ilustrasi anak bermain di alam (unsplash.com/Meghan Holmes)
Percayalah, dalam melakukan risky play, orangtua perlu melakukan persiapan lebih banyak daripada anak. Karena insting orangtua biasanya akan lebih melarang dan mengamankan anak, daripada mempercayainya. Jangan biarkan ketakutan yang dirasakan orangtua menghalangi anak untuk eksplor. Tetap dampingi, namun jangan halangi rasa ingin tahu anak.
Orangtua perlu fokus pada 'seaman yang diperlukan', bukan pada 'seaman mungkin'. Misalnya, ketika anak mau bermain di tanaman berduri. Daripada menjauhkan anak dan mengatakan kalau itu tanaman berbahaya, biarkan anak memegang durinya. Tanyakan ke anak, "Kalau kena sakit tidak?", "Apa yang perlu kamu lakukan supaya tidak kena duri?", dan sebagainya.
Fasilitasi anak juga bermain risky play dengan alat yang sesuai. Misalnya, jika anak sedang hobi memanjat, fasilitasi dengan permainan kursi yang tingkatannya berbeda. Atau jika anak hobi membantu di dapur, biarkan anak yang menuang bumbu dan mengaduk makanan. Pemilihan pakaian yang nyaman juga akan mendukung anak ketika bermain risky play. Pakaian yang terlalu tebal dan panas membuat anak tak nyaman bermain di alam bebas.
Risky play (permainan berisiko) jika dilihat mata, memang membahayakan. Namun ada banyak keuntungannya untuk fisik dan mental anak. Dan jika orangtua tidak rela hati anaknya bermain penuh risiko dan ada luka dikit, tentu anak tidak akan bebas bermain. Biarkan anak menikmati waktunya dengan bermain di alam bebas, jangan kekang dalam rumah dan memberinya gadget terus menerus.