Ilustrasi remaja (unplash.com/Joshua Rawson-Harris)
Anak-anak dengan usia 8-11 tahun ini mempunyai konsepsi atau pemikiran atas diri mereka bahwa salah satu dari orangtua mereka mempunyai kesalahan dan akan ada rasa berpihak atas satu sisi.
Mereka berpikir adanya kesalahan satu sisi inilah yang menyebabkan perceraian tersebut. Dari hal ini jugalah mereka akan membentuk konsep sendiri bahwa ada orangtua 'baik' dan ada orangtua 'jahat' yang bisa saja sampai pada tahapan menuduh orangtua jahat atau egois.
Biasanya di usia ini jugalah mereka akan mulai memperlihatkan kekecewaan mereka atas kondisi dengan berbagai cara seperti berkelahi dengan teman sekelas, merasakan bahwa dunia tidak adil, kecemasan yang berlebihan, menarik diri, bahkan sampai depresi. Bagi sebagian anak efek perceraian di usia ini dimanifestasikan pada gejala fisik seperti rasa sakit perut atau sakit kepala akibat stres sampai gejala yang dibuat-buat agar mereka tidak masuk sekolah.
Perceraian bukanlah hal yang mudah untuk orangtua terlebih untuk anak-anak dengan kematangan psikologi dan mental yang belum cukup stabil. Menjadi orangtua dan keluarga yang mengerti bagaimana respons mereka di tingkatan usia tertentu tentu akan memudahkan para orangtua atau keluarga yang terlibat dalam memperlakukan anak tersebut sebagai bentuk upaya mengurangi efek negatif yang ditimbulkan dari kondisi perceraian ini.
Untuk siapa pun yang berada dalam kondisi ini, tetap semangat dan posisikan diri yang sebaik mungkin di hadapan anak-anak kita, ya.