Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perbedaan pendapat antara orang tua dan anak remaja
ilustrasi perbedaan pendapat antara orang tua dan anak remaja (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Intinya sih...

  • Orangtua dengan victim complex menyalahkan orang lain atas masalah.

  • Mereka menggunakan rasa bersalah sebagai alat manipulasi.

  • Menolak solusi dan terus mengeluh tentang masalah yang sama.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Memiliki orangtua dengan victim complex bisa menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak mereka. Kondisi ini membuat orangtua selalu merasa dirinya sebagai korban dalam berbagai situasi, bahkan ketika mereka sendiri yang menciptakan masalah tersebut. Perilaku ini gak hanya memengaruhi kesehatan mental orangtua, tapi juga berdampak pada dinamika keluarga dan perkembangan emosional anak.

Victim complex pada orangtua sering kali terbentuk dari pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan atau pola pikir yang terdistorsi tentang tanggung jawab personal. Mengenali tanda-tandanya menjadi langkah awal yang penting untuk memahami situasi dan mencari cara terbaik dalam menghadapinya. Yuk, kenali berbagai tanda orangtua dengan victim complex dan bagaimana cara menyikapinya dengan bijak!

1. Selalu menyalahkan orang lain atas masalah yang terjadi

ilustrasi keluarga (pexels.com/cottonbro studio)

Orangtua dengan victim complex cenderung melemparkan kesalahan kepada orang lain, termasuk anak-anaknya sendiri. Mereka gak pernah mengakui kesalahan atau tanggung jawab pribadi atas situasi yang mereka hadapi. Setiap masalah yang muncul selalu menjadi kesalahan pasangan, anak, tetangga, atau bahkan keadaan.

Pola pikir ini membuat mereka terjebak dalam siklus negatif yang sulit diputus. Sebagai anak, kamu bisa menyikapinya dengan tetap tenang dan gak terpancing emosi. Cobalah untuk memberikan respons yang objektif tanpa menyalahkan balik, sambil tetap menjaga batasan personal yang sehat.

2. Menggunakan rasa bersalah sebagai alat manipulasi

Ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Manipulasi emosional menjadi senjata andalan orangtua dengan victim complex untuk mendapatkan perhatian atau keinginan mereka. Mereka sering mengucapkan kalimat seperti "Setelah semua pengorbananku" atau "Kamu gak pernah menghargai apa yang sudah kulakukan" untuk membuat anak merasa bersalah.

Teknik guilt-tripping ini bisa sangat menguras energi emosional anak. Cara terbaik menghadapinya adalah dengan mengenali pola manipulasi tersebut dan gak membiarkan rasa bersalah mengendalikan keputusanmu. Tetapkan batasan yang jelas tentang apa yang bisa dan gak bisa kamu lakukan untuk mereka.

3. Menolak solusi dan terus mengeluh tentang masalah yang sama

Ilustrasi keluarga disfungsional (pexels.com/August de Richelieu)

Ketika kamu menawarkan bantuan atau solusi, orangtua dengan victim complex justru akan menolak atau mencari alasan mengapa saran tersebut gak akan berhasil. Mereka lebih nyaman berada dalam posisi korban daripada mengambil langkah nyata untuk memperbaiki situasi. Pola ini membuat percakapan terasa seperti lingkaran yang gak berujung.

Menghadapi situasi ini memerlukan kesabaran ekstra dan strategi yang tepat. Daripada terus memberikan saran yang akan ditolak, kamu bisa mencoba mendengarkan tanpa merasa berkewajiban untuk menyelesaikan masalah mereka. Batasi waktu yang kamu habiskan untuk mendengarkan keluhan yang berulang agar kesehatan mentalmu tetap terjaga.

4. Membandingkan diri dengan orang lain untuk mendapat simpati

ilustrasi ayah dan anak laki-laki (pexels.com/cottonbro studio)

Orangtua dengan victim complex sering membandingkan nasib mereka dengan orang lain yang dianggap lebih beruntung. Mereka akan bercerita tentang betapa sulitnya hidup mereka dibanding tetangga, saudara, atau teman-teman mereka. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan validasi dan simpati dari orang-orang di sekitarnya.

Sikapi perilaku ini dengan memberikan empati yang wajar tanpa terlalu larut dalam drama mereka. Kamu bisa mengalihkan pembicaraan ke topik yang lebih positif atau mengingatkan tentang hal-hal baik yang mereka miliki. Tetap jaga keseimbangan antara memberikan dukungan dan melindungi kesehatan emosionalmu sendiri.

5. Bereaksi berlebihan terhadap kritik atau masukan konstruktif

ilustrasi ibu dan anak perempuan (pexels.com/cottonbro studio)

Setiap kritik, sekecil apapun, akan dianggap sebagai serangan personal oleh orangtua dengan victim complex. Mereka akan bereaksi dengan defensif, marah, atau malah menangis sambil mengatakan bahwa semua orang membenci mereka. Reaksi berlebihan ini membuat komunikasi yang sehat menjadi sangat sulit dilakukan.

Dalam menghadapi situasi ini, pilih waktu dan cara yang tepat untuk menyampaikan masukan. Gunakan kalimat yang lebih lembut dan fokus pada perilaku, bukan karakter personal mereka. Jika reaksi mereka tetap berlebihan, berikan mereka waktu untuk menenangkan diri sebelum melanjutkan percakapan.

Menghadapi orangtua dengan victim complex memang gak mudah dan memerlukan strategi yang tepat. Ingatlah bahwa kamu gak bertanggung jawab untuk mengubah pola pikir mereka, tapi kamu bisa mengontrol respons dan batasan yang kamu tetapkan. Dengan kesabaran, empati yang seimbang, dan batasan yang sehat, kamu bisa menjaga hubungan dengan orangtua sambil tetap melindungi kesehatan mental dan emosionalmu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team