Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Membandingkan anak dengan orang lain membuat mereka merasa kurang berharga dan kurang percaya diri.
  • Terlalu melindungi anak dari kesulitan membuat mereka kurang mandiri dan sulit menghadapi tantangan.
  • Menekan emosi negatif anak bisa membuat mereka sulit mengelola emosi dengan baik di kemudian hari.
  • Memberikan gadget sebagai hiburan instan bisa membuat anak ketergantungan dan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas.
  • Inkonsistensi dalam memberlakukan aturan rumah dapat membuat anak bingung dan tidak memahami batasan dengan jelas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah gak sih, kamu merasa ada kebiasaan orangtua yang dulu dianggap wajar, tapi ternyata punya dampak negatif buat anak? Mungkin kamu sendiri pernah mengalaminya waktu kecil, atau malah tanpa sadar melakukannya ke anakmu sekarang.

Banyak orangtua melakukan hal tertentu dengan niat baik, entah untuk mendidik atau melindungi anak. Tapi ternyata, ada beberapa kebiasaan yang kelihatannya sepele justru bisa berpengaruh buruk ke perkembangan mental dan emosional anak. Yuk, simak lima kebiasaan yang sebaiknya mulai dikurangi!

1. Sering membandingkan anak dengan saudara atau temannya

ilustrasi anak (pexels.com/Mikhail Nilov)

Tanpa sadar, banyak orangtua yang membandingkan anak dengan saudara, teman, atau anak lain yang dianggap lebih baik. Harapannya sih supaya anak termotivasi, tapi nyatanya malah bikin mereka merasa kurang berharga.

Kalau sering dibandingkan, anak bisa tumbuh dengan rasa percaya diri yang rendah. Mereka jadi selalu merasa perlu membuktikan diri atau bahkan takut gagal karena gak mau mengecewakan orangtua. Daripada membandingkan, lebih baik fokus menghargai usaha dan perkembangan anak sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.

2. Selalu turun tangan menyelesaikan masalah anak

ilustrasi anak (pexels.com/cottonbro studio)

Sebagai orangtua, pasti rasanya ingin melindungi anak dari segala hal, termasuk dari masalah kecil sekalipun. Tapi, kalau setiap ada kesulitan orangtua selalu turun tangan dan menyelesaikannya, anak jadi gak belajar untuk menghadapi tantangan sendiri.

Akibatnya, mereka bisa tumbuh jadi pribadi yang kurang mandiri dan gampang menyerah. Padahal, anak butuh kesempatan untuk mengasah problem-solving skills dan belajar mengatasi stres. Jadi, coba beri mereka ruang untuk menyelesaikan masalah sendiri sesuai dengan usianya, tapi tetap dalam bimbingan yang positif.

3. Mengabaikan emosi negatif anak

ilustrasi anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Kalimat seperti “Jangan nangis!” atau “Gak usah sedih, biasa aja” sering banget diucapkan ke anak saat mereka menunjukkan emosi negatif. Maksudnya mungkin baik, supaya anak gak terlalu larut dalam perasaan sedih atau kecewa. Tapi, kalau terus-menerus ditekan, anak jadi sulit memahami dan mengelola emosinya dengan baik.

Anak perlu tahu kalau semua emosi itu valid, termasuk sedih, marah, dan kecewa. Sebagai orangtua, penting buat mengajarkan mereka cara menghadapi emosi tersebut, bukan sekadar menekan atau mengabaikannya. Dengan begitu, mereka bisa tumbuh jadi individu yang lebih emosional sehat.

4. Memberikan gadget sebagai 'alat penenang' saat anak rewel

ilustrasi anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Siapa yang gak pernah ngasih gadget ke anak supaya mereka anteng? Di era digital seperti sekarang, ini memang cara instan buat menenangkan anak yang rewel. Tapi hati-hati, kebiasaan ini bisa bikin anak ketergantungan dan susah mengelola emosinya tanpa bantuan gadget.

Kalau setiap kali merasa bosan atau gak nyaman anak langsung dikasih gadget, mereka jadi gak belajar mengatasi rasa bosan atau mencari cara lain untuk menenangkan diri. Akibatnya, mereka bisa kehilangan kesempatan buat mengembangkan kreativitas dan keterampilan sosial yang penting untuk tumbuh kembang mereka.

5. Gak konsisten dalam menerapkan aturan di rumah

ilustrasi anak (pexels.com/Ivan Samkov)

Kadang tegas, kadang longgar—ini kesalahan yang sering dilakukan banyak orangtua. Misalnya, hari ini anak dilarang makan permen, tapi besok dikasih karena orangtua lagi malas ribut. Inkonsistensi kayak gini bisa bikin anak bingung dan gak memahami batasan dengan jelas.

Ketika aturan di rumah sering berubah-ubah, anak bisa mengembangkan kebiasaan untuk ‘menguji’ batas. Mereka jadi gak benar-benar paham konsekuensi dari tindakan mereka, dan dalam jangka panjang bisa memengaruhi kedisiplinan mereka di kemudian hari.

Gak ada orangtua yang sempurna, tapi selalu ada ruang untuk belajar dan berkembang. Menyadari kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik ini adalah langkah awal untuk menjadi orangtua yang lebih baik. Dengan begitu, anak bisa tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan mendukung perkembangan mereka secara maksimal. Semoga bermanfaat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team