengenalan terhadap huruf dan angka bisa disampaikan saat anak menginjak usia 3 tahun, misalnya dengan mengajak berhitung dari angka 1 sampai 10. Karena itu, disiplin diperlukan agar anak bisa duduk dengan tenang dan menyimak apa yang diajarkan orang tua.

“Misalnya hari ini hanya bisa 5 detik, besok bisa lebih lama lagi, ber-progress setiap hari," terang Sophie.

Upaya peningkatan kemampuan literasi dan numerasi memang sudah sepatutnya diberikan perhatian yang serius, mengingat ini jadi salah satu permasalahan fundamental di Indonesia. Untuk itu, Tanoto Foundation menginisiasi Program PINTAR (Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran), sebagai upaya meningkatkan pendidikan dasar di Indonesia dengan memperbaiki kualitas pembelajaran dan kepemimpinan sekolah dengan melatih guru dan kepala sekolah, memberikan pendampingan teknis kepada pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas pendidikan calon guru.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorKori