Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak menangis (unsplash.com/Ozkan Guner)

Intinya sih...

  • Anak manipulatif menggunakan emosi untuk memengaruhi keputusan orangtua dengan tangisan atau sikap manis berlebihan.

  • Anak cenderung berbohong dan memutarbalikkan fakta untuk menghindari tanggung jawab, memanfaatkan ketidaktahuan orangtua, dan menciptakan konflik.

  • Anak manipulatif menghindari konsekuensi dengan alasan yang terlihat logis atau menyentuh hati, sehingga perlu pendekatan yang tepat dari orangtua untuk menanamkan nilai-nilai positif.

Setiap anak mungkin memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan keinginannya, entah itu melalui tangisan, rengekan, atau bahkan rayuan. Namun, jika perilaku tersebut mulai berkembang menjadi upaya untuk berusaha mengendalikan orang lain demi memeroleh keuntungan pribadi, maka bisa jadi itu merupakan tanda awal dari sikap manipulatif.

Mengenali tanda-tanda anak yang manipulatif sejak dini tentu merupakan hal penting agar orangtua bisa mengarahkan dengan tepat dan membentuk karakter anak yang lebih sehat secara emosional. Perhatikan beberapa tanda berikut ini yang menunjukkan anak manipulatif sejak dini, sehingga orangtua harus lebih waspada dalam menghadapinya.

1. Menggunakan emosi untuk mendapatkan apa yang diinginkan

ilustrasi anak menangis (unsplash.com/Zahra Amiri)

Anak yang manipulatif biasanya pandai dalam menggunakan amarah, tangisan, atau bahkan sikap manis secara berlebih untuk memengaruhi keputusan dari orangtuanya. Mereka bisa membaca situasi emosional dari orang dewasa dan menyesuaikan ekspresinya agar bisa memeroleh simpati atau persetujuan atas sesuatu.

Tanda ini memang dapat dikenali pada saat anak hanya menangis apabila keinginannya ditolak, bukan karena benar-benar merasa sedih atau terluka. Jika hal ini terjadi secara berulang, maka orangtua harus menetapkan batasan yang jelas agar anak pun dapat memahami bahwa tidak semua hal yang diinginkannya dapat diperoleh melalui emosi.

2. Sering memutarbalikan fakta dan berbohong kecil

ilustrasi anak marah (unsplash.com/Alexander Dummer)

Kemampuan anak untuk berbohong sebetulnya menjadi bagian dalam proses perkembangan kognitif, namun jika dilakukan dengan sengaja untuk memanipulasi situasi, maka inilah yang harus diperhatikan. Anak yang manipulatif biasanya pandai berbohong agar lolos dari tanggung jawab atau pun kesalahan yang dilakukannya, bahkan tidak ragu untuk melimpahkannya pada orang lain.

Biasanya anak-anak seperti ini juga akan memanfaatkan ketidaktahuan orangtua atau guru agar bisa menghindari konsekuensi dari perilaku yang dilakukannya. Mebiasaan ini apabila tidak diarahkan sejak dini, maka akan membentuk karakter yang tidak jujur, bahkan terbawa hingga dewasa dan memengaruhi hubungan sosialnya dengan orang lain.

3. Suka memecah belah agar mendapatkan keuntungan

ilustrasi keluarga (unsplash.com/@sofatutor)

Anak manipulatif biasanya menyadari perbedaan pendapat atau gaya pengasuhan dari orangtua, sehingga memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan. Contohnya mereka akan meminta sesuatu pada ayahnya jika sudah tahu bahwa ibunya akan menolak hal tersebut, begitu pun sebaliknya.

Kecenderungan inilah yang akan menjadi pola berbahaya karena anak bisa belajar bahwa cara untuk memeroleh tujuannya bisa dilakukan dengan mengadu domba atau menciptakan konflik. Oleh sebab itu, orangtua harus bisa bersikap konsisten dan kompak dalam pengambilan keputusan agar bisa menghindari terbentuknya strategi manipulatif pada anak.

4. Menghindari konsekuensi dengan dalih yang meyakinkan

ilustrasi anak marah (pexels.com/Allan Mas)

Anak manipulatif biasanya akan lebih menghindari tanggung jawab dengan alasan yang terlihat logis atau menyentuh hati. Mereka mungkin mengatakan bahwa mereka lupa karena terlalu lelah belajar atau bersikap sedih agar tidak sampai dimarahi atas kesalahan yang dilakukannya.

Jika alasan-alasan tersebut dianggap terlalu sering digunakan dan tidak dibarengi dengan perubahan sikap, maka ini akan membentuknya sikap manipulasi. Orangtua harus bisa membedakan antara alasan yang wajar dan alasan yang dibuat-buat, sehingga jangan sampai mudah luluh atau merasa tidak tega dengan anak.

Mendeteksi kebiasaan manipulasi pada anak bukan berarti harus bersikap keras atau bahkan menuduh anak secara berlebihan. Orangtua harus peka dan konsisten dalam mengembangkan kejujuran dan tanggung jawab agar bisa terus menanamkan nilai-nilai positif. Melalui pendekatan yang tepat, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang jujur dan tangguh!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team